31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Pilkada 2020 Harus Steril dari Eks Koruptor

JAKARTA – Wacana dilarangnya mantan koruptor
menjadi peserta pemilu kembali mencuat. Kali ini, untuk perhelatan Pilkada
Serentak 2020. Sebelumnya, upaya penyelenggara pemilu menjegal eks koruptor
pada Pemilu 2019 lalu, terganjal peraturan. Para pembuat UU harus segera menyikapi
hal ini. Tujuannya agar Pilkada nanti steril dari napi eks koruptor.

Meski eks koruptor masih bisa mencalonkan diri menjadi wakil rakyat, Komisi
Pemilihan Umum (KPU) berupaya untuk mempersempit ruang geraknya. Penyelenggara
pemilu ini merilis daftar calon legislatif baik tingkat kabupaten/kota sampai
DPR RI yang pernah tersangkut kasus korupsi.

Dasarnya, putusan inkracht yang sudah ditetapkan di pengadilan. Hanya saja,
KPU tidak merilisnya secara langsung. Masih ada beberapa nama yang menyusul kemudian.
Menunggu kepastian dari KPU di daerah untuk mengecek kembali agar tak terjadi
kesalahan.

Sebelumnya, lembaga antirasuah meminta partai politik untuk tidak mengusung
mantan koruptor pada Pilkada Serentak 2020. KPU mengatakan usulan tersebut
sejalan dengan gagasan yang diajukan pada Pemilu 2019.

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan jika usulan Komisi
Pemberantas Korupsi itu sebenarnya sejalan dengan gagasan yang diusung oleh
KPU. Penyelenggara pemilu pernah melarang mantan napi koruptor dicalonkan
sebagai caleg dalam Pemilu 2019 kemarin.

Pramono menegaskan gagasan yang diajukan KPU itu belum dapat dilaksanakan.
Menurutnya, larangan mantan koruptor maju pada Pemilu 2019 terganjal putusan
Mahkamah Agung (MA). “Persoalannya gagasan mulia KPU ini terganjal karena belum
punya landasan yang kuat dalam hukum positif. Sehingga terganjal oleh putusan
MA,” kata Pramono di Jakarta, Senin (29/7).

Baca Juga :  Pemko Ingin Wujudkan Palangka Raya Smart City Ramah Lingkungan

Menurutnya, perlu adanya tindakan terkait usulan yang dilakukan KPK. Salah
satu di antaranya mendesak pemerintah dan DPR untuk memasukan larangan eks
koruptor dalam undang-undang Pilkada. “Agar usulan KPK ini agar tidak layu
sebelum berkembang, maka gagasan ini perlu didesakkan kepada pembuat UU. Yaitu
pemerintah dan DPR. Agar masuk dalam persyaratan calon yang diatur dalam UU
Pilkada,” paparnya.

Apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan, Pramono menyebut ada opsi lain
yang dapat diambil. Di antaranya dengan menyetujui larangan tersebut dimasukan
dalam Peraturan KPU (PKPU). Atau, jika proses ini terlalu panjang, maka
pemerintah dan DPR memberi persetujuan nanti, ketika KPU mengusulkan aturan ini
dimasukkan dalam peraturan KPU tentang pencalonan kepala daerah dalam Pilkada.

Sementara itu, pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menilai, upaya
penyelenggara pemilu tersebut patut diacungi jempol. Masyarakat diminta jeli
dalam memilih wakilnya di parlemen. Dengan latar belakang yang baik, diharapkan
bisa menjadi wakil yang amanah.

Emrus juga sependapat jika peserta pemilu tidak boleh tersandung kasus
korupsi sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar perilaku koruptif tidak kembali
terulang. Bahkan, Emrus mengatakan, jika peserta pemilu juga harus membuka
latar belakang secara gamblang. “Tidak ada yang ditutupi, apalagi kalau
pendidikan. Dari situ, pemilih bisa melihat mana peserta pemilu yang memang
kompeten dan pantas untuk dipilih. Hal ini juga bagus untuk pendidikan politik
masyarakat,” kata Emrus di Jakarta, Senin (29/7).

Akademisi Universitas Pelita Harapan ini menilai jika munculnya fenomena
peserta pemilu mantan koruptor bermula dari kurangnya integritas partai dalam
memberantas korupsi. Partai sebagai kendaraan politik, pasti tahu latar
belakang calon yang diusung. Hanya saja, keinginan partai dalam memberantas
korupsi belum kuat.

Baca Juga :  Partai Besar Jadi Rebutan Kandidat di Pilkada Kotim

Ia menganalisa mengapa mantan koruptor masih bisa dicalonkan dalam pemilu.
Menurutnya, lobi-lobi serta finansial dari mantan koruptor tersebut masih
sangat kuat di internal partai. Sudah menjadi rahasia umum jika ingin maju
dalam kontestasi pemilu harus memiliki modal yang cukup.

Hal senada disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar
Nashir. Dia mendukung usulan tersebu. Dia meminta KPK membuat regulasi yang
kuat terkait usulan itu. “KPK cukup progresif. KPK mengusulkan para terpidana
korupsi itu tidak boleh maju dalam Pilkada. Langkah ini bagus supaya tidak ada
zona toleransi terhadap korupsi,” ujar Haedar.

Namun, yang terpenting adalah regulasi untuk mendukung usulan tersebut. Jangan
sampai tidak ada payung hukumnya. Karena itu, KPK maupun para stakeholder
pembuat UU diminta serius mempersiapkan hal ini. “Percuma saja kalu tidak ada
dasar hukumnya. Ini penting agar KPU punya kekuatan dalam menjalankan tugasnya.
Tidak boleh ada mantan koruptor ikut dalam Pilkada,” tegasnya.

Seperti diketahui, wacana ini mencuat saat KPK meminta partai politik
(parpol) tidak mencalonkan eks koruptor di Pilkada 2020. “KPK kembali
mengingatkan agar pada Pilkada Tahun 2020 mendatang, partai politik tidak lagi
mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk,” kata Wakil Ketua
KPK Basaria Pandjaitan. (khf/fin/rh/kpc)

JAKARTA – Wacana dilarangnya mantan koruptor
menjadi peserta pemilu kembali mencuat. Kali ini, untuk perhelatan Pilkada
Serentak 2020. Sebelumnya, upaya penyelenggara pemilu menjegal eks koruptor
pada Pemilu 2019 lalu, terganjal peraturan. Para pembuat UU harus segera menyikapi
hal ini. Tujuannya agar Pilkada nanti steril dari napi eks koruptor.

Meski eks koruptor masih bisa mencalonkan diri menjadi wakil rakyat, Komisi
Pemilihan Umum (KPU) berupaya untuk mempersempit ruang geraknya. Penyelenggara
pemilu ini merilis daftar calon legislatif baik tingkat kabupaten/kota sampai
DPR RI yang pernah tersangkut kasus korupsi.

Dasarnya, putusan inkracht yang sudah ditetapkan di pengadilan. Hanya saja,
KPU tidak merilisnya secara langsung. Masih ada beberapa nama yang menyusul kemudian.
Menunggu kepastian dari KPU di daerah untuk mengecek kembali agar tak terjadi
kesalahan.

Sebelumnya, lembaga antirasuah meminta partai politik untuk tidak mengusung
mantan koruptor pada Pilkada Serentak 2020. KPU mengatakan usulan tersebut
sejalan dengan gagasan yang diajukan pada Pemilu 2019.

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan jika usulan Komisi
Pemberantas Korupsi itu sebenarnya sejalan dengan gagasan yang diusung oleh
KPU. Penyelenggara pemilu pernah melarang mantan napi koruptor dicalonkan
sebagai caleg dalam Pemilu 2019 kemarin.

Pramono menegaskan gagasan yang diajukan KPU itu belum dapat dilaksanakan.
Menurutnya, larangan mantan koruptor maju pada Pemilu 2019 terganjal putusan
Mahkamah Agung (MA). “Persoalannya gagasan mulia KPU ini terganjal karena belum
punya landasan yang kuat dalam hukum positif. Sehingga terganjal oleh putusan
MA,” kata Pramono di Jakarta, Senin (29/7).

Baca Juga :  Pemko Ingin Wujudkan Palangka Raya Smart City Ramah Lingkungan

Menurutnya, perlu adanya tindakan terkait usulan yang dilakukan KPK. Salah
satu di antaranya mendesak pemerintah dan DPR untuk memasukan larangan eks
koruptor dalam undang-undang Pilkada. “Agar usulan KPK ini agar tidak layu
sebelum berkembang, maka gagasan ini perlu didesakkan kepada pembuat UU. Yaitu
pemerintah dan DPR. Agar masuk dalam persyaratan calon yang diatur dalam UU
Pilkada,” paparnya.

Apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan, Pramono menyebut ada opsi lain
yang dapat diambil. Di antaranya dengan menyetujui larangan tersebut dimasukan
dalam Peraturan KPU (PKPU). Atau, jika proses ini terlalu panjang, maka
pemerintah dan DPR memberi persetujuan nanti, ketika KPU mengusulkan aturan ini
dimasukkan dalam peraturan KPU tentang pencalonan kepala daerah dalam Pilkada.

Sementara itu, pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menilai, upaya
penyelenggara pemilu tersebut patut diacungi jempol. Masyarakat diminta jeli
dalam memilih wakilnya di parlemen. Dengan latar belakang yang baik, diharapkan
bisa menjadi wakil yang amanah.

Emrus juga sependapat jika peserta pemilu tidak boleh tersandung kasus
korupsi sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar perilaku koruptif tidak kembali
terulang. Bahkan, Emrus mengatakan, jika peserta pemilu juga harus membuka
latar belakang secara gamblang. “Tidak ada yang ditutupi, apalagi kalau
pendidikan. Dari situ, pemilih bisa melihat mana peserta pemilu yang memang
kompeten dan pantas untuk dipilih. Hal ini juga bagus untuk pendidikan politik
masyarakat,” kata Emrus di Jakarta, Senin (29/7).

Akademisi Universitas Pelita Harapan ini menilai jika munculnya fenomena
peserta pemilu mantan koruptor bermula dari kurangnya integritas partai dalam
memberantas korupsi. Partai sebagai kendaraan politik, pasti tahu latar
belakang calon yang diusung. Hanya saja, keinginan partai dalam memberantas
korupsi belum kuat.

Baca Juga :  Partai Besar Jadi Rebutan Kandidat di Pilkada Kotim

Ia menganalisa mengapa mantan koruptor masih bisa dicalonkan dalam pemilu.
Menurutnya, lobi-lobi serta finansial dari mantan koruptor tersebut masih
sangat kuat di internal partai. Sudah menjadi rahasia umum jika ingin maju
dalam kontestasi pemilu harus memiliki modal yang cukup.

Hal senada disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar
Nashir. Dia mendukung usulan tersebu. Dia meminta KPK membuat regulasi yang
kuat terkait usulan itu. “KPK cukup progresif. KPK mengusulkan para terpidana
korupsi itu tidak boleh maju dalam Pilkada. Langkah ini bagus supaya tidak ada
zona toleransi terhadap korupsi,” ujar Haedar.

Namun, yang terpenting adalah regulasi untuk mendukung usulan tersebut. Jangan
sampai tidak ada payung hukumnya. Karena itu, KPK maupun para stakeholder
pembuat UU diminta serius mempersiapkan hal ini. “Percuma saja kalu tidak ada
dasar hukumnya. Ini penting agar KPU punya kekuatan dalam menjalankan tugasnya.
Tidak boleh ada mantan koruptor ikut dalam Pilkada,” tegasnya.

Seperti diketahui, wacana ini mencuat saat KPK meminta partai politik
(parpol) tidak mencalonkan eks koruptor di Pilkada 2020. “KPK kembali
mengingatkan agar pada Pilkada Tahun 2020 mendatang, partai politik tidak lagi
mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk,” kata Wakil Ketua
KPK Basaria Pandjaitan. (khf/fin/rh/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru