25.8 C
Jakarta
Thursday, April 25, 2024

Korporasi Bisa Dijerat Unsur Kelalaian

PALANGKA RAYA-Sejak
tahun 2015 hingga saat ini, kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah
konsesi yang melibatkan perusahaan, selalu tak menemukan titik temu. Hal ini
disampaikan oleh Kepala Project Based Lembaga Bantuan Hukum Palangka Raya Aryo
Nugroho, Sabtu (24/8).

“Dari tahun ke tahun
hanya masyarakat yang diberikan sanksi dalam kasus kebakaran lahan gambut,
sedangkan dugaan keterlibatan korporasi dalam kebakaran malah tak pernah mencuat
sampai sekarang,” ujar Aryo.

Berdasarkan data yang
mereka miliki, pada 2015 lalu terdapat sepuluh perusahaan yang disegel oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu, ada tiga kasus
di Polda Kalteng yang menyangkut keterlibatan korporasi.

Baca Juga :  Pemerataan Pembangunan Visi Utama Bercahaya di Kotim

Namun seiring waktu
berjalan, sepuluh perusahaan yang disegel KLHK tidak menemukan titik terang. Tak
ada sanksi yang dijatuhkan karena berbagai alasan, mulai dari kurangnya bukti maupun
alasan lainnya.

Aryo menjelaskan, apabila
korporasi memiliki tanggung jawab yang besar dalam masalah karhutla,
sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang Kementerian Lingkungan Hidup,
maka korporasi bisa saja dijerat dengan unsur ketidaksengajaan atau kelalaian.
Dengan pembuktian kesiapan menghadapi musim kemarau.

 â€œApakah mereka memiliki sarana yang cukup
untuk menanggulangi karhutla yang terjadi di lingkungan mereka? Jika tidak, maka
ini merupakan pintu masuk untuk menjerat korporasi,” ungkapnya.

Ia menambahkan, dalam mencari
pembuktian kebakaran lahan gambut di area korporasi, sebenarnya bukan penyidik
yang melakukan. Perusahaanlah yang membuktikannya melalui pernyataannya sendiri.

Baca Juga :  PSBB Kota Cantik, Simalakama demi Kemaslahatan Warga

“Jika pernyataan tidak
sesuai dengan fakta, maka korporasi bisa dijerat dengan sanksi,”  ulasnya.

Sementara itu,
berkaitan dengan keberadaan tanah yang saat ini dipasang police line oleh
polisi, sebenarnya tidak bisa disita atau masuk dalam bahan pidana.

“Yang saya ketahui,
sampai saat ini belum ada dasar hukum soal penyitaan tanah yang terbakar,” timpalnya.

Berbeda hal jika yang terbakar merupakan lahan
hak guna usaha (HGU) milik korporasi. Jika itu terjadi, maka lahan HGU bisa
dicabut dan tanah itu menjadi milik negara. “Peraturan ini sudah tertuang dalam
peraturan menteri,” pungkasnya. (old/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Sejak
tahun 2015 hingga saat ini, kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah
konsesi yang melibatkan perusahaan, selalu tak menemukan titik temu. Hal ini
disampaikan oleh Kepala Project Based Lembaga Bantuan Hukum Palangka Raya Aryo
Nugroho, Sabtu (24/8).

“Dari tahun ke tahun
hanya masyarakat yang diberikan sanksi dalam kasus kebakaran lahan gambut,
sedangkan dugaan keterlibatan korporasi dalam kebakaran malah tak pernah mencuat
sampai sekarang,” ujar Aryo.

Berdasarkan data yang
mereka miliki, pada 2015 lalu terdapat sepuluh perusahaan yang disegel oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu, ada tiga kasus
di Polda Kalteng yang menyangkut keterlibatan korporasi.

Baca Juga :  Pemerataan Pembangunan Visi Utama Bercahaya di Kotim

Namun seiring waktu
berjalan, sepuluh perusahaan yang disegel KLHK tidak menemukan titik terang. Tak
ada sanksi yang dijatuhkan karena berbagai alasan, mulai dari kurangnya bukti maupun
alasan lainnya.

Aryo menjelaskan, apabila
korporasi memiliki tanggung jawab yang besar dalam masalah karhutla,
sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang Kementerian Lingkungan Hidup,
maka korporasi bisa saja dijerat dengan unsur ketidaksengajaan atau kelalaian.
Dengan pembuktian kesiapan menghadapi musim kemarau.

 â€œApakah mereka memiliki sarana yang cukup
untuk menanggulangi karhutla yang terjadi di lingkungan mereka? Jika tidak, maka
ini merupakan pintu masuk untuk menjerat korporasi,” ungkapnya.

Ia menambahkan, dalam mencari
pembuktian kebakaran lahan gambut di area korporasi, sebenarnya bukan penyidik
yang melakukan. Perusahaanlah yang membuktikannya melalui pernyataannya sendiri.

Baca Juga :  PSBB Kota Cantik, Simalakama demi Kemaslahatan Warga

“Jika pernyataan tidak
sesuai dengan fakta, maka korporasi bisa dijerat dengan sanksi,”  ulasnya.

Sementara itu,
berkaitan dengan keberadaan tanah yang saat ini dipasang police line oleh
polisi, sebenarnya tidak bisa disita atau masuk dalam bahan pidana.

“Yang saya ketahui,
sampai saat ini belum ada dasar hukum soal penyitaan tanah yang terbakar,” timpalnya.

Berbeda hal jika yang terbakar merupakan lahan
hak guna usaha (HGU) milik korporasi. Jika itu terjadi, maka lahan HGU bisa
dicabut dan tanah itu menjadi milik negara. “Peraturan ini sudah tertuang dalam
peraturan menteri,” pungkasnya. (old/ce/ala)

Terpopuler

Artikel Terbaru