26.3 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

PSBB Kota Cantik, Simalakama demi Kemaslahatan Warga

Pada akhir Maret 2020 lalu, Presiden Jokowi Widodo mengumumkan kepada
publik mengenai kebijakan yang dipilihnya untuk menyikapi fenomena mewabahnya
pandemi corona virus disease (Covid-19), sebagai pandemi global yang sedang
dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat ini. Presiden menyatakan bahwa
kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan kebijakan yang
dipilih dalam merespons adanya kedaruratan kesehatan. Kebijakan tersebut berlandaskan
pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, berikut
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB), dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020
tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Banyak pro dan kontra mengiringi bergulirnya kebijakan ini, baik dari
masyarakat awam maupun para pengamat, praktisi, dan akademisi hukum. Misalnya,
ada yang beranggapan bahwa penerapan kebijakan PSBB merupakan upaya pemerintah
pusat melempar tanggung jawab “bola panas” kepada pemerintah daerah.

Manajer Riset dan Program The Indonesian
Institute
Arfianto, Purbolaksono, menilai pemberlakuan kebijakan PSBB harus
didukung dengan solidnya koordinasi dan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Hal ini menjadi syarat mutlak jika ingin kebijakan PSBB berjalan
secara efektif. Selain itu, dalam implementasi kebijakan PSBB baik kepada pemerintah
pusat dan daerah, harus senantiasa dan selalu mengedepankan prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik. Tentunya dengan tetap menjalankan prinsip-prinsip
kesetaraan dalam partisipasi, akuntabilitas, transparansi, serta adanya
kepastian hukum.

Dengan segala pro dan kontranya, PSBB dipilih
pasti ada pertimbangan aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis yang merupakan
dasar penyusunan peraturannya, dengan tetap memperhatikan tatanan hierarki
peraturan perundang-undangan atau tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, dan pemerintah pusat maupun daerah harus memiliki
visi yang sama dalam menangani pandemi Covid-19 ini.

Walaupun dalam situsi PSBB, setidaknya kita masih dapat mengambil hikmah
dan tetap bersyukur, karena PSBB masih punya aturan yang sangat toleran, tidak
melarang atau menutup akses orang keluar rumah dengan ketentuan-ketentuan
tertentu, bukan seperti lockdown yang diterapkan di beberapa
negara lain. Beberapa negara yang menerapkan lockdown, mengharuskan
warganya mempunyai surat izin alasan yang dibenarkan jika pergi keluar rumah.

Baca Juga :  DPRD Kalteng Keluarkan Edaran Cegah Penyebaran Covid-19, Sujmlah Perja

 

Berdasarkan Keputusan Menkes RI No. HK.01.07/MENKES/294/2020
tentang Penetapan PSBB Kota Palangka Raya dalam Rangka Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), maka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB)
Kota Palangka Raya resmi dimulai pada hari Senin, 11 Mei 2020.

Kegiatan ini diawali dengan apel besar kesiapan
anggota Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Palangka Raya, di halaman
Kantor Wali Kota Palangka Raya pada Senin, 11 Mei 2020, dipimpin oleh Ibu Wakil
Wali Kota Palangka Raya. Pada kesempatan tersebut beliau mengatakan; “Mau
tidak mau mengambil upaya yang lain, yakni penerapan PSBB. Penerapan PSBB di sini
bukanlah lockdown, karena lockdown dan PSBB memiliki arah yang cukup berbeda.
Selain itu juga tidak memiliki konstitusi (mungkin maksudnya “payung hukum”)
untuk melakukan lockdown, dalam penerapannya tidak mematikan perekonomian dan
dilakukan secara humanis.”

Setelah mulainya pemberlakukan kebijakan PSSB
di Kota Palangka Raya, masih banyak terjadi pelanggaran oleh warga di lapangan
terhadap ketentuan/Pasal 12, 13, 14, 18, 19, dan seterusnya. Misalnya, terhadap
ketentuan makan di tempat atau take away (bawa pulang) pembelian makanan
dan minuman restoran/rumah makan/usaha sejenis, terkait penghentian sementara
pergerakan orang dan barang pada jam malam, jumlah penumpang dan atau penggunaan
masker dan sarung tangan pada saat berkendara, jam operasional pasar dan bidang
usaha lainnya, serta ketentuan lainnya.

Sebagian petugas lapangan sepertinya masih
memberikan toleransi terhadap beberapa pelanggaran tersebut. Anggap saja masih
dalam tahap sosialisasi lapangan, walaupun sebenarnya sudah dilakukan tahapan
sosialisasi selama dua hari. Ke depannya kita berharap kiranya aturan ini dapat
berjalan dengan optimal dan efektif di lapangan dengan kesadaran penuh
masyarakat, demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Kota Palangka Raya
khususnya dan di Kalteng atau Indonesia umumnya.

Baca Juga :  PD Diminta Dapat Terapkan Permen

Penegakan hukum dan sanksi dalam rangka
pelaksanaan peraturan wali kota (perwali) ini perlu juga dicermati bersama. Pada
ketentuan Pasal 27 ayat (2) huruf c, bagian penegakan hukum dan sanksi,
menyatakan; “Melakukan tindakan administratif berupa sanksi administratif
terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas peraturan wali kota ini.”
Contoh sanksi dimaksud misalnya
dengan memberi teguran, penahanan kartu identitas, penutupan sementara kegiatan
usaha/pencabutan izin, pembubaran kegiatan perdagangan, dan larangan
melanjutkan perjalanan/putar balik kendaraan. Jadi, lebih tepat dan sesuai jika
diberikan sanksi administratif kepada para pelanggar, ketimbang sanksi fisik. Lebih
menimbulkan efek jera kepada warga yang melanggar perwali ini.

Berikut, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar
penduduk selama PSBB (Pasal 18), perlu menjadi perhatian pemerintah selama
pemberlakukan PSBB. Misalnya, bantuan sosial (tunai/nontunai) kepada penduduk
terdampak sesuai data yang akurat di lapangan (walaupun bantuan sosial ini juga
sudah mulai berikan), menyiagakan dapur umum dan sebagainya. Selanjutnya, pemberdayaan
masyarakat berbasis rukun tetangga (RT)/rukun warga (RW) dan sumber daya/tim pendampingan
(Pasal 19), karena peran RT dan RW sangat krusial, sebagai ujung tombak dalam
pemberian informasi lapangan.

Warga Kota Palangka Raya/Provinsi Kalteng patut
mengapresiasi segala daya upaya yang sudah dilakukan pemerintah (Kota Palangka
Raya/Provinsi) beserta segenap jajarannya, BNPB, TNI, Polri, para relawan,
dokter/tenaga medis, dan masyarakat yang selalu mendukung kegiatan ini, dalam rangka
percepatan penanganan Covid-19 di Kota Palangka Raya, Kalteng, Indonesia, dan di
seluruh belahan dunia. Semoga wabah ini cepat berlalu.

 

*) Penulis
Merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya

Pada akhir Maret 2020 lalu, Presiden Jokowi Widodo mengumumkan kepada
publik mengenai kebijakan yang dipilihnya untuk menyikapi fenomena mewabahnya
pandemi corona virus disease (Covid-19), sebagai pandemi global yang sedang
dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat ini. Presiden menyatakan bahwa
kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan kebijakan yang
dipilih dalam merespons adanya kedaruratan kesehatan. Kebijakan tersebut berlandaskan
pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, berikut
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB), dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020
tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Banyak pro dan kontra mengiringi bergulirnya kebijakan ini, baik dari
masyarakat awam maupun para pengamat, praktisi, dan akademisi hukum. Misalnya,
ada yang beranggapan bahwa penerapan kebijakan PSBB merupakan upaya pemerintah
pusat melempar tanggung jawab “bola panas” kepada pemerintah daerah.

Manajer Riset dan Program The Indonesian
Institute
Arfianto, Purbolaksono, menilai pemberlakuan kebijakan PSBB harus
didukung dengan solidnya koordinasi dan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Hal ini menjadi syarat mutlak jika ingin kebijakan PSBB berjalan
secara efektif. Selain itu, dalam implementasi kebijakan PSBB baik kepada pemerintah
pusat dan daerah, harus senantiasa dan selalu mengedepankan prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik. Tentunya dengan tetap menjalankan prinsip-prinsip
kesetaraan dalam partisipasi, akuntabilitas, transparansi, serta adanya
kepastian hukum.

Dengan segala pro dan kontranya, PSBB dipilih
pasti ada pertimbangan aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis yang merupakan
dasar penyusunan peraturannya, dengan tetap memperhatikan tatanan hierarki
peraturan perundang-undangan atau tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, dan pemerintah pusat maupun daerah harus memiliki
visi yang sama dalam menangani pandemi Covid-19 ini.

Walaupun dalam situsi PSBB, setidaknya kita masih dapat mengambil hikmah
dan tetap bersyukur, karena PSBB masih punya aturan yang sangat toleran, tidak
melarang atau menutup akses orang keluar rumah dengan ketentuan-ketentuan
tertentu, bukan seperti lockdown yang diterapkan di beberapa
negara lain. Beberapa negara yang menerapkan lockdown, mengharuskan
warganya mempunyai surat izin alasan yang dibenarkan jika pergi keluar rumah.

Baca Juga :  DPRD Kalteng Keluarkan Edaran Cegah Penyebaran Covid-19, Sujmlah Perja

 

Berdasarkan Keputusan Menkes RI No. HK.01.07/MENKES/294/2020
tentang Penetapan PSBB Kota Palangka Raya dalam Rangka Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), maka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB)
Kota Palangka Raya resmi dimulai pada hari Senin, 11 Mei 2020.

Kegiatan ini diawali dengan apel besar kesiapan
anggota Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Palangka Raya, di halaman
Kantor Wali Kota Palangka Raya pada Senin, 11 Mei 2020, dipimpin oleh Ibu Wakil
Wali Kota Palangka Raya. Pada kesempatan tersebut beliau mengatakan; “Mau
tidak mau mengambil upaya yang lain, yakni penerapan PSBB. Penerapan PSBB di sini
bukanlah lockdown, karena lockdown dan PSBB memiliki arah yang cukup berbeda.
Selain itu juga tidak memiliki konstitusi (mungkin maksudnya “payung hukum”)
untuk melakukan lockdown, dalam penerapannya tidak mematikan perekonomian dan
dilakukan secara humanis.”

Setelah mulainya pemberlakukan kebijakan PSSB
di Kota Palangka Raya, masih banyak terjadi pelanggaran oleh warga di lapangan
terhadap ketentuan/Pasal 12, 13, 14, 18, 19, dan seterusnya. Misalnya, terhadap
ketentuan makan di tempat atau take away (bawa pulang) pembelian makanan
dan minuman restoran/rumah makan/usaha sejenis, terkait penghentian sementara
pergerakan orang dan barang pada jam malam, jumlah penumpang dan atau penggunaan
masker dan sarung tangan pada saat berkendara, jam operasional pasar dan bidang
usaha lainnya, serta ketentuan lainnya.

Sebagian petugas lapangan sepertinya masih
memberikan toleransi terhadap beberapa pelanggaran tersebut. Anggap saja masih
dalam tahap sosialisasi lapangan, walaupun sebenarnya sudah dilakukan tahapan
sosialisasi selama dua hari. Ke depannya kita berharap kiranya aturan ini dapat
berjalan dengan optimal dan efektif di lapangan dengan kesadaran penuh
masyarakat, demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Kota Palangka Raya
khususnya dan di Kalteng atau Indonesia umumnya.

Baca Juga :  PD Diminta Dapat Terapkan Permen

Penegakan hukum dan sanksi dalam rangka
pelaksanaan peraturan wali kota (perwali) ini perlu juga dicermati bersama. Pada
ketentuan Pasal 27 ayat (2) huruf c, bagian penegakan hukum dan sanksi,
menyatakan; “Melakukan tindakan administratif berupa sanksi administratif
terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas peraturan wali kota ini.”
Contoh sanksi dimaksud misalnya
dengan memberi teguran, penahanan kartu identitas, penutupan sementara kegiatan
usaha/pencabutan izin, pembubaran kegiatan perdagangan, dan larangan
melanjutkan perjalanan/putar balik kendaraan. Jadi, lebih tepat dan sesuai jika
diberikan sanksi administratif kepada para pelanggar, ketimbang sanksi fisik. Lebih
menimbulkan efek jera kepada warga yang melanggar perwali ini.

Berikut, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar
penduduk selama PSBB (Pasal 18), perlu menjadi perhatian pemerintah selama
pemberlakukan PSBB. Misalnya, bantuan sosial (tunai/nontunai) kepada penduduk
terdampak sesuai data yang akurat di lapangan (walaupun bantuan sosial ini juga
sudah mulai berikan), menyiagakan dapur umum dan sebagainya. Selanjutnya, pemberdayaan
masyarakat berbasis rukun tetangga (RT)/rukun warga (RW) dan sumber daya/tim pendampingan
(Pasal 19), karena peran RT dan RW sangat krusial, sebagai ujung tombak dalam
pemberian informasi lapangan.

Warga Kota Palangka Raya/Provinsi Kalteng patut
mengapresiasi segala daya upaya yang sudah dilakukan pemerintah (Kota Palangka
Raya/Provinsi) beserta segenap jajarannya, BNPB, TNI, Polri, para relawan,
dokter/tenaga medis, dan masyarakat yang selalu mendukung kegiatan ini, dalam rangka
percepatan penanganan Covid-19 di Kota Palangka Raya, Kalteng, Indonesia, dan di
seluruh belahan dunia. Semoga wabah ini cepat berlalu.

 

*) Penulis
Merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya

Terpopuler

Artikel Terbaru