27.3 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Salah Siapa

Amerika terus menyalahkan Tiongkok. Terutama ketika Presiden Donald
Trump terus disalah-salahkan rakyatnya: kok lambat sekali dalam menangani
Covid-19.

Menlu AS Mike Pompeo menuduh Tiongkok tidak mau memberikan informasi sedini
mungkin. Agar AS bisa lebih siap.

Tiongkok membantah tuduhan itu. Bantahannya
kian keras dan kasar. “Berhentilah berbohong dengan menggunakan mulut
seperti itu,” ujar Hua Chunying, salah satu juru bicara Kementerian Luar
Negeri Tiongkok.

Tiongkok mengaku sudah memberikan informasi itu tanggal 3 Januari 2020. Pompeo membalas.
“Tetapi tanggal 5 Januari Tiongkok menghancurkan data Covid-19,” ujar
Pompeo.

Apa yang dimaksud Pompeo dengan penghancuran
data Covid-19 itu?

Pompeo tidak memberikan gambaran lebih
terperinci. Menurut catatan saya, data virus itu memang sudah pernah dibuka ke
dunia internasional.

Saya juga tahu sudah ada lembaga di Indonesia
yang mendapat kiriman data itu.

Semestinya, kalau tidak menganggap remeh, Amerika juga sudah
mendapatkannya. Siapa pun, asal bisa menunjukkan dari lab mana, bisa mendapat
data itu. Asal, setelah melakukan riset lanjutan, bersedia membagi hasil
risetnya ke Tiongkok.

Dengan data dari Tiongkok itu ilmuwan di mana
pun bisa tahu ‘jenis apakah makhluk lembut sekali’ yang kemudian disebut Covid-19
itu.

Para ahli bisa memahami kode-kode virus
tersebut. Profil dan deskripsi virusnya ada di data itu.

Korea Selatan juga sudah mendapatkannya. Maka
Korsel bisa cepat membuat kit untuk melakukan tes Covid-19.

Mengapa Indonesia yang juga sudah mendapatkannya
tidak segera membuat sendiri alat tes Covid-19?

Saya tahu jawabnya. Namun saya belum ingin
menuliskannya. Saya khawatir akan menjadi skandal ilmu pengetahuan di sini.

Menulis skandal itu hanya akan menambah
keributan. Tidak produktif. Justru hanya akan mengalihkan konsentrasi kita. Toh
itu sudah lewat.

Kalaupun ditangani sekarang juga sudah seperti
mobil listrik –terlambat. Lebih baik kita tetap fokus untuk terus mencegah
meluasnya Covid-19.

Saya mengerti kejengkelan Amerika itu.
Tiba-tiba saja jumlah penderita Covid-19 sudah 46.000. Tadi malam WIB.

Baca Juga :  Waduh, Bupati Kotawaringin Barat Juga Positif Covid-19

Namun saya juga mengerti kejengkelan Tiongkok
pada Amerika. Lalu Tiongkok tiba-tiba menutup akses data itu.

Tidak ada penjelasan dari Tiongkok: mengapa lab
di Shanghai itu tiba-tiba ditutup. Hanya dua-tiga hari setelah data itu dibuka
ke dunia internasional.

Lab di Shanghai itu semula menjadi pusat
informasi dunia soal Covid-19. Tiba-tiba saja ditutup. Tidak ada lagi yang bisa
menghubunginya.

Tidak hanya itu. Tiongkok juga menolak
kedatangan tim dokter Amerika. Yang niatnya untuk membantu mengatasi wabah di Wuhan.

Amerika terus mendesak agar tim medis mereka
boleh datang ke Wuhan. Benar-benar untuk membantu Tiongkok –yang mestinya
kewalahan.

Namun Tiongkok tetap menolak tawaran itu.
Amerika sangat marah atas penolakan itu.

Perang dagang merembet ke perang soal wabah.
Menjadi api dalam sekam. Membuat Amerika mendidih di dalam sekam itu.

Mungkin mirip mendidihnya hati Rahwana saat
melihat putrinya, Dewi Shinta, dibiarkan merana di dalam hutan oleh suaminyi:
Rama.

Maka Rahwana pun menculik putrinya itu untuk
dibawa pulang ke Alengka. Shinta lantas ditaruh manis di istana. Sampai
kemudian diculik lagi oleh Hanoman.

Namun Amerika tidak perlu menculik apa pun.
Kalaupun tidak mendapat sampel virus dari Wuhan toh ada cara lain. Kan sudah
ada orang Amerika yang pulang dari Wuhan dengan membawa Covid-19.

Bukankah sampel bisa didapat dari orang pertama
terinfeksi Covid-19 yang pulang ke Seattle itu?

Sebaliknya aneh juga mengapa Tiongkok tidak
mengizinkan tim dokter Amerika menolong Wuhan. Padahal Tiongkok mengizinkan tim
dokter dari Perancis dan negara Eropa lainnya untuk membantu.

Adakah itu ada hubungannya dengan bunyi twit
dahulu itu? Yang diunggah oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok
itu? Yang mengatakan Covid-19 sebenarnya dibawa masuk ke Wuhan oleh tentara
Amerika. Yakni tentara yang ikut pekan olahraga militer dunia di Wuhan pada
Oktober 2019.

Amerika sebenarnya juga punya diplomat khusus
untuk penyakit menular. Yakni orang Amerika yang ditugaskan di Beijing. Khusus
untuk bekerja sama dengan lembaga Tiongkok di bidang penyakit menular.

Baca Juga :  Hari Terakhir Sterilisasi Pasar Besar, Ratusan Personel Dikerahkan

Nama diplomat itu: Dr Linda Quick. Dia ahli
virus dan wabah. Dia ahli yang bekerja untuk badan penanggulangan virus dan
wabah di Amerika. Selama bertugas di Beijing dia selalu bekerja sama dengan
ahli wabah Tiongkok.

Dr Linda Quick bisa segera tahu kalau terjadi
suatu wabah di Tiongkok. Tahu dengan sangat cepat.

Namunkenapa kali ini sampai Amerika mengeluh
terlambat tahu?

Dr Linda Quick ditarik pulang oleh pemerintah
Amerika. Juli lalu. Tidak pernah ditunjuk penggantinyi.

Sementara itu penderita baru Covid-19 di
Amerika kian besar saja. Di satu hati Sabtu lalu saja bertambah 8.000 orang.

Dari keberaniannya menyerang Amerika –secara
medsos– Tiongkok seperti masih menyimpan satu kartu as. Entah kapan akan
dikeluarkan. Mungkin kalau sudah benar-benar terpojok.

Pojokan itu kian terlihat jelas belakangan.
Seorang anggota DPR Amerika, Tim Banks, sudah mulai meluncurkan langkah kuda.

Katanya: Tiongkok harus bertanggung jawab atas
meluasnya Covid-19 di Amerika. Yang akan memakan biaya tak terkirakan.

Amerika, katanya, sudah harus menemukan jalan
untuk menghukum Tiongkok. Maka inilah bentuk hukuman yang ia usulkan: Amerika
tidak perlu membayar utang pada Tiongkok.

Amerika memang punya utang luar biasa besar ke
Tiongkok: USD 1,2 triliun. Itulah yang diusulkan tidak usah dibayar. Bisa
dianggap ganti rugi untuk Amerika.

Kalau itu sampai terjadi banyak negara yang
juga bisa minta ganti rugi ke Arab Saudi. Yang dinilai sebagai sumber virus
MERS.

Namun apakah kita tega menuntut negara miskin
Congo di Afrika karena jadi sumber wabah Ebola?

Pertikaian Amerika-Tiongkok ternyata
berseri-seri.

Kita sudah lama tidak bisa menonton sepak bola.
Atau menonton langsung Liga Dangdut Indonesia.

Namun kita tidak perlu punya keinginan menonton
pertandingan juara ekonomi grup Barat lawan juara ekonomi grup Timur itu.

Pecahan kacanya bisa mengenai penontonnya.(***)

 

Amerika terus menyalahkan Tiongkok. Terutama ketika Presiden Donald
Trump terus disalah-salahkan rakyatnya: kok lambat sekali dalam menangani
Covid-19.

Menlu AS Mike Pompeo menuduh Tiongkok tidak mau memberikan informasi sedini
mungkin. Agar AS bisa lebih siap.

Tiongkok membantah tuduhan itu. Bantahannya
kian keras dan kasar. “Berhentilah berbohong dengan menggunakan mulut
seperti itu,” ujar Hua Chunying, salah satu juru bicara Kementerian Luar
Negeri Tiongkok.

Tiongkok mengaku sudah memberikan informasi itu tanggal 3 Januari 2020. Pompeo membalas.
“Tetapi tanggal 5 Januari Tiongkok menghancurkan data Covid-19,” ujar
Pompeo.

Apa yang dimaksud Pompeo dengan penghancuran
data Covid-19 itu?

Pompeo tidak memberikan gambaran lebih
terperinci. Menurut catatan saya, data virus itu memang sudah pernah dibuka ke
dunia internasional.

Saya juga tahu sudah ada lembaga di Indonesia
yang mendapat kiriman data itu.

Semestinya, kalau tidak menganggap remeh, Amerika juga sudah
mendapatkannya. Siapa pun, asal bisa menunjukkan dari lab mana, bisa mendapat
data itu. Asal, setelah melakukan riset lanjutan, bersedia membagi hasil
risetnya ke Tiongkok.

Dengan data dari Tiongkok itu ilmuwan di mana
pun bisa tahu ‘jenis apakah makhluk lembut sekali’ yang kemudian disebut Covid-19
itu.

Para ahli bisa memahami kode-kode virus
tersebut. Profil dan deskripsi virusnya ada di data itu.

Korea Selatan juga sudah mendapatkannya. Maka
Korsel bisa cepat membuat kit untuk melakukan tes Covid-19.

Mengapa Indonesia yang juga sudah mendapatkannya
tidak segera membuat sendiri alat tes Covid-19?

Saya tahu jawabnya. Namun saya belum ingin
menuliskannya. Saya khawatir akan menjadi skandal ilmu pengetahuan di sini.

Menulis skandal itu hanya akan menambah
keributan. Tidak produktif. Justru hanya akan mengalihkan konsentrasi kita. Toh
itu sudah lewat.

Kalaupun ditangani sekarang juga sudah seperti
mobil listrik –terlambat. Lebih baik kita tetap fokus untuk terus mencegah
meluasnya Covid-19.

Saya mengerti kejengkelan Amerika itu.
Tiba-tiba saja jumlah penderita Covid-19 sudah 46.000. Tadi malam WIB.

Baca Juga :  Waduh, Bupati Kotawaringin Barat Juga Positif Covid-19

Namun saya juga mengerti kejengkelan Tiongkok
pada Amerika. Lalu Tiongkok tiba-tiba menutup akses data itu.

Tidak ada penjelasan dari Tiongkok: mengapa lab
di Shanghai itu tiba-tiba ditutup. Hanya dua-tiga hari setelah data itu dibuka
ke dunia internasional.

Lab di Shanghai itu semula menjadi pusat
informasi dunia soal Covid-19. Tiba-tiba saja ditutup. Tidak ada lagi yang bisa
menghubunginya.

Tidak hanya itu. Tiongkok juga menolak
kedatangan tim dokter Amerika. Yang niatnya untuk membantu mengatasi wabah di Wuhan.

Amerika terus mendesak agar tim medis mereka
boleh datang ke Wuhan. Benar-benar untuk membantu Tiongkok –yang mestinya
kewalahan.

Namun Tiongkok tetap menolak tawaran itu.
Amerika sangat marah atas penolakan itu.

Perang dagang merembet ke perang soal wabah.
Menjadi api dalam sekam. Membuat Amerika mendidih di dalam sekam itu.

Mungkin mirip mendidihnya hati Rahwana saat
melihat putrinya, Dewi Shinta, dibiarkan merana di dalam hutan oleh suaminyi:
Rama.

Maka Rahwana pun menculik putrinya itu untuk
dibawa pulang ke Alengka. Shinta lantas ditaruh manis di istana. Sampai
kemudian diculik lagi oleh Hanoman.

Namun Amerika tidak perlu menculik apa pun.
Kalaupun tidak mendapat sampel virus dari Wuhan toh ada cara lain. Kan sudah
ada orang Amerika yang pulang dari Wuhan dengan membawa Covid-19.

Bukankah sampel bisa didapat dari orang pertama
terinfeksi Covid-19 yang pulang ke Seattle itu?

Sebaliknya aneh juga mengapa Tiongkok tidak
mengizinkan tim dokter Amerika menolong Wuhan. Padahal Tiongkok mengizinkan tim
dokter dari Perancis dan negara Eropa lainnya untuk membantu.

Adakah itu ada hubungannya dengan bunyi twit
dahulu itu? Yang diunggah oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok
itu? Yang mengatakan Covid-19 sebenarnya dibawa masuk ke Wuhan oleh tentara
Amerika. Yakni tentara yang ikut pekan olahraga militer dunia di Wuhan pada
Oktober 2019.

Amerika sebenarnya juga punya diplomat khusus
untuk penyakit menular. Yakni orang Amerika yang ditugaskan di Beijing. Khusus
untuk bekerja sama dengan lembaga Tiongkok di bidang penyakit menular.

Baca Juga :  Hari Terakhir Sterilisasi Pasar Besar, Ratusan Personel Dikerahkan

Nama diplomat itu: Dr Linda Quick. Dia ahli
virus dan wabah. Dia ahli yang bekerja untuk badan penanggulangan virus dan
wabah di Amerika. Selama bertugas di Beijing dia selalu bekerja sama dengan
ahli wabah Tiongkok.

Dr Linda Quick bisa segera tahu kalau terjadi
suatu wabah di Tiongkok. Tahu dengan sangat cepat.

Namunkenapa kali ini sampai Amerika mengeluh
terlambat tahu?

Dr Linda Quick ditarik pulang oleh pemerintah
Amerika. Juli lalu. Tidak pernah ditunjuk penggantinyi.

Sementara itu penderita baru Covid-19 di
Amerika kian besar saja. Di satu hati Sabtu lalu saja bertambah 8.000 orang.

Dari keberaniannya menyerang Amerika –secara
medsos– Tiongkok seperti masih menyimpan satu kartu as. Entah kapan akan
dikeluarkan. Mungkin kalau sudah benar-benar terpojok.

Pojokan itu kian terlihat jelas belakangan.
Seorang anggota DPR Amerika, Tim Banks, sudah mulai meluncurkan langkah kuda.

Katanya: Tiongkok harus bertanggung jawab atas
meluasnya Covid-19 di Amerika. Yang akan memakan biaya tak terkirakan.

Amerika, katanya, sudah harus menemukan jalan
untuk menghukum Tiongkok. Maka inilah bentuk hukuman yang ia usulkan: Amerika
tidak perlu membayar utang pada Tiongkok.

Amerika memang punya utang luar biasa besar ke
Tiongkok: USD 1,2 triliun. Itulah yang diusulkan tidak usah dibayar. Bisa
dianggap ganti rugi untuk Amerika.

Kalau itu sampai terjadi banyak negara yang
juga bisa minta ganti rugi ke Arab Saudi. Yang dinilai sebagai sumber virus
MERS.

Namun apakah kita tega menuntut negara miskin
Congo di Afrika karena jadi sumber wabah Ebola?

Pertikaian Amerika-Tiongkok ternyata
berseri-seri.

Kita sudah lama tidak bisa menonton sepak bola.
Atau menonton langsung Liga Dangdut Indonesia.

Namun kita tidak perlu punya keinginan menonton
pertandingan juara ekonomi grup Barat lawan juara ekonomi grup Timur itu.

Pecahan kacanya bisa mengenai penontonnya.(***)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru