27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Terminal Omni

Saya berdoa keras. Agar program Omnibus
Law
 sukses. Agar Presiden Jokowi tidak hanya dikenang di
bidang jalan tol –yang memang hebat itu.

Itulah konsolidasi terbesar di saat sulit melakukan ekspansi
ekonomi. Yang memang lagi sulit.

Kata kuncinya: di saat tidak bisa melakukan ekspansi, lakukanlah
konsolidasi.

Omnibus Law adalah konsolidasi besar-besaran.

Saya tahu program Omnibus Law itu berat
sekali. Bahkan berani memulainya saja sudah hebat. Apalagi bisa melakukannya
–dan siapa tahu sukses.

“Bus Omni” memang mengagetkan. Saat itu. Tahun 1820.
Saat pertama kali dipakai di Paris. Kok ada kendaraan yang bisa dipakai
mengangkut orang begitu banyak –pun dengan berbagai jenis barang milik
penumpang. Apa saja bisa masuk. Semua bisa dimuat.

Paris pula yang pertama kali menggunakan istilah Omnibus. Bus
jenis Omni.

Tapi baru menjadi istilah generik ketika dipakai di Amerika
Latin. Di sana segala sesuatu yang bisa dimasuki apa saja disebut Omnibus.

Seorang yang sangat rakus makan disebut punya perut Omnibus.

Bus Omni lantas sangat populer. Itulah kendaraan besar
“pengangkut berbagai jenis” keperluan.

Omnibus pun dipakai sebagai istilah generik. Apa pun yang bisa
dipakai ramai-ramai disebut Omnibus.

Pun di bidang hukum.

Omnibus Law adalah satu paket hukum yang isinya berbagai jenis hukum.

Atau, satu UU yang di dalamnya melingkupi banyak UU terkait.

Maka UU seperti itu disebut Omnibus Law.

Misalnya UU Investasi. Yang, katakanlah, isinya sudah sangat
bagus. Tapi bisa jadi UU Investasi itu sulit mencapai tujuan: meningkatkan
modal masuk ke Indonesia.

Bisa saja investasi terhambat oleh UU yang lain. Misalnya UU
Otonomi Daerah, UU Ketenagakerjaan, UU Lingkungan Hidup/Amdal, UU Bangunan/IMB.
Dan banyak lagi.

Baca Juga :  Waspadai Potensi Tinggi Gelombang

Mengubah salah satu UU itu saja tidak menyelesaikan masalah.
Bahkan bisa saja isinya bertabrakan lagi dengan UU lain.

Repotnya sama. Hasilnya tidak tuntas.

Maka dilakukanlah paket Omnibus Law. Semua UU yang terkait
akan dijadikan satu. Akan diangkut dalam satu bus besar Omni: Omnibus
Law
.

Betapa besar pekerjaan itu. Betapa mendasarnya. Belum pernah
yang seperti ini bisa dilakukan presiden siapa pun.

Di Amerika sudah lama pemerintah mengajukan paket RUU Omnibus
Law
: menyempurnakan banyak UU dalam satu payung.

Misalnya saat Amerika kesulitan mengatasi meningkatnya
kriminalitas.

Saya bisa membayangkan betapa rumitnya pengajuan satu RUU Omnibus
Law
. Terutama menyusun RUU-nya.

Misalnya satu Omnibus Law itu akan
diberi nama ‘Cipta Lapangan Kerja’. Lebih dari 7 UU berada dalam satu bus itu.
Total berisi lebih dari 1. 000 pasal.

Apalagi, saya dengar, pemerintah sekarang ini tidak hanya
mengerjakan satu bus Omni.

Saya dengar pemerintah sedang menyiapkan pemberangkatan sekaligus
11 bus Omni.

Tiap bus akan ada namanya sendiri. Masing-masing bus mengangkut
banyak UU terkait.

Dramatik.

Masing-masing bus punya sopir sendiri-sendiri –para Menko.
Punya kernetnya sendiri –para menteri terkait. Punya ahli-ahli tekniknya
sendiri –para Dirjen.

Juragan bus Omni tinggal memberi komando: kapan bus harus
berangkat ke terminal.

Apakah harus berangkat satu persatu atau ke terminal ramai-ramai
–konvoi 11 bus.

Kabarnya sang juragan bus, Presiden Jokowi, tegas: bus itu sudah
harus tiba di terminal bulan depan.

Betapa banyak pekerjaan di kandang bus masing-masing sekarang
ini. Betapa rumitnya menyingkronkan 1.000 pasal. Bisa jadi mereka tidak punya
kesempatan libur akhir tahun. Apalagi jenis penumpang bus itu begitu beragam.
Punya keinginan sendiri-sendiri. Ada yang ingin bawa kopi. Ada juga yang ingin
bawa rendang. Bahkan ada yang tidak ingin berangkat –dengan alasan masuk
angin.

Baca Juga :  Abituren Bintara PK Korem 102 Pjg Gelar Silaturrahmi

Semua penumpang adalah jenis UU yang rewel-rewel.

Saya menunggu dengan berdebar: bus apa yang akan duluan
berangkat ke terminal. Saya ingin memberikan handuk putih kepada Menko-nya.
Untuk lap keringatnya yang berlelehan. Agar selamat sampai ke terminal.

Terminalnya ada di Senayan –di gedung yang atapnya seperti
pantat wanita cantik sedang telungkup itu: DPR.

Masuk terminalnya mudah. Tinggal bayar karcis retribusi masuk
terminal.

Tapi kita belum tahu: diapakan bus Omni itu di dalam terminal.

Saya juga tidak tahu apakah banyak preman di terminal itu.

Apakah preman-preman itu punya bos masing-masing: preman besar.

Misalnya preman khusus yang tugasnya mencopet penumpang. Yang
menyedot bensin. Yang memalak sopir. Dan seterusnya.

Atau terminal itu sekarang sudah bersih dari preman. Sehingga
bus Omni yang masuk ke situ segera diizinkan berangkat mengantar penumpang
sesuai tujuan.

Koalisi besar di Senayan ternyata diperlukan. Agar ban bus Omni
tidak digembosi di situ.

Bulan depan terminal itu akan sibuk sekali. Bayangkan: membahas
satu UU saja ruwet. Apalagi ini akan membahas UU induk yang di dalamnya banyak
UU bidang masing-masing.

Apalagi kalau 11 Omnibus Law benar-benar
tiba di terminal dalam waktu berdekatan.

Periode kedua kepresidenan Jokowi ternyata benar-benar untuk
membenahi hukum.

Dan membangun terminal.(Dahlan Iskan)

Saya berdoa keras. Agar program Omnibus
Law
 sukses. Agar Presiden Jokowi tidak hanya dikenang di
bidang jalan tol –yang memang hebat itu.

Itulah konsolidasi terbesar di saat sulit melakukan ekspansi
ekonomi. Yang memang lagi sulit.

Kata kuncinya: di saat tidak bisa melakukan ekspansi, lakukanlah
konsolidasi.

Omnibus Law adalah konsolidasi besar-besaran.

Saya tahu program Omnibus Law itu berat
sekali. Bahkan berani memulainya saja sudah hebat. Apalagi bisa melakukannya
–dan siapa tahu sukses.

“Bus Omni” memang mengagetkan. Saat itu. Tahun 1820.
Saat pertama kali dipakai di Paris. Kok ada kendaraan yang bisa dipakai
mengangkut orang begitu banyak –pun dengan berbagai jenis barang milik
penumpang. Apa saja bisa masuk. Semua bisa dimuat.

Paris pula yang pertama kali menggunakan istilah Omnibus. Bus
jenis Omni.

Tapi baru menjadi istilah generik ketika dipakai di Amerika
Latin. Di sana segala sesuatu yang bisa dimasuki apa saja disebut Omnibus.

Seorang yang sangat rakus makan disebut punya perut Omnibus.

Bus Omni lantas sangat populer. Itulah kendaraan besar
“pengangkut berbagai jenis” keperluan.

Omnibus pun dipakai sebagai istilah generik. Apa pun yang bisa
dipakai ramai-ramai disebut Omnibus.

Pun di bidang hukum.

Omnibus Law adalah satu paket hukum yang isinya berbagai jenis hukum.

Atau, satu UU yang di dalamnya melingkupi banyak UU terkait.

Maka UU seperti itu disebut Omnibus Law.

Misalnya UU Investasi. Yang, katakanlah, isinya sudah sangat
bagus. Tapi bisa jadi UU Investasi itu sulit mencapai tujuan: meningkatkan
modal masuk ke Indonesia.

Bisa saja investasi terhambat oleh UU yang lain. Misalnya UU
Otonomi Daerah, UU Ketenagakerjaan, UU Lingkungan Hidup/Amdal, UU Bangunan/IMB.
Dan banyak lagi.

Baca Juga :  Waspadai Potensi Tinggi Gelombang

Mengubah salah satu UU itu saja tidak menyelesaikan masalah.
Bahkan bisa saja isinya bertabrakan lagi dengan UU lain.

Repotnya sama. Hasilnya tidak tuntas.

Maka dilakukanlah paket Omnibus Law. Semua UU yang terkait
akan dijadikan satu. Akan diangkut dalam satu bus besar Omni: Omnibus
Law
.

Betapa besar pekerjaan itu. Betapa mendasarnya. Belum pernah
yang seperti ini bisa dilakukan presiden siapa pun.

Di Amerika sudah lama pemerintah mengajukan paket RUU Omnibus
Law
: menyempurnakan banyak UU dalam satu payung.

Misalnya saat Amerika kesulitan mengatasi meningkatnya
kriminalitas.

Saya bisa membayangkan betapa rumitnya pengajuan satu RUU Omnibus
Law
. Terutama menyusun RUU-nya.

Misalnya satu Omnibus Law itu akan
diberi nama ‘Cipta Lapangan Kerja’. Lebih dari 7 UU berada dalam satu bus itu.
Total berisi lebih dari 1. 000 pasal.

Apalagi, saya dengar, pemerintah sekarang ini tidak hanya
mengerjakan satu bus Omni.

Saya dengar pemerintah sedang menyiapkan pemberangkatan sekaligus
11 bus Omni.

Tiap bus akan ada namanya sendiri. Masing-masing bus mengangkut
banyak UU terkait.

Dramatik.

Masing-masing bus punya sopir sendiri-sendiri –para Menko.
Punya kernetnya sendiri –para menteri terkait. Punya ahli-ahli tekniknya
sendiri –para Dirjen.

Juragan bus Omni tinggal memberi komando: kapan bus harus
berangkat ke terminal.

Apakah harus berangkat satu persatu atau ke terminal ramai-ramai
–konvoi 11 bus.

Kabarnya sang juragan bus, Presiden Jokowi, tegas: bus itu sudah
harus tiba di terminal bulan depan.

Betapa banyak pekerjaan di kandang bus masing-masing sekarang
ini. Betapa rumitnya menyingkronkan 1.000 pasal. Bisa jadi mereka tidak punya
kesempatan libur akhir tahun. Apalagi jenis penumpang bus itu begitu beragam.
Punya keinginan sendiri-sendiri. Ada yang ingin bawa kopi. Ada juga yang ingin
bawa rendang. Bahkan ada yang tidak ingin berangkat –dengan alasan masuk
angin.

Baca Juga :  Abituren Bintara PK Korem 102 Pjg Gelar Silaturrahmi

Semua penumpang adalah jenis UU yang rewel-rewel.

Saya menunggu dengan berdebar: bus apa yang akan duluan
berangkat ke terminal. Saya ingin memberikan handuk putih kepada Menko-nya.
Untuk lap keringatnya yang berlelehan. Agar selamat sampai ke terminal.

Terminalnya ada di Senayan –di gedung yang atapnya seperti
pantat wanita cantik sedang telungkup itu: DPR.

Masuk terminalnya mudah. Tinggal bayar karcis retribusi masuk
terminal.

Tapi kita belum tahu: diapakan bus Omni itu di dalam terminal.

Saya juga tidak tahu apakah banyak preman di terminal itu.

Apakah preman-preman itu punya bos masing-masing: preman besar.

Misalnya preman khusus yang tugasnya mencopet penumpang. Yang
menyedot bensin. Yang memalak sopir. Dan seterusnya.

Atau terminal itu sekarang sudah bersih dari preman. Sehingga
bus Omni yang masuk ke situ segera diizinkan berangkat mengantar penumpang
sesuai tujuan.

Koalisi besar di Senayan ternyata diperlukan. Agar ban bus Omni
tidak digembosi di situ.

Bulan depan terminal itu akan sibuk sekali. Bayangkan: membahas
satu UU saja ruwet. Apalagi ini akan membahas UU induk yang di dalamnya banyak
UU bidang masing-masing.

Apalagi kalau 11 Omnibus Law benar-benar
tiba di terminal dalam waktu berdekatan.

Periode kedua kepresidenan Jokowi ternyata benar-benar untuk
membenahi hukum.

Dan membangun terminal.(Dahlan Iskan)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru