27.8 C
Jakarta
Saturday, July 27, 2024
spot_img

Garuda Menteri

Akan berulang –salut untuk Eric
Thohir. Kalau info ini benar. Lagi, salah satu mantan menteri akan jadi Dirut
BUMN.

Ignasius Jonan atau Susi
Pujiastuti. Untuk Garuda Ari Askhara Indonesia.

Kok bisa ya, Menteri BUMN itu
meyakinkan salah satu dari mereka. Untuk turun jabatan.

Mantan Menteri Kominfo
Rudiantara-lah yang jadi pemula. Ia menteri pertama yang bersedia untuk
menjabat Dirut PLN –sebentar lagi.

Tentu ia akan lebih senang kalau
misalnya jadi Dirut Telkom. Tapi menjadi Dirut Telkom bukanlah tantangan
sekelas mantan menteri.

Dan kalau Jonan jadi ke Garuda ia
juga akan jadi orang pertama: mantan atasan menjadi bawahan langsung.

Jonan adalah mantan Menteri
Perhubungan –yang membawahi Garuda. Ke depan ia yang akan jadi bawahan itu.

Kata kuncinya: seorang atasan
yang baik pasti bisa jadi bawahan yang baik. Dan sebaliknya: atasan yang baik
pasti dulunya pernah jadi bawahan yang baik.

Berbahagialah jadi bawahan yang
baik –kelak Anda akan jadi atasan yang baik.

Jonan pernah jadi bawahan yang
baik –sekaligus atasan yang baik. Misalnya saat ia menjabat Dirut ‘Kereta Api
Jonan Indonesia’.

Saat itu Jonan berani berdebat
dengan atasannya. Ia berani bicara apa adanya. Ia berani mengatakan: saya yang
tanggung risikonya nanti.

Tapi ia juga mau menerima. Ketika
atasannya menyarankan agar ia lebih bijaksana –dan lebih sering mengembangkan
senyumnya.

Tentu Jonan pasti mampu membenahi
Garuda untuk menjadi benar-benar Indonesia.

Apakah ia mau?

Ia tipe orang yang siap
ditugaskan ke mana saja. Termasuk ke yang sulit-sulit. Semangat anti korupsinya
juga tinggi –meski agak aneh: kok tidak pernah bertengkar dengan DPR.

Kalau ia sukses membenahi Garuda
itu akan menjadi sejarah lagi baginya —hattrick: KAI – Freeport –
Garuda. Membuat hattrick rasanya cukup menantang baginya.

Baca Juga :  N dalam KK

Sekalian memperbaiki sisi kegagalannya
menaikkan lifting minyak –selama tiga tahun
menjabat Menteri ESDM.

Rasanya bawahan Jonan kurang
berani terus terang soal sulitnya menerapkan gross split di bidang
perminyakan. Memang niatnya mulia: menerobos birokrasi dan menghapus permainan cost
recovery
. Tapi hasilnya mengecewakannya –dan juga kita.

Mampu mengatasi soal Freeport
akan mudah bagi Jonan untuk membuang permainan di Garuda.

Misalnya soal patgulipat dalam
pembelian pesawat. Yang melibatkan institusi keuangan internasional. Yang sulit
dideteksi dari dalam negeri.

Sebagai orang yang aslinya ‘orang
keuangan’ Jonan tahu semua permainan seperti itu. Dan tahu bagaimana
menyingkirkannya –kadang dengan agak kasar.

Bagaimana dengan Bu Susi?

Saya kurang yakin beliau mau.
Beliau –rasanya– agak sewot dua tahun terakhir. Dan tambah sewot lagi setelah
tidak jadi menteri –soal benih lobster yang dulu dia larang keras untuk
diekspor itu.

Belum lagi dia harus memajukan
kembali Susi Air –miliknya sendiri. Yang selama lima tahun terakhir tidak dia
urusi.

Maka mungkin bukan Bu Susi yang
jadi Dirut Garuda –meski mungkin juga bukan Jonan.

Dua-duanya orang hebat.
Dua-duanya juga jago dalam mengelola perusahaan.

Jonan terbukti di kereta api.
Susi di penerbangan.

Dua-duanya juga hebat dalam
menghemat biaya.

Sama-sama keras dalam bersikap.

Siapa pun yang dipilih nanti
Garuda akan selamat.

Saya sering naik Susi Air milik
mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu.

Saya tahu bagaimana dia sendiri
merangkap menjadi pramugari.

Dulu.

Bagaimana pula pilotnya ikut
membersihkan pesawat.

Sampai sekarang.

Saya juga tahu sendiri bagaimana
Jonan tidur di kereta api ekonomi. Agar pengawasan programnya terkontrol tuntas
sampai ke bawah.

Eric Thohir tidak hanya jeli
dalam mencari calon. Tapi juga punya jiwa ‘sampai hati’.

Baca Juga :  Spontan, Wali Kota Bantu Posko Pantau Covid-19 di 2 Jalan Ini dengan D

Di situlah kelebihan Eric –dan
di situ itu kelemahan saya. Saya sering punya sikap tidak sampai hati.

Misalnya: saya tidak akan sampai
hati menawarkan jabatan Dirut BUMN kepada bekas menteri.

Saya tidak akan sampai hati
‘menurunkan’ pangkat seperti itu.

Kalau pun sampai hati paling
terbatas hanya untuk empat BUMN: Pertamina, PLN, Bank BRI, dan Bank Mandiri.

Tidak akan sampai ke tingkat
Garuda Indonesia. Bukan saja skala usahanya jauh di bawah yang empat itu. Juga
persoalannya sangat berat.

Kok sudah jadi menteri masih
disuruh menanggung beban begitu berat.

Kata kuncinya: pengusaha itu kian
besar kian sampai hati.

Kian besar kian confidence.

Kian besar kian menganggap yang
lain itu kecil.

Jabatan menteri, di mata seorang
pengusaha besar, tidak hebat-hebat amat –setidaknya pasti kalah kaya.

Maka pengusaha besar nan kaya
seperti Eric Thohir akan sampai hati saja –menawarkan jabatan Dirut BUMN
kepada mantan menteri.

Orientasinya hanya satu: cari
jalan sukses. Gengsi, harga diri, malu, dan baper tidak menjadi pertimbangan
utama.

Sukses yang nomor satu.

Saya ikut berharap salah satu
dari dua tokoh itu bersedia jadi Dirut Garuda Indonesia.

Pasti, keduanya tidak membutuhkan
jabatan itu. Jabatan itulah yang membutuhkan mereka.

Kalau baper dibawa-bawa memang
tidak ketemu. Bagaimana bisa mantan menteri perhubungan menjadi dirut
perusahaan penerbangan.

Dari atasan langsung menjadi
bawahan langsung.

Itu hanya terjadi di universitas
–mantan rektor menjadi dosen biasa. Atau mantan dekan menjadi dosen di
fakultas yang sama.

Siapa pun di antara keduanya
harus diberi acungan jempol. Kok bersedia ‘turun gunung’. Saya pun akan rela
membuatkan tulisan khusus.

Sebagai terima kasih saya pada
pengorbanan mereka –terutama pengorbanan harga diri dan perasaan.(Dahlan
Iskan)

Akan berulang –salut untuk Eric
Thohir. Kalau info ini benar. Lagi, salah satu mantan menteri akan jadi Dirut
BUMN.

Ignasius Jonan atau Susi
Pujiastuti. Untuk Garuda Ari Askhara Indonesia.

Kok bisa ya, Menteri BUMN itu
meyakinkan salah satu dari mereka. Untuk turun jabatan.

Mantan Menteri Kominfo
Rudiantara-lah yang jadi pemula. Ia menteri pertama yang bersedia untuk
menjabat Dirut PLN –sebentar lagi.

Tentu ia akan lebih senang kalau
misalnya jadi Dirut Telkom. Tapi menjadi Dirut Telkom bukanlah tantangan
sekelas mantan menteri.

Dan kalau Jonan jadi ke Garuda ia
juga akan jadi orang pertama: mantan atasan menjadi bawahan langsung.

Jonan adalah mantan Menteri
Perhubungan –yang membawahi Garuda. Ke depan ia yang akan jadi bawahan itu.

Kata kuncinya: seorang atasan
yang baik pasti bisa jadi bawahan yang baik. Dan sebaliknya: atasan yang baik
pasti dulunya pernah jadi bawahan yang baik.

Berbahagialah jadi bawahan yang
baik –kelak Anda akan jadi atasan yang baik.

Jonan pernah jadi bawahan yang
baik –sekaligus atasan yang baik. Misalnya saat ia menjabat Dirut ‘Kereta Api
Jonan Indonesia’.

Saat itu Jonan berani berdebat
dengan atasannya. Ia berani bicara apa adanya. Ia berani mengatakan: saya yang
tanggung risikonya nanti.

Tapi ia juga mau menerima. Ketika
atasannya menyarankan agar ia lebih bijaksana –dan lebih sering mengembangkan
senyumnya.

Tentu Jonan pasti mampu membenahi
Garuda untuk menjadi benar-benar Indonesia.

Apakah ia mau?

Ia tipe orang yang siap
ditugaskan ke mana saja. Termasuk ke yang sulit-sulit. Semangat anti korupsinya
juga tinggi –meski agak aneh: kok tidak pernah bertengkar dengan DPR.

Kalau ia sukses membenahi Garuda
itu akan menjadi sejarah lagi baginya —hattrick: KAI – Freeport –
Garuda. Membuat hattrick rasanya cukup menantang baginya.

Baca Juga :  N dalam KK

Sekalian memperbaiki sisi kegagalannya
menaikkan lifting minyak –selama tiga tahun
menjabat Menteri ESDM.

Rasanya bawahan Jonan kurang
berani terus terang soal sulitnya menerapkan gross split di bidang
perminyakan. Memang niatnya mulia: menerobos birokrasi dan menghapus permainan cost
recovery
. Tapi hasilnya mengecewakannya –dan juga kita.

Mampu mengatasi soal Freeport
akan mudah bagi Jonan untuk membuang permainan di Garuda.

Misalnya soal patgulipat dalam
pembelian pesawat. Yang melibatkan institusi keuangan internasional. Yang sulit
dideteksi dari dalam negeri.

Sebagai orang yang aslinya ‘orang
keuangan’ Jonan tahu semua permainan seperti itu. Dan tahu bagaimana
menyingkirkannya –kadang dengan agak kasar.

Bagaimana dengan Bu Susi?

Saya kurang yakin beliau mau.
Beliau –rasanya– agak sewot dua tahun terakhir. Dan tambah sewot lagi setelah
tidak jadi menteri –soal benih lobster yang dulu dia larang keras untuk
diekspor itu.

Belum lagi dia harus memajukan
kembali Susi Air –miliknya sendiri. Yang selama lima tahun terakhir tidak dia
urusi.

Maka mungkin bukan Bu Susi yang
jadi Dirut Garuda –meski mungkin juga bukan Jonan.

Dua-duanya orang hebat.
Dua-duanya juga jago dalam mengelola perusahaan.

Jonan terbukti di kereta api.
Susi di penerbangan.

Dua-duanya juga hebat dalam
menghemat biaya.

Sama-sama keras dalam bersikap.

Siapa pun yang dipilih nanti
Garuda akan selamat.

Saya sering naik Susi Air milik
mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu.

Saya tahu bagaimana dia sendiri
merangkap menjadi pramugari.

Dulu.

Bagaimana pula pilotnya ikut
membersihkan pesawat.

Sampai sekarang.

Saya juga tahu sendiri bagaimana
Jonan tidur di kereta api ekonomi. Agar pengawasan programnya terkontrol tuntas
sampai ke bawah.

Eric Thohir tidak hanya jeli
dalam mencari calon. Tapi juga punya jiwa ‘sampai hati’.

Baca Juga :  Spontan, Wali Kota Bantu Posko Pantau Covid-19 di 2 Jalan Ini dengan D

Di situlah kelebihan Eric –dan
di situ itu kelemahan saya. Saya sering punya sikap tidak sampai hati.

Misalnya: saya tidak akan sampai
hati menawarkan jabatan Dirut BUMN kepada bekas menteri.

Saya tidak akan sampai hati
‘menurunkan’ pangkat seperti itu.

Kalau pun sampai hati paling
terbatas hanya untuk empat BUMN: Pertamina, PLN, Bank BRI, dan Bank Mandiri.

Tidak akan sampai ke tingkat
Garuda Indonesia. Bukan saja skala usahanya jauh di bawah yang empat itu. Juga
persoalannya sangat berat.

Kok sudah jadi menteri masih
disuruh menanggung beban begitu berat.

Kata kuncinya: pengusaha itu kian
besar kian sampai hati.

Kian besar kian confidence.

Kian besar kian menganggap yang
lain itu kecil.

Jabatan menteri, di mata seorang
pengusaha besar, tidak hebat-hebat amat –setidaknya pasti kalah kaya.

Maka pengusaha besar nan kaya
seperti Eric Thohir akan sampai hati saja –menawarkan jabatan Dirut BUMN
kepada mantan menteri.

Orientasinya hanya satu: cari
jalan sukses. Gengsi, harga diri, malu, dan baper tidak menjadi pertimbangan
utama.

Sukses yang nomor satu.

Saya ikut berharap salah satu
dari dua tokoh itu bersedia jadi Dirut Garuda Indonesia.

Pasti, keduanya tidak membutuhkan
jabatan itu. Jabatan itulah yang membutuhkan mereka.

Kalau baper dibawa-bawa memang
tidak ketemu. Bagaimana bisa mantan menteri perhubungan menjadi dirut
perusahaan penerbangan.

Dari atasan langsung menjadi
bawahan langsung.

Itu hanya terjadi di universitas
–mantan rektor menjadi dosen biasa. Atau mantan dekan menjadi dosen di
fakultas yang sama.

Siapa pun di antara keduanya
harus diberi acungan jempol. Kok bersedia ‘turun gunung’. Saya pun akan rela
membuatkan tulisan khusus.

Sebagai terima kasih saya pada
pengorbanan mereka –terutama pengorbanan harga diri dan perasaan.(Dahlan
Iskan)

spot_img
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru