26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

LD Ibu Kota

Pasti banyak orang sudah menerima kiriman humor ini:

Sejak harus tinggal di rumah saja,
alhamdulillah, istri ada peningkatan. Hari pertama bisa jualan kalung. Hari
kedua jualan kulkas. Hari ketiga jualan TV. Hari keempat bingung: gak ada lagi
yang bisa dijual.

Lucu. Meski terlalu didramatisasi.

Istri yang sudah punya kalung, kulkas dan TV,
biasanya punya suami bertipe ingin membahagiakan istri.

Suami seperti itu, biasanya, otaknya jalan.
Di-PHK di satu perusahaan segera cari pekerjaan lain. Tidak dapat pekerjaan
pengganti berpikir lain lagi: jual jasa.

Yang sulit itu yang harus di rumah saja sambil
tidak ada perabotan apa pun yang bisa dijual.

Suami di rumah seperti itu biasanya sulit
berpikir. Tidak bisa melihat peluang –apalagi membuatnya. Yang ia lihat hanya
apa yang di depan mata.

Mereka ini tidak pernah berlatih mencari
pilihan-pilihan untuk hidup. Biasanya juga kurang ringan kaki. Itu bukan salah
mereka.

Lingkunganlah yang menciptakan begitu.

Yang seperti itulah yang harus dibantu secara
menyeluruh. Agar tetap bisa hidup –sambil menunggu generasi anak mereka. Atau
sambil menunggu krisis berlalu.

Hanya ekonomi makro yang bergairah yang bisa
membuat mereka hidup sendiri. Begitu ada krisis mereka hanya pasrah. Bersandar
pada nasib. Tidak tahu apa yang harus dikerjakan.

Makro ekonomi yang bagus yang bisa
menyelesaikan persoalan mereka –bukan bagi-bagi bingkisan.

Ups… Maaf. DI’s Way hari ini khusus untuk
pembaca di Jakarta. Yang sejak Jumat malam lalu menjalani hidup lockdown. Orang Jakarta
tidak boleh keluar rumah.

Bagi pembaca di luar Jakarta, berhentilah
membaca. Tidak ada manfaatnya.

Di Jakarta, bagi yang masih punya kalung,
kulkas, dan TV jangan keburu dijual dulu. Harganya lagi jatuh.

Kalau benar-benar memang tidak ada lagi
pekerjaan, masih akan ada pilihan. Kalau benar-benar tidak ada pilihan cobalah
yang satu ini:

Baca Juga :  Dinsos Kalteng Langsung Buka Dapur Umum Untuk Korban Kebakaran

Datangilah 50 rumah di sekitar rumah Anda.
Boleh juga dihubungi lewat telepon. Atau WA. Perkenalkan diri Anda baik-baik:
siapa Anda, yang mana rumah Anda.

Lalu bertanyalah apa saja keperluan yang harus
mereka beli dalam seminggu ke depan. Kalau mereka sudah telanjur belanja,
tanyakan kebutuhan minggu depannya lagi.

Maka Anda akan mendapat daftar keperluan 50
rumah di sekitar Anda.

Anda jangan berniat berdagang. Jangan berniat
bisnis. Jangan berniat cari keuntungan. Jangan mengail di air keruh.

Ikhlas. Ikhlas. Ikhlas.

Niatnya adalah mengatasi persoalan bersama.
Mencari jalan keluar bersama. Menjalin kerukunan. Jangan pedulikan agama mereka
atau suku mereka.

Anda jangan kulakan sendiri. Anda tidak boleh
ke mana-mana. Semua orang kan tidak boleh keluar rumah.

Kerjakan dari rumah. Carilah vendor untuk semua
keperluan tadi lewat online. Carilah tukang sayur, tukang kelontong, tukang
sembako.

Bentuklah grup WA untuk 50 rumah itu. Maka
jadilah 50 rumah tersebut menjadi satu tetangga yang saling terhubung. Menjadi
seperti di desa dulu.

Suami yang istrinya punya kalung, kulkas, dan
TV pasti mampu melakukan itu. Kalau toh merasa tidak mampu hanya karena belum
pernah mau mencoba saja.

Cobalah kali ini. Pasti bisa. Situasi saat ini
lagi ada kebutuhan bersama.

Jangan bentuk organisasi. Jangan bicara
struktur. Langsung masuk ke persoalan. Langsung atasi kebutuhan.

Yang suka membentuk organisasi biasanya tidak
bisa mengisi. Yang pandai mengisi akan mendapat sendiri organisasi.

Istri yang punya kalung, kulkas, dan TV pasti
mampu membantu suami untuk menyukseskan pekerjaan rintisan itu.

Anda jangan pernah minta uang dari tetangga
itu. Biarlah masing-masing membayar sendiri. Jangan sok menjadi koordinator.
Lalu minta mereka membayar ke Anda.

Baca Juga :  Wanita DI's Way

Itu akan menjadi bencana. Ibarat sebuah rumah,
bangunannya sudah roboh sebelum didirikan.

Kenapa bukan pak/bu RT saja yang melakukan itu?

Baik juga kalau Pak/Bu RT melakukannya, tetapi
tidak harus. Siapa tahu pak/bu RT-nya orang sibuk.

Akan lebih baik kalau berada di luar struktur
apa pun. Mandiri, independen, natural.

Lockdown Jakarta ini harus
menghasilkan perubahan besar dalam struktur masyarakat kita. Kalau 50 rumah
dianggap terlalu kecil bikinlah 100. Atau berapa saja, tetapi jangan lebih dari
100. Nanti akan terjerat persoalan rentang kendali.

Kalau bukan untuk bisnis dari mana dapat uang?
Agar kalung, kulkas, dan TV tidak perlu dijual?

Percayalah bisnis akan datang sendiri. Mungkin
tidak hari itu, tetapi tidak akan lama. Ada rahasia bisnis di balik keikhlasan,
ringan kaki, dan pribadi yang bisa dipercaya.

Itu kita bicarakan lain kali.

Sekali ini, please, semua komentar ditiadakan. Kolom
komentar hari ini hanya untuk pembaca yang punya ide: apa yang bisa dikerjakan
selama orang Jakarta tidak bisa keluar rumah.

Boleh saja menyempurnakan ide saya itu. Atau
ide baru yang beda sama sekali.

Harap cebonger dan
kampreter puasa komentar negatif sehari ini.

Mereka itu pada dasarnya orang yang kreatif dan
penuh antusias. Kalau tidak antusias bagaimana bisa terus berjuang
bertahun-tahun –bahkan sampai yang dibela sudah berpelukan.

Hanya orang kreatif dan antusias seperti
cebonger dan kampreter yang punya potensi untuk maju. Antusias. Antusias. Kunci
kemajuan. Kunci perkembangan.

Saya rela mengoreksi ide itu kalau ada yang
lebih baik. Saya begitu bersandar pada mereka yang bisa menjadi salah satu
suami yang bisa membelikan istri kalung, kulkas dan TV.(***)

 

Pasti banyak orang sudah menerima kiriman humor ini:

Sejak harus tinggal di rumah saja,
alhamdulillah, istri ada peningkatan. Hari pertama bisa jualan kalung. Hari
kedua jualan kulkas. Hari ketiga jualan TV. Hari keempat bingung: gak ada lagi
yang bisa dijual.

Lucu. Meski terlalu didramatisasi.

Istri yang sudah punya kalung, kulkas dan TV,
biasanya punya suami bertipe ingin membahagiakan istri.

Suami seperti itu, biasanya, otaknya jalan.
Di-PHK di satu perusahaan segera cari pekerjaan lain. Tidak dapat pekerjaan
pengganti berpikir lain lagi: jual jasa.

Yang sulit itu yang harus di rumah saja sambil
tidak ada perabotan apa pun yang bisa dijual.

Suami di rumah seperti itu biasanya sulit
berpikir. Tidak bisa melihat peluang –apalagi membuatnya. Yang ia lihat hanya
apa yang di depan mata.

Mereka ini tidak pernah berlatih mencari
pilihan-pilihan untuk hidup. Biasanya juga kurang ringan kaki. Itu bukan salah
mereka.

Lingkunganlah yang menciptakan begitu.

Yang seperti itulah yang harus dibantu secara
menyeluruh. Agar tetap bisa hidup –sambil menunggu generasi anak mereka. Atau
sambil menunggu krisis berlalu.

Hanya ekonomi makro yang bergairah yang bisa
membuat mereka hidup sendiri. Begitu ada krisis mereka hanya pasrah. Bersandar
pada nasib. Tidak tahu apa yang harus dikerjakan.

Makro ekonomi yang bagus yang bisa
menyelesaikan persoalan mereka –bukan bagi-bagi bingkisan.

Ups… Maaf. DI’s Way hari ini khusus untuk
pembaca di Jakarta. Yang sejak Jumat malam lalu menjalani hidup lockdown. Orang Jakarta
tidak boleh keluar rumah.

Bagi pembaca di luar Jakarta, berhentilah
membaca. Tidak ada manfaatnya.

Di Jakarta, bagi yang masih punya kalung,
kulkas, dan TV jangan keburu dijual dulu. Harganya lagi jatuh.

Kalau benar-benar memang tidak ada lagi
pekerjaan, masih akan ada pilihan. Kalau benar-benar tidak ada pilihan cobalah
yang satu ini:

Baca Juga :  Dinsos Kalteng Langsung Buka Dapur Umum Untuk Korban Kebakaran

Datangilah 50 rumah di sekitar rumah Anda.
Boleh juga dihubungi lewat telepon. Atau WA. Perkenalkan diri Anda baik-baik:
siapa Anda, yang mana rumah Anda.

Lalu bertanyalah apa saja keperluan yang harus
mereka beli dalam seminggu ke depan. Kalau mereka sudah telanjur belanja,
tanyakan kebutuhan minggu depannya lagi.

Maka Anda akan mendapat daftar keperluan 50
rumah di sekitar Anda.

Anda jangan berniat berdagang. Jangan berniat
bisnis. Jangan berniat cari keuntungan. Jangan mengail di air keruh.

Ikhlas. Ikhlas. Ikhlas.

Niatnya adalah mengatasi persoalan bersama.
Mencari jalan keluar bersama. Menjalin kerukunan. Jangan pedulikan agama mereka
atau suku mereka.

Anda jangan kulakan sendiri. Anda tidak boleh
ke mana-mana. Semua orang kan tidak boleh keluar rumah.

Kerjakan dari rumah. Carilah vendor untuk semua
keperluan tadi lewat online. Carilah tukang sayur, tukang kelontong, tukang
sembako.

Bentuklah grup WA untuk 50 rumah itu. Maka
jadilah 50 rumah tersebut menjadi satu tetangga yang saling terhubung. Menjadi
seperti di desa dulu.

Suami yang istrinya punya kalung, kulkas, dan
TV pasti mampu melakukan itu. Kalau toh merasa tidak mampu hanya karena belum
pernah mau mencoba saja.

Cobalah kali ini. Pasti bisa. Situasi saat ini
lagi ada kebutuhan bersama.

Jangan bentuk organisasi. Jangan bicara
struktur. Langsung masuk ke persoalan. Langsung atasi kebutuhan.

Yang suka membentuk organisasi biasanya tidak
bisa mengisi. Yang pandai mengisi akan mendapat sendiri organisasi.

Istri yang punya kalung, kulkas, dan TV pasti
mampu membantu suami untuk menyukseskan pekerjaan rintisan itu.

Anda jangan pernah minta uang dari tetangga
itu. Biarlah masing-masing membayar sendiri. Jangan sok menjadi koordinator.
Lalu minta mereka membayar ke Anda.

Baca Juga :  Wanita DI's Way

Itu akan menjadi bencana. Ibarat sebuah rumah,
bangunannya sudah roboh sebelum didirikan.

Kenapa bukan pak/bu RT saja yang melakukan itu?

Baik juga kalau Pak/Bu RT melakukannya, tetapi
tidak harus. Siapa tahu pak/bu RT-nya orang sibuk.

Akan lebih baik kalau berada di luar struktur
apa pun. Mandiri, independen, natural.

Lockdown Jakarta ini harus
menghasilkan perubahan besar dalam struktur masyarakat kita. Kalau 50 rumah
dianggap terlalu kecil bikinlah 100. Atau berapa saja, tetapi jangan lebih dari
100. Nanti akan terjerat persoalan rentang kendali.

Kalau bukan untuk bisnis dari mana dapat uang?
Agar kalung, kulkas, dan TV tidak perlu dijual?

Percayalah bisnis akan datang sendiri. Mungkin
tidak hari itu, tetapi tidak akan lama. Ada rahasia bisnis di balik keikhlasan,
ringan kaki, dan pribadi yang bisa dipercaya.

Itu kita bicarakan lain kali.

Sekali ini, please, semua komentar ditiadakan. Kolom
komentar hari ini hanya untuk pembaca yang punya ide: apa yang bisa dikerjakan
selama orang Jakarta tidak bisa keluar rumah.

Boleh saja menyempurnakan ide saya itu. Atau
ide baru yang beda sama sekali.

Harap cebonger dan
kampreter puasa komentar negatif sehari ini.

Mereka itu pada dasarnya orang yang kreatif dan
penuh antusias. Kalau tidak antusias bagaimana bisa terus berjuang
bertahun-tahun –bahkan sampai yang dibela sudah berpelukan.

Hanya orang kreatif dan antusias seperti
cebonger dan kampreter yang punya potensi untuk maju. Antusias. Antusias. Kunci
kemajuan. Kunci perkembangan.

Saya rela mengoreksi ide itu kalau ada yang
lebih baik. Saya begitu bersandar pada mereka yang bisa menjadi salah satu
suami yang bisa membelikan istri kalung, kulkas dan TV.(***)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru