30.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

New Revenue Stream

PERLUKAH media konvensional mencari revenue baru? Jawabnya jelas:
Perlu! Tanpa pendapatan baru, media konvensional bisa limbung. Bisa wassalam!

Secara tradisional, media
konvensional memiliki beberapa sumber pendapatan. Setidaknya ada 3: penjualan
koran, penjualan iklan dan penjualan jasa promosi seperti event organizer.

Pendapatan lainnya masuk dalam
kategori pendapatan lain-lain. Misalnya, penjualan retur atau koran tidak laku,
penyewaan asset seperti gedung dan tanah dan pendapatan bunga atas tabungan
serta deposito (kalau ada).

Dengan penetrasi media online
yang kian dalam, media konvensional dihadapkan pada persoalan baru yang tidak
mudah diatasi. Oplah merosot dan terus merosot.

Kecepatan media online membangun
sebuah budaya baru dalam memperoleh informasi. Pembaca tidak lagi menunggu,
tetapi mencari berita sendiri. Menunggu berita di koran besok pagi terlalu
lama. Sementara informasi di media online bertambah terus setiap waktu.

Shifting media. Itulah yang
sedang terjadi sekarang. Shifting dari media konvensional ke media online.
Imbasnya, iklan pun menurun dan terus menurun. Iklan-iklan seperti lowongan
kerja dan jual beli barang yang dulu merajai median cetak, sekarang berpindah
ke market place.

Sudah gratis, respons pembacanya
cepat pula. Pasang iklan sekarang, tanggapan sudah diterima beberapa menit
kemudian.

Siang tadi saya dikontak seorang
teman lama. Teman baik saat saya masih bekerja di Jawa Pos sebagai manager
pemasaran iklan. Dia big boss di perusahaan periklanan “the big ten”
untuk media konvensional.

Ia mengaku pusing memikirkan masa
depan bisnisnya. Sudah empat tahun terakhir, belanja iklannya menurun terus.
Padahal, kliennya semua masih setia.

Lima tahun lalu, belanja iklannya
mencapai rekor. Sekitar Rp 1,5 triliun. Tahun ini, hingga bulan kelima, belanjanya
baru Rp 150 miliar. Dia pun pasrah. Akhir tahun target belanja iklannya
maksimal hanya Rp 500 miliar.

Baca Juga :  Tarif Sewa Kontainer di Taman Kuliner Belum Ditentukan

Padahal dalam anggaran belanja
tahun ini, sudah termasuk iklan untuk media online: sekitar 50 persen!
“Media konvensional dalam kondisi bahaya!” katanya.

Dengan keuntungan biro iklan yang
berkisar 5 persen, pendapatan bersih perusahaannya tahun ini hanya berkisar Rp
500 miliar x 5 persen atau sekitar Rp 25 miliar. Situasinya kembali seperti 10
tahun lalu.

Bagaimana menyiasati kondisi itu?
Media konvensional harus membuat terobosan agar bisa menghasilkan new revenue
stream. Sumber pendapatan baru. Suka atau tidak suka.

Ada beberapa sumber pendapatan
baru yang bisa dieksplorasi para pengelola media konvensional.

Content Services

Media konvensional memiliki
redaksi yang bertugas membuat berita: Artikel dan foto serta grafis. Tiga
format konten ini selain diperlukan untuk penerbitan medianya juga dibutuhkan
media-media lain, khususnya website. Media konvensional bisa menawarkan diri
untuk menjadi pemasok berita bagi berbagai website yang tidak terurus.

Adik saya, dulu wartawan Jawa Pos
Radar Kudus. Sudah beberapa tahun ini ia resign. Ia sekarang menjadi wartawan
di Muria News. Selain menjadi wartawan di portal web yang berkantor pusat di
Kudus itu, ia juga mengelola sejumlah website milik dinas-dinas di Kabupaten
Grobogan.

Tapi bukan itu intinya. Yang
ingin saya sampaikan, ada peluang mendapatkan revenue bagi media konvensional
dengan menjadi penyedia konten untuk media lain, berbasis berita yang telah
ditulis wartawannya. Apalagi tidak semua berita wartawan terakomodasi di koran
hari itu.

Publishing Services

Masih di seputar konten, media
konvensional memiliki sumber daya manusia unggul di bidang keredaksian. Ahli
membuat berita. Membuat foto. Membuat grafis. Keahlian itu sangat membantu
dalam proses produksi buku. Mengapa media cetak tidak mengembangkan divisi
buku?

Rakyat Merdeka tergolong yang
maju dalam penerbitan buku. Setiap tahun koleksi buku yang ditulis wartawan dan
diterbitkan RM Books bertambah terus. Sampai punya ruang pamer di lobby Graha
Pena, Jakarta. Saya melihatnya lebih mirip toko buku ketimbang show case. Saking
banyaknya koleksi bukunya.

Baca Juga :  Habib Ismail : Saya Belum Menyatakan Maju di Pilgub Kalteng

Sebagai wartawan yang sudah
pensiun, saya usahakan untuk terus menulis. Alhamdulillah, tulisan saya di
media sosial dibaca orang. Lalu mereka ada yang suka. Kemudian minta saya
menjadi penulis untuk bukunya.

Sudah 12 buku saya selesaikan
selama 4 tahun terakhir. Rata-rata setahun tiga buku. Biaya untuk menulis buku
lumayan baik. Meski tidak pernah menetapkan tarif, saya menerima ongkos yang
lumayan. Cukuplah untuk status “pensiunan”.

Communication Services

Redaksi media konvensional juga
punya keahlian membuat pencitraan melalui pemberitaan. Keahlian ini diperlukan
dalam praktik kehumasan. Ada peluang bisnis baru, kalau manajemen media cetak
mau mengelola training kehumasan di berbagai lembaga pemerintah maupun swasta.

LKBN Antara tidak punya media.
Kantor berita milik negara itu punya penghasilan baru dari kegiatan training
kehumasan. Materinya: penulisan, fotografi, videografi dan desain grafis.
Nilainya tidak kecil. Puluhan miliar rupiah per tahun. Kebetulan, istri saya
adalah kepala sekolahnya.

Webinar Services

Mungkin ini sesuatu yang baru:
Media konvensional menjadi penyelenggara jasa seminar online. Tapi kalau
dibilang baru sebenarnya juga tidak. Toh selama ini, redaksi media konvensional
sudah biasa menggelar focus group discussion dan sejenisnya. Tapi tidak
regular. Sekali-sekali saja. Padahal bila diseriusi, webinar bisa menjadi
pendapatan yang tidak kecil.

Saya mengenal bisnis webinar tiga
tahun lalu. Sampai sekarang, saya masih mengelola bisnis ini. Sendirian saja.
Tidak ada competitor. Alhamdulillah, selama tiga tahun sudah menyelenggarakan
lebih dari 1.300 kali seminar online di seluruh Indonesia.

Webinar itu simple. Namanya saja
webinar. Web for seminar. Alias seminar menggunakan website. Seminarnya sama
saja. Teknisnya saja ditambah dengan komputer dan jaringan internet.

Demikian sharing pengalaman dan
pengetahuan dari saya untuk teman-teman. Semoga bermanfaat. (***)

(Penulis adalah wartawan senior
dan praktisi IT)

PERLUKAH media konvensional mencari revenue baru? Jawabnya jelas:
Perlu! Tanpa pendapatan baru, media konvensional bisa limbung. Bisa wassalam!

Secara tradisional, media
konvensional memiliki beberapa sumber pendapatan. Setidaknya ada 3: penjualan
koran, penjualan iklan dan penjualan jasa promosi seperti event organizer.

Pendapatan lainnya masuk dalam
kategori pendapatan lain-lain. Misalnya, penjualan retur atau koran tidak laku,
penyewaan asset seperti gedung dan tanah dan pendapatan bunga atas tabungan
serta deposito (kalau ada).

Dengan penetrasi media online
yang kian dalam, media konvensional dihadapkan pada persoalan baru yang tidak
mudah diatasi. Oplah merosot dan terus merosot.

Kecepatan media online membangun
sebuah budaya baru dalam memperoleh informasi. Pembaca tidak lagi menunggu,
tetapi mencari berita sendiri. Menunggu berita di koran besok pagi terlalu
lama. Sementara informasi di media online bertambah terus setiap waktu.

Shifting media. Itulah yang
sedang terjadi sekarang. Shifting dari media konvensional ke media online.
Imbasnya, iklan pun menurun dan terus menurun. Iklan-iklan seperti lowongan
kerja dan jual beli barang yang dulu merajai median cetak, sekarang berpindah
ke market place.

Sudah gratis, respons pembacanya
cepat pula. Pasang iklan sekarang, tanggapan sudah diterima beberapa menit
kemudian.

Siang tadi saya dikontak seorang
teman lama. Teman baik saat saya masih bekerja di Jawa Pos sebagai manager
pemasaran iklan. Dia big boss di perusahaan periklanan “the big ten”
untuk media konvensional.

Ia mengaku pusing memikirkan masa
depan bisnisnya. Sudah empat tahun terakhir, belanja iklannya menurun terus.
Padahal, kliennya semua masih setia.

Lima tahun lalu, belanja iklannya
mencapai rekor. Sekitar Rp 1,5 triliun. Tahun ini, hingga bulan kelima, belanjanya
baru Rp 150 miliar. Dia pun pasrah. Akhir tahun target belanja iklannya
maksimal hanya Rp 500 miliar.

Baca Juga :  Tarif Sewa Kontainer di Taman Kuliner Belum Ditentukan

Padahal dalam anggaran belanja
tahun ini, sudah termasuk iklan untuk media online: sekitar 50 persen!
“Media konvensional dalam kondisi bahaya!” katanya.

Dengan keuntungan biro iklan yang
berkisar 5 persen, pendapatan bersih perusahaannya tahun ini hanya berkisar Rp
500 miliar x 5 persen atau sekitar Rp 25 miliar. Situasinya kembali seperti 10
tahun lalu.

Bagaimana menyiasati kondisi itu?
Media konvensional harus membuat terobosan agar bisa menghasilkan new revenue
stream. Sumber pendapatan baru. Suka atau tidak suka.

Ada beberapa sumber pendapatan
baru yang bisa dieksplorasi para pengelola media konvensional.

Content Services

Media konvensional memiliki
redaksi yang bertugas membuat berita: Artikel dan foto serta grafis. Tiga
format konten ini selain diperlukan untuk penerbitan medianya juga dibutuhkan
media-media lain, khususnya website. Media konvensional bisa menawarkan diri
untuk menjadi pemasok berita bagi berbagai website yang tidak terurus.

Adik saya, dulu wartawan Jawa Pos
Radar Kudus. Sudah beberapa tahun ini ia resign. Ia sekarang menjadi wartawan
di Muria News. Selain menjadi wartawan di portal web yang berkantor pusat di
Kudus itu, ia juga mengelola sejumlah website milik dinas-dinas di Kabupaten
Grobogan.

Tapi bukan itu intinya. Yang
ingin saya sampaikan, ada peluang mendapatkan revenue bagi media konvensional
dengan menjadi penyedia konten untuk media lain, berbasis berita yang telah
ditulis wartawannya. Apalagi tidak semua berita wartawan terakomodasi di koran
hari itu.

Publishing Services

Masih di seputar konten, media
konvensional memiliki sumber daya manusia unggul di bidang keredaksian. Ahli
membuat berita. Membuat foto. Membuat grafis. Keahlian itu sangat membantu
dalam proses produksi buku. Mengapa media cetak tidak mengembangkan divisi
buku?

Rakyat Merdeka tergolong yang
maju dalam penerbitan buku. Setiap tahun koleksi buku yang ditulis wartawan dan
diterbitkan RM Books bertambah terus. Sampai punya ruang pamer di lobby Graha
Pena, Jakarta. Saya melihatnya lebih mirip toko buku ketimbang show case. Saking
banyaknya koleksi bukunya.

Baca Juga :  Habib Ismail : Saya Belum Menyatakan Maju di Pilgub Kalteng

Sebagai wartawan yang sudah
pensiun, saya usahakan untuk terus menulis. Alhamdulillah, tulisan saya di
media sosial dibaca orang. Lalu mereka ada yang suka. Kemudian minta saya
menjadi penulis untuk bukunya.

Sudah 12 buku saya selesaikan
selama 4 tahun terakhir. Rata-rata setahun tiga buku. Biaya untuk menulis buku
lumayan baik. Meski tidak pernah menetapkan tarif, saya menerima ongkos yang
lumayan. Cukuplah untuk status “pensiunan”.

Communication Services

Redaksi media konvensional juga
punya keahlian membuat pencitraan melalui pemberitaan. Keahlian ini diperlukan
dalam praktik kehumasan. Ada peluang bisnis baru, kalau manajemen media cetak
mau mengelola training kehumasan di berbagai lembaga pemerintah maupun swasta.

LKBN Antara tidak punya media.
Kantor berita milik negara itu punya penghasilan baru dari kegiatan training
kehumasan. Materinya: penulisan, fotografi, videografi dan desain grafis.
Nilainya tidak kecil. Puluhan miliar rupiah per tahun. Kebetulan, istri saya
adalah kepala sekolahnya.

Webinar Services

Mungkin ini sesuatu yang baru:
Media konvensional menjadi penyelenggara jasa seminar online. Tapi kalau
dibilang baru sebenarnya juga tidak. Toh selama ini, redaksi media konvensional
sudah biasa menggelar focus group discussion dan sejenisnya. Tapi tidak
regular. Sekali-sekali saja. Padahal bila diseriusi, webinar bisa menjadi
pendapatan yang tidak kecil.

Saya mengenal bisnis webinar tiga
tahun lalu. Sampai sekarang, saya masih mengelola bisnis ini. Sendirian saja.
Tidak ada competitor. Alhamdulillah, selama tiga tahun sudah menyelenggarakan
lebih dari 1.300 kali seminar online di seluruh Indonesia.

Webinar itu simple. Namanya saja
webinar. Web for seminar. Alias seminar menggunakan website. Seminarnya sama
saja. Teknisnya saja ditambah dengan komputer dan jaringan internet.

Demikian sharing pengalaman dan
pengetahuan dari saya untuk teman-teman. Semoga bermanfaat. (***)

(Penulis adalah wartawan senior
dan praktisi IT)

Terpopuler

Artikel Terbaru