33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Gus Setelah Gus

Sudah lebih dua tahun Gus Sholah terus
memikirkan ini: siapa yang akan menggantikannya. Sebagai Kyai Tebu Ireng. Juga
sebagai ‘CEO’ pondok pesantren ‘bintang sembilan’ di Jombang, Jatim itu.

Kesehatan Gus Sholah –nama lengkapnya
KH Salahuddin Wahid– memang terus menurun. Bahkan sejak sebelum dua tahun
lalu.

Saya termasuk yang sesekali diajak
bicara soal kesehatan. Beliau juga terus mengikuti perkembangan kesehatan saya.
Sejak transplan hati sampai stemcell pun sampai aorta
dissection
.

Gus Sholah adalah orang yang sebenarnya
tidak mau menjadi pimpinan puncak Tebu Ireng. Tapi setelah Gus Dur meninggal
dunia siapa lagi kalau bukan adiknya itu.

Dari segi pendidikan pun Gus Sholah
tidak pernah di pondok pesantren. Waktu beliau kecil ayahanda beliau menjabat
menteri agama: KH Wahid Hasyim. Tinggalnya lebih banyak di Jakarta. Maka
anaknya pun disekolahkan di Jakarta.

Dan ketika sudah waktunya kuliah Gus
Sholah dimasukkan ke ITB Bandung. Jurusan teknik arsitektur pula. Jadilah Gus
Sholah seorang arsitek.

Setelah lulus ITB beliau bekerja di
dunia ilmunya. Termasuk bekerja di perusahaan konstruksi.

Waktu itu di Tebu Ireng belum memerlukan
beliau. Masih banyak kyai besar di sana. Tapi Kyai-kyai sepuh itu satu persatu
wafat.

Maka orang seperti Drs Yusuf Hasyim
didaulat menjadi orang tertinggi di Tebu Ireng. Padahal paman Gus Dur itu lebih
banyak tinggal di Jakarta –menjadi politisi NU tingkat nasional.

Mulailah Tebu Ireng dipimpin oleh yang
bukan murni kyai –dalam pengertian hebat ilmu agamanya.

Yusuf Hasyim pun meninggal. Kyai-kyai
sepuh yang masih berbau Bani Hasyim juga sudah tidak ada. Maka Gus Sholah-lah
tokoh yang berbobot nasional. Yang dianggap paling layak memimpin Tebu Ireng.
Meski juga bukan sosok kyai ulama. Nama Tebu Ireng sudah begitu menasional.
Rasanya aneh kalau pimpinannya bukan tokoh nasional.

Baca Juga :  Pilkada Ditunda, Incumben Masih Diawasi

Ketokohan Gus Sholah dimulai sejak
menjadi anggota MPR. Lalu menjadi Wakil Ketua Komnas Hak Asasi Manusia.
Terakhir menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan capres Jenderal
Wiranto.

Dengan meninggalnya Gus Sholah kemarin
maka habislah generasi cucu Hasyim Asy’ari –Al Hadratus Syaikh.

Gus Sholah meninggal setelah operasi
jantung di usia 70 tahun. Jenazahnya dimakamkan di dekat makam Gus Dur,
kakaknya.

Maka siapa yang akan tampil berikutnya?
Bukankah tidak ada lagi tokoh keluarga Bani Hasyim yang namanya sudah
menasional? Bagaimana dengan menteri agama periode lalu, yang masih berbau Bani
Hasyim?

Gus Sholah tidak pernah menyebut nama
itu sebagai calon penggantinya di Tebu Ireng. Tapi tidak juga segera mengerucut
siapa calon penggantinya.

Sampai-sampai Gus Sholah minta bantuan
banyak aktivis yang dekat dengannya. Gus Sholah mengadakan semacam polling.
Teman-temannya itu diminta menuliskan nama calon penggantinya kelak.

Salah satu yang sering ditanya adalah
Mas’ud Adnan. Yang pernah menjadi Ketua Persatuan Alumni Santri Tebu Ireng.
Mas’ud pernah menjadi Pemimpin Redaksi Harian Bangsa.

Gus Sholah, kata Mas’ud, memang
suka mendengar. Termasuk mendengar pendapat orang lain. Pun pendapat para
santri.

Tipe kepemimpinan Gus Sholah
adalah demokratis. Orangnya sangat ngemong. Tidak banyak mau bicara. Sekali
bicara suaranya sangat rendah dan lirih.

Tapi teman-teman aktivis yang
diminta pendapat itu tidak ada yang mau memberi nama calon pengganti.

Di pesantren tidak ada kebiasaan polling seperti
itu. Gus Sholah saja yang mau melanggar adat pesantren. Teman-temannya tetap
memilih tawadhuk: terserah Gus Sholah saja. Siapa pun yang ditunjuk Gus Sholah
akan didukung.

Baca Juga :  Sertijab Kapolda Kalteng di Mabes Polri, Ilham : Terima Kasih Atas Kin

Baru belakangan Gus Sholah mau
menyebut nama calon pengganti yang ia inginkan: KH Abdul Hakim Mahfudz.
Panggilannya Gus Kikin.

Penyebutan nama Gus Kikin sudah
sejak dua tahun lalu. Praktis semua orang di Tebu Ireng tahu bahwa Gus Kikin
adalah Kyai Tebu Ireng in waiting.

Tapi Gus Kikin tidak pernah mau
mulai tampil. Tidak ada tradisi putra mahkota di Tebu Ireng. Apalagi Gus Kikin
bukan putra Gus Sholah, Yusuf Hasyim atau pun Gus Dur.

Gus Kikin adalah cicit KH Hasyim
Asy’ari dari jalur wanita. Ibunya, Bu Nyai Abidah, adalah cucu KH Hasyim
Asy’ari.

Sama dengan Gus Sholah, Gus Kikin
ini juga tidak pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Tidak bisa
membaca kitab kuning.

Tapi dari segi ekonomi Gus Kikin
sangat mapan. Gus Kikin adalah pengusaha yang mapan. Termasuk pengusaha bidang
minyak dan gas bumi.

Belakangan Gus Kikin juga punya
stasiun TV lokal: BBS. Di Surabaya. Dan memang Gus Kikin adalah sarjana
komunikasi. Dari Universitas Terbuka.

Bagaimana pun Gus Kikin masih
termasuk Bani Hasyim. Dan yang dikehendaki oleh Gus Sholah untuk mendapat
giliran berhenti memikirkan diri sendiri –pindah ke jalur pengabdian.

Maka Tebu Ireng segera memiliki
kyai baru. Yang benar-benar baru: orangnya, latar belakang pendidikannya, pun
profesi hidupnya.
Banyak kyai jadi pengusaha. Kini pengusaha ini, Gus Kikin, giliran yang jadi
kyai.(Dahlan Iskan)

Sudah lebih dua tahun Gus Sholah terus
memikirkan ini: siapa yang akan menggantikannya. Sebagai Kyai Tebu Ireng. Juga
sebagai ‘CEO’ pondok pesantren ‘bintang sembilan’ di Jombang, Jatim itu.

Kesehatan Gus Sholah –nama lengkapnya
KH Salahuddin Wahid– memang terus menurun. Bahkan sejak sebelum dua tahun
lalu.

Saya termasuk yang sesekali diajak
bicara soal kesehatan. Beliau juga terus mengikuti perkembangan kesehatan saya.
Sejak transplan hati sampai stemcell pun sampai aorta
dissection
.

Gus Sholah adalah orang yang sebenarnya
tidak mau menjadi pimpinan puncak Tebu Ireng. Tapi setelah Gus Dur meninggal
dunia siapa lagi kalau bukan adiknya itu.

Dari segi pendidikan pun Gus Sholah
tidak pernah di pondok pesantren. Waktu beliau kecil ayahanda beliau menjabat
menteri agama: KH Wahid Hasyim. Tinggalnya lebih banyak di Jakarta. Maka
anaknya pun disekolahkan di Jakarta.

Dan ketika sudah waktunya kuliah Gus
Sholah dimasukkan ke ITB Bandung. Jurusan teknik arsitektur pula. Jadilah Gus
Sholah seorang arsitek.

Setelah lulus ITB beliau bekerja di
dunia ilmunya. Termasuk bekerja di perusahaan konstruksi.

Waktu itu di Tebu Ireng belum memerlukan
beliau. Masih banyak kyai besar di sana. Tapi Kyai-kyai sepuh itu satu persatu
wafat.

Maka orang seperti Drs Yusuf Hasyim
didaulat menjadi orang tertinggi di Tebu Ireng. Padahal paman Gus Dur itu lebih
banyak tinggal di Jakarta –menjadi politisi NU tingkat nasional.

Mulailah Tebu Ireng dipimpin oleh yang
bukan murni kyai –dalam pengertian hebat ilmu agamanya.

Yusuf Hasyim pun meninggal. Kyai-kyai
sepuh yang masih berbau Bani Hasyim juga sudah tidak ada. Maka Gus Sholah-lah
tokoh yang berbobot nasional. Yang dianggap paling layak memimpin Tebu Ireng.
Meski juga bukan sosok kyai ulama. Nama Tebu Ireng sudah begitu menasional.
Rasanya aneh kalau pimpinannya bukan tokoh nasional.

Baca Juga :  Pilkada Ditunda, Incumben Masih Diawasi

Ketokohan Gus Sholah dimulai sejak
menjadi anggota MPR. Lalu menjadi Wakil Ketua Komnas Hak Asasi Manusia.
Terakhir menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan capres Jenderal
Wiranto.

Dengan meninggalnya Gus Sholah kemarin
maka habislah generasi cucu Hasyim Asy’ari –Al Hadratus Syaikh.

Gus Sholah meninggal setelah operasi
jantung di usia 70 tahun. Jenazahnya dimakamkan di dekat makam Gus Dur,
kakaknya.

Maka siapa yang akan tampil berikutnya?
Bukankah tidak ada lagi tokoh keluarga Bani Hasyim yang namanya sudah
menasional? Bagaimana dengan menteri agama periode lalu, yang masih berbau Bani
Hasyim?

Gus Sholah tidak pernah menyebut nama
itu sebagai calon penggantinya di Tebu Ireng. Tapi tidak juga segera mengerucut
siapa calon penggantinya.

Sampai-sampai Gus Sholah minta bantuan
banyak aktivis yang dekat dengannya. Gus Sholah mengadakan semacam polling.
Teman-temannya itu diminta menuliskan nama calon penggantinya kelak.

Salah satu yang sering ditanya adalah
Mas’ud Adnan. Yang pernah menjadi Ketua Persatuan Alumni Santri Tebu Ireng.
Mas’ud pernah menjadi Pemimpin Redaksi Harian Bangsa.

Gus Sholah, kata Mas’ud, memang
suka mendengar. Termasuk mendengar pendapat orang lain. Pun pendapat para
santri.

Tipe kepemimpinan Gus Sholah
adalah demokratis. Orangnya sangat ngemong. Tidak banyak mau bicara. Sekali
bicara suaranya sangat rendah dan lirih.

Tapi teman-teman aktivis yang
diminta pendapat itu tidak ada yang mau memberi nama calon pengganti.

Di pesantren tidak ada kebiasaan polling seperti
itu. Gus Sholah saja yang mau melanggar adat pesantren. Teman-temannya tetap
memilih tawadhuk: terserah Gus Sholah saja. Siapa pun yang ditunjuk Gus Sholah
akan didukung.

Baca Juga :  Sertijab Kapolda Kalteng di Mabes Polri, Ilham : Terima Kasih Atas Kin

Baru belakangan Gus Sholah mau
menyebut nama calon pengganti yang ia inginkan: KH Abdul Hakim Mahfudz.
Panggilannya Gus Kikin.

Penyebutan nama Gus Kikin sudah
sejak dua tahun lalu. Praktis semua orang di Tebu Ireng tahu bahwa Gus Kikin
adalah Kyai Tebu Ireng in waiting.

Tapi Gus Kikin tidak pernah mau
mulai tampil. Tidak ada tradisi putra mahkota di Tebu Ireng. Apalagi Gus Kikin
bukan putra Gus Sholah, Yusuf Hasyim atau pun Gus Dur.

Gus Kikin adalah cicit KH Hasyim
Asy’ari dari jalur wanita. Ibunya, Bu Nyai Abidah, adalah cucu KH Hasyim
Asy’ari.

Sama dengan Gus Sholah, Gus Kikin
ini juga tidak pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Tidak bisa
membaca kitab kuning.

Tapi dari segi ekonomi Gus Kikin
sangat mapan. Gus Kikin adalah pengusaha yang mapan. Termasuk pengusaha bidang
minyak dan gas bumi.

Belakangan Gus Kikin juga punya
stasiun TV lokal: BBS. Di Surabaya. Dan memang Gus Kikin adalah sarjana
komunikasi. Dari Universitas Terbuka.

Bagaimana pun Gus Kikin masih
termasuk Bani Hasyim. Dan yang dikehendaki oleh Gus Sholah untuk mendapat
giliran berhenti memikirkan diri sendiri –pindah ke jalur pengabdian.

Maka Tebu Ireng segera memiliki
kyai baru. Yang benar-benar baru: orangnya, latar belakang pendidikannya, pun
profesi hidupnya.
Banyak kyai jadi pengusaha. Kini pengusaha ini, Gus Kikin, giliran yang jadi
kyai.(Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru