33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Pilkada Ditunda, Incumben Masih Diawasi

JAKARTA – Meski pemerintah dan penyelenggara pemilu sepakat Pilkada
2020 ditunda, Perppu dari Presiden Joko Widodo belum diterbitkan. Badan
Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menegaskan kepala daerah khususnya incumbent
masih tetap diawasi.

Anggota Bawaslu Fritz Edward
Siregar menegaskan, proses penanganan pelanggaran penyalahgunaan wewenang
kepala daerah dan pejabat pemerintah daerah untuk kepentingan pilkada yang
diatur Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota atau biasa disebut UU Pilkada, bakal tetap ditegakkan.

Alasannya, hingga saat ini aturan
UU Pilkada 10/2016 masih berjalan. Sementara peraturan penggantinya belum ada.
“Penerapan pasal 71 kalau mengacu pada saat ini. Maka tanggal penetapan calon 8
Juli 2020, sebelum peraturan itu diubah, setiap pelanggaran Pasal 71 ayat 1
atau ayat 3 masih berlaku. Karena belum ada tahapan yang mengatakan penetapan
calon berubah dari 8 Juli 2020,” tegas Fritz di Jakarta, Jumat (3/4).

Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) yang mengatur harus diturunkan terlebih dahulu melalui
Peraturan KPU (PKPU). “Baru mengenai tanggal penetapan calon. Perppu juga harus
diturunkan kepada PKPU. Kami masih menunggu PKPU baru mengenai tanggal penetapan
calon. Selama tanggal penetapan calon belum berubah dan masih 8 Juli, apabila
ada kepala daerah atau para pejabat yang melanggar Pasal 71 ini akan tetap
diteruskan proses penangan pelanggarannya,” paparnya.

Menurutnya, UU Pilkada 10/2016
dalam Pasal 71 ayat (1) berbunyi: pejabat negara, pejabat daerah, pejabat
aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan
lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon. Kemudian, Gubernur atau Wakil Gubernur,
Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan
penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon
sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari
Menteri.

Baca Juga :  Belum Semua Direhab, Bangunan Dialihfungsikan Jadi Kantin

“Gubernur atau Wakil Gubernur,
Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang
menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan calon. Baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam
waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon,” tukasnya.

Sementara itu, Ketua Kode
Inisiatif, Veri Junaidi setuju selama belum ada peraturan pengganti maka
penegakan hukum Pasal 71 tetap berlaku. Dalam UU Pilkada 10/2016 disebutkan
adanya larangan kepala daerah untuk menggunakan kewenangan yang merugikan atau
menguntungkan salah satu pasangan calon. Ini terhitung sejak enam bulan sebelum
dilakukannya penetapan pasangan calon.

“Jadi, jika saat ini ada
penegakan hukum terkait pasal 71, mestinya tetap berjalan sesuai dengan
regulasi yang ada. Sepanjang belum ada perubahan dan akan tetap berlaku seperti
peraturan yang sudah berlaku sebelumnya,” jelasnya.

Baca Juga :  Berikut yang Akan Dilakukan Polresta Palangka Raya untuk Antisipasi K

Terpisah, Ketua Bawaslu Abhan
menanggapi waktu penundaan pelaksanaan pemungutan suara dari sebelumnya 23
September 2020 yang hingga kini belum ditetapkan. Menurutnya, dari tiga opsi
yang dikeluarkan KPU, penundaan hingga setahun merupakan yang paling aman
melihat situasi penanganan COVID-19 yang belum selesai.

Sebelumnya, dalam rapat dengar
pendapat (RDP) yang digelar Komisi II DPR RI, KPU memberikan tiga pilihan waktu
penundaan Pilkada Serentak 2020. Disebutkan pemungutan suara pada opsi A
dilakukan 9 Desember 2020, opsi B yakni 17 Maret 2021, dan opsi C pelaksanaan
pemungutan suara pada 29 September 2021.

“KPU mengajukan tiga opsi.
Bawaslu pada prinsipnya yang masih memungkinkan opsi kedua dan ketiga (B dan
C). Opsi pertama (A) agak berat dilakukan. Kita serahkan KPU yang mengatur
tahapan dari PKPU (Peraturan KPU). Tetapi, melihat situasi terkini yang belum
tahu sampai kapan COVID-19 selesai. Maka paling aman 29 September 2021. Jadi,
penundaan setahun,” jelas Abhan.

Dia berharap presiden segera
mengeluarkan Perppu sebagai landasan hukum waktu pelaksanaan pemungutan suara
akibat penundaan tersebut. Perppu, lanjutnya, dibutuhkan agar bisa menentukan
jadwal tahapan pilkada. “Harapannya sebagai penyelenggara harus segera ada
Perppu. Sehingga menjamin kepastian pengeluaran keuangannya. Selain itu, KPU
juga ada kepastian hukum merencanakan kapan dilanjutkan kembali tahapan pemilihan
ini,” paparnya.

JAKARTA – Meski pemerintah dan penyelenggara pemilu sepakat Pilkada
2020 ditunda, Perppu dari Presiden Joko Widodo belum diterbitkan. Badan
Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menegaskan kepala daerah khususnya incumbent
masih tetap diawasi.

Anggota Bawaslu Fritz Edward
Siregar menegaskan, proses penanganan pelanggaran penyalahgunaan wewenang
kepala daerah dan pejabat pemerintah daerah untuk kepentingan pilkada yang
diatur Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota atau biasa disebut UU Pilkada, bakal tetap ditegakkan.

Alasannya, hingga saat ini aturan
UU Pilkada 10/2016 masih berjalan. Sementara peraturan penggantinya belum ada.
“Penerapan pasal 71 kalau mengacu pada saat ini. Maka tanggal penetapan calon 8
Juli 2020, sebelum peraturan itu diubah, setiap pelanggaran Pasal 71 ayat 1
atau ayat 3 masih berlaku. Karena belum ada tahapan yang mengatakan penetapan
calon berubah dari 8 Juli 2020,” tegas Fritz di Jakarta, Jumat (3/4).

Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) yang mengatur harus diturunkan terlebih dahulu melalui
Peraturan KPU (PKPU). “Baru mengenai tanggal penetapan calon. Perppu juga harus
diturunkan kepada PKPU. Kami masih menunggu PKPU baru mengenai tanggal penetapan
calon. Selama tanggal penetapan calon belum berubah dan masih 8 Juli, apabila
ada kepala daerah atau para pejabat yang melanggar Pasal 71 ini akan tetap
diteruskan proses penangan pelanggarannya,” paparnya.

Menurutnya, UU Pilkada 10/2016
dalam Pasal 71 ayat (1) berbunyi: pejabat negara, pejabat daerah, pejabat
aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan
lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon. Kemudian, Gubernur atau Wakil Gubernur,
Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan
penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon
sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari
Menteri.

Baca Juga :  Belum Semua Direhab, Bangunan Dialihfungsikan Jadi Kantin

“Gubernur atau Wakil Gubernur,
Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang
menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan calon. Baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam
waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon,” tukasnya.

Sementara itu, Ketua Kode
Inisiatif, Veri Junaidi setuju selama belum ada peraturan pengganti maka
penegakan hukum Pasal 71 tetap berlaku. Dalam UU Pilkada 10/2016 disebutkan
adanya larangan kepala daerah untuk menggunakan kewenangan yang merugikan atau
menguntungkan salah satu pasangan calon. Ini terhitung sejak enam bulan sebelum
dilakukannya penetapan pasangan calon.

“Jadi, jika saat ini ada
penegakan hukum terkait pasal 71, mestinya tetap berjalan sesuai dengan
regulasi yang ada. Sepanjang belum ada perubahan dan akan tetap berlaku seperti
peraturan yang sudah berlaku sebelumnya,” jelasnya.

Baca Juga :  Berikut yang Akan Dilakukan Polresta Palangka Raya untuk Antisipasi K

Terpisah, Ketua Bawaslu Abhan
menanggapi waktu penundaan pelaksanaan pemungutan suara dari sebelumnya 23
September 2020 yang hingga kini belum ditetapkan. Menurutnya, dari tiga opsi
yang dikeluarkan KPU, penundaan hingga setahun merupakan yang paling aman
melihat situasi penanganan COVID-19 yang belum selesai.

Sebelumnya, dalam rapat dengar
pendapat (RDP) yang digelar Komisi II DPR RI, KPU memberikan tiga pilihan waktu
penundaan Pilkada Serentak 2020. Disebutkan pemungutan suara pada opsi A
dilakukan 9 Desember 2020, opsi B yakni 17 Maret 2021, dan opsi C pelaksanaan
pemungutan suara pada 29 September 2021.

“KPU mengajukan tiga opsi.
Bawaslu pada prinsipnya yang masih memungkinkan opsi kedua dan ketiga (B dan
C). Opsi pertama (A) agak berat dilakukan. Kita serahkan KPU yang mengatur
tahapan dari PKPU (Peraturan KPU). Tetapi, melihat situasi terkini yang belum
tahu sampai kapan COVID-19 selesai. Maka paling aman 29 September 2021. Jadi,
penundaan setahun,” jelas Abhan.

Dia berharap presiden segera
mengeluarkan Perppu sebagai landasan hukum waktu pelaksanaan pemungutan suara
akibat penundaan tersebut. Perppu, lanjutnya, dibutuhkan agar bisa menentukan
jadwal tahapan pilkada. “Harapannya sebagai penyelenggara harus segera ada
Perppu. Sehingga menjamin kepastian pengeluaran keuangannya. Selain itu, KPU
juga ada kepastian hukum merencanakan kapan dilanjutkan kembali tahapan pemilihan
ini,” paparnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru