30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Bali Sudah Bisa Dikunjungi, Otoritas Berbagi Tugas Awasi Penginapan

DENPASAR- Bandara,
penginapan, maupun destinasi wisata menerapkan protokol kesehatan ketat. Desa
adat juga dilibatkan.

Biasanya Juli hingga Agustus adalah saat-saat yang ramai di Bali.
Anak sekolah tengah libur dan wisatawan asing sedang liburan musim panas.

Namun, tahun ini
berbeda. Coronavirus disease 2019 (Covid-19) membuat destinasi wisata andalan
Indonesia itu lumpuh.

Jumat lalu (7/8) Jawa
Pos berkeliling di kawasan Pantai Kuta. Pantai yang menjadi ikon Bali itu
tampak lebih sepi.

Tak ada bule-bule yang
berjalan di pinggir jalan. Toko dan kafe tutup. Di Jalan Poppies yang biasanya
padat oleh pejalan kaki dan pedagang juga tak ada geliat.

Di pantai tak ramai.
Papan surfing yang biasanya berjejer plus surfer lokal yang menawarkan jasa
latihan juga tak kelihatan.

Pedagang asongan hanya
beberapa yang masih tinggal. Ombak Pantai Kuta juga ”nganggur” karena tak
banyak peselancar yang memanfaatkannya.

”Ini lebih parah dari
Bom Bali I dan II,” kata Agung, salah seorang warga Bali.

Saat insiden Bom Bali,
hanya Legian dan beberapa wilayah yang sepi. Itu pun hanya hitungan minggu.
Sementara itu, Covid-19 melumpuhkan Bali sampai lima bulan. Padahal, Bali
biasanya dikunjungi 10 juta wisatawan lokal dan 6 juta turis manca.

Agung pun mengantarkan
Jawa Pos berkeliling ke Legian. Kawasan yang tak jauh dari Pantai Kuta itu
biasanya macet.

Kalau ada mobil
berhenti pasti diburu-buru agar segera jalan. Namun, siang itu hanya beberapa
motor yang lewat. Mobil kami leluasa buat parkir. Meski demikian, tak banyak
yang bisa dinikmati. Sebab, toko dan kafe di pinggir jalan itu tutup.

”Kemarin malam waktu
antar teman, hanya dua atau tiga kelab yang sudah buka. Ini sepertinya sudah
ada geliat,” ujarnya.

Wakil Gubernur Bali
Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati saat ditemui di kantornya Kamis lalu (6/8),
menyatakan bahwa merosotnya pendapatan Bali sudah dimulai pada bulan pertama
adanya kasus Covid-19 di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu,
pemerintah daerah yakin untuk membuka lagi pintu pariwisata.

”Situasi Covid-19 di
Bali tak separah daerah lain,” katanya.

Dia menjabarkan, angka
kesembuhan di Bali mencapai 86,5 persen. Sedangkan yang meninggal karena
Covid-19 hanya 1,3 persen.

Persiapan penanganan
Covid-19 memang sudah dilakukan sejak awal. Pemerintah setempat tak ingin
terjadi kemerosotan yang tajam. Sebab, ekonomi mereka bergantung pada
pergerakan turis, pariwisata.

Baca Juga :  4 Jenis Liburan Seru Isi Waktu Ramadan

”Kami cari tenaga
kesehatan, bahkan sampai honorer. Rumah sakit disiapkan, jangan sampai ada
penundaan layanan,” ucapnya.

Langkah lainnya,
bekerja sama dengan desa adat untuk menggalakkan protokol kesehatan. Masyarakat
diminta untuk mematuhi protokol kesehatan. Mereka yang datang dari perantauan
atau menunjukkan gejala Covid-19 diawasi untuk karantina.

Dengan upaya yang sudah
dilakukan dari awal, Bali pun siap membuka pariwisata kembali. Ada 140 ribu
kamar hotel di Pulau Dewata. Pemerintah provinsi membagi tugas dengan
pemerintah kabupaten/kota untuk mengawasi penginapan.

Penginapan bintang 4 dan
5 menjadi tanggung jawab Pemprov Bali. Sisanya ditambah dengan objek wisata
menjadi tanggung jawab pengasawan kabupaten dan kota.

Setelah 31 Juli dibuka
untuk turis domestik, Bali bersiap diri untuk membuka wisatawan asing. Tenggat
persiapan sampai 11 September. Persiapan digeber. Termasuk diskusi mengenai
peraturan menteri hukum dan HAM terkait pelarangan warga asing datang ke
Indonesia karena Covid-19.

Tak bisa dimungkiri
bahwa pendapatan Bali juga bergantung turis manca yang datang. ”Ibaratnya kalau
seluruh wisatawan domestik datang, belum tentu bisa menutupi kerugian,” kata
pria yang akrab disapa Cok Ace itu.

Salah satu kawasan yang
disiapkan untuk pariwisata di era kebiasaan baru ini adalah Nusa Dua. Managing
Director The Nusa Dua I Gusti Ngurah Ardite pada saat yang sama menyatakan
bahwa daerahnya sudah dibuka untuk pariwisata. Tentu dibarengi dengan protokol
kesehatan. Untuk fasilitas kebersihan, dipasang tempat cuci tangan di banyak
titik.

”Untuk menarik
pengunjung, disiapkan juga berbagai program promosi,” ucapnya.

Jawa Pos sempat
berkunjung di salah satu hotel yang sudah diverifikasi oleh Dinas Pariwisata
Pemerintah Provinsi Bali. Bvlgari Resort Bali di Uluwatu. Manajemen menyiapkan
masker dan hand sanitizer di setiap kamar. Selain itu, mereka bekerja sama
dengan rumah sakit terdekat.

 

”Kami sediakan satu set
perlengkapan kalau ada pengunjung yang harus isolasi,” tutur Director of Sales
and Marketing Bvlgari Resort Bali Melinda Taylor.

Di Novotel Bandara I
Gusti Ngurah Rai juga diberlakukan protokol yang ketat. Salah satunya adalah
pengunjung yang akan bermalam harus melakukan asesmen mandiri apakah berisiko
tertular atau tidak.

Baca Juga :  Indahnya Destinasi Wisata Wonsan-Kolma, Pantai Indah di Korea Utara

General Manager A&G
Department Novotel Hotel Bandara I Gusti Ngurah Rai menyebutkan bahwa upaya
untuk menjaga kepercayaan masyarakat harus ditingkatkan. Untuk itu, manajemen
memberlakukan protokol kesehatan yang ketat.

Di tempat wisata dan
pusat perbelanjaan juga diterapkan protokol kesehatan. Di Pantai Kuta,
misalnya, terdapat tempat cuci tangan di pintu masuk dan keluar.

Akses dibuat terbatas
sehingga pengunjung terpantau. Di pusat oleh-oleh Krisna juga demikian. Sebelum
masuk, pengunjung harus cuci tangan. Thermal gun untuk mengukur suhu badan pun
disiapkan untuk pengunjung yang akan masuk. Penggunaan masker juga diwajibkan.
Jika tidak, tak boleh masuk.

Upaya pencegahan
sebenarnya dilakukan sejak kedatangan penumpang. Di Bandara I Gusti Ngurah Rai,
misalnya. Penumpang harus menunjukkan hasil rapid test atau PCR.

Selain itu, wajib
mengisi Indonesia Health Alert Card (IHAC). Bisa manual ataupun lewat aplikasi
IHAC. Selain itu, ada satu alat pemindai suhu. Jika wisatawan tidak memenuhi
ketentuan kesehatan atau diduga sakit, petugas dari kantor kesehatan pelabuhan
akan memeriksa. Pemprov Bali juga memiliki aplikasi lovebali.pemprov.go.id untuk
wisatawan yang berlibur.

Dengan persiapan itu,
Bali mendeklarasikan diri siap untuk menerima wisatawan. Pemerintah daerah
hanya meminta wisatawan yang berlibur juga mematuhi protokol kesehatan.

Menteri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menyebut, sektor jasa akomodasi dan
makanan serta minuman termasuk yang paling terdampak pandemi Covid-19.
Penyebabnya adalah terhentinya pergerakan manusia karena lebih banyak
beraktivitas di rumah. Sejak kebijakan pelonggaran PSBB diberlakukan beberapa
pemerintah daerah, perlahan geliat ekonomi nasional mulai bergerak. Contohnya
bisa dilihat di Bali.

Untuk itu, Wishnutama
berharap kegiatan pariwisata bisa kembali mendorong perekonomian nasional.
Namun, dia mengingatkan penerapan protokol kesehatan merupakan syarat wajib.

“Kami telah menginisiasi
kampanye InDOnesia CARE,” ungkap Tama, sapaan akrab Wishnutama.

Kampanye itu merupakan
strategi komunikasi untuk membangun kepercayaan publik. Juga untuk membuktikan
bahwa semua tempat usaha sektor parekraf telah mengutamakan prinsip-prinsip
kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang lestari.

Meningkatnya kepercayaan masyarakat juga
diharapkan bisa turut mendorong pertumbuhan sektor pariwisata sekaligus
transportasi. “Ketatnya protokol kesehatan di bandara yang dimiliki PT Angkasa
Pura II dapat menopang pertumbuhan sektor transportasi,” jelas President
Director PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin. 

DENPASAR- Bandara,
penginapan, maupun destinasi wisata menerapkan protokol kesehatan ketat. Desa
adat juga dilibatkan.

Biasanya Juli hingga Agustus adalah saat-saat yang ramai di Bali.
Anak sekolah tengah libur dan wisatawan asing sedang liburan musim panas.

Namun, tahun ini
berbeda. Coronavirus disease 2019 (Covid-19) membuat destinasi wisata andalan
Indonesia itu lumpuh.

Jumat lalu (7/8) Jawa
Pos berkeliling di kawasan Pantai Kuta. Pantai yang menjadi ikon Bali itu
tampak lebih sepi.

Tak ada bule-bule yang
berjalan di pinggir jalan. Toko dan kafe tutup. Di Jalan Poppies yang biasanya
padat oleh pejalan kaki dan pedagang juga tak ada geliat.

Di pantai tak ramai.
Papan surfing yang biasanya berjejer plus surfer lokal yang menawarkan jasa
latihan juga tak kelihatan.

Pedagang asongan hanya
beberapa yang masih tinggal. Ombak Pantai Kuta juga ”nganggur” karena tak
banyak peselancar yang memanfaatkannya.

”Ini lebih parah dari
Bom Bali I dan II,” kata Agung, salah seorang warga Bali.

Saat insiden Bom Bali,
hanya Legian dan beberapa wilayah yang sepi. Itu pun hanya hitungan minggu.
Sementara itu, Covid-19 melumpuhkan Bali sampai lima bulan. Padahal, Bali
biasanya dikunjungi 10 juta wisatawan lokal dan 6 juta turis manca.

Agung pun mengantarkan
Jawa Pos berkeliling ke Legian. Kawasan yang tak jauh dari Pantai Kuta itu
biasanya macet.

Kalau ada mobil
berhenti pasti diburu-buru agar segera jalan. Namun, siang itu hanya beberapa
motor yang lewat. Mobil kami leluasa buat parkir. Meski demikian, tak banyak
yang bisa dinikmati. Sebab, toko dan kafe di pinggir jalan itu tutup.

”Kemarin malam waktu
antar teman, hanya dua atau tiga kelab yang sudah buka. Ini sepertinya sudah
ada geliat,” ujarnya.

Wakil Gubernur Bali
Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati saat ditemui di kantornya Kamis lalu (6/8),
menyatakan bahwa merosotnya pendapatan Bali sudah dimulai pada bulan pertama
adanya kasus Covid-19 di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu,
pemerintah daerah yakin untuk membuka lagi pintu pariwisata.

”Situasi Covid-19 di
Bali tak separah daerah lain,” katanya.

Dia menjabarkan, angka
kesembuhan di Bali mencapai 86,5 persen. Sedangkan yang meninggal karena
Covid-19 hanya 1,3 persen.

Persiapan penanganan
Covid-19 memang sudah dilakukan sejak awal. Pemerintah setempat tak ingin
terjadi kemerosotan yang tajam. Sebab, ekonomi mereka bergantung pada
pergerakan turis, pariwisata.

Baca Juga :  4 Jenis Liburan Seru Isi Waktu Ramadan

”Kami cari tenaga
kesehatan, bahkan sampai honorer. Rumah sakit disiapkan, jangan sampai ada
penundaan layanan,” ucapnya.

Langkah lainnya,
bekerja sama dengan desa adat untuk menggalakkan protokol kesehatan. Masyarakat
diminta untuk mematuhi protokol kesehatan. Mereka yang datang dari perantauan
atau menunjukkan gejala Covid-19 diawasi untuk karantina.

Dengan upaya yang sudah
dilakukan dari awal, Bali pun siap membuka pariwisata kembali. Ada 140 ribu
kamar hotel di Pulau Dewata. Pemerintah provinsi membagi tugas dengan
pemerintah kabupaten/kota untuk mengawasi penginapan.

Penginapan bintang 4 dan
5 menjadi tanggung jawab Pemprov Bali. Sisanya ditambah dengan objek wisata
menjadi tanggung jawab pengasawan kabupaten dan kota.

Setelah 31 Juli dibuka
untuk turis domestik, Bali bersiap diri untuk membuka wisatawan asing. Tenggat
persiapan sampai 11 September. Persiapan digeber. Termasuk diskusi mengenai
peraturan menteri hukum dan HAM terkait pelarangan warga asing datang ke
Indonesia karena Covid-19.

Tak bisa dimungkiri
bahwa pendapatan Bali juga bergantung turis manca yang datang. ”Ibaratnya kalau
seluruh wisatawan domestik datang, belum tentu bisa menutupi kerugian,” kata
pria yang akrab disapa Cok Ace itu.

Salah satu kawasan yang
disiapkan untuk pariwisata di era kebiasaan baru ini adalah Nusa Dua. Managing
Director The Nusa Dua I Gusti Ngurah Ardite pada saat yang sama menyatakan
bahwa daerahnya sudah dibuka untuk pariwisata. Tentu dibarengi dengan protokol
kesehatan. Untuk fasilitas kebersihan, dipasang tempat cuci tangan di banyak
titik.

”Untuk menarik
pengunjung, disiapkan juga berbagai program promosi,” ucapnya.

Jawa Pos sempat
berkunjung di salah satu hotel yang sudah diverifikasi oleh Dinas Pariwisata
Pemerintah Provinsi Bali. Bvlgari Resort Bali di Uluwatu. Manajemen menyiapkan
masker dan hand sanitizer di setiap kamar. Selain itu, mereka bekerja sama
dengan rumah sakit terdekat.

 

”Kami sediakan satu set
perlengkapan kalau ada pengunjung yang harus isolasi,” tutur Director of Sales
and Marketing Bvlgari Resort Bali Melinda Taylor.

Di Novotel Bandara I
Gusti Ngurah Rai juga diberlakukan protokol yang ketat. Salah satunya adalah
pengunjung yang akan bermalam harus melakukan asesmen mandiri apakah berisiko
tertular atau tidak.

Baca Juga :  Indahnya Destinasi Wisata Wonsan-Kolma, Pantai Indah di Korea Utara

General Manager A&G
Department Novotel Hotel Bandara I Gusti Ngurah Rai menyebutkan bahwa upaya
untuk menjaga kepercayaan masyarakat harus ditingkatkan. Untuk itu, manajemen
memberlakukan protokol kesehatan yang ketat.

Di tempat wisata dan
pusat perbelanjaan juga diterapkan protokol kesehatan. Di Pantai Kuta,
misalnya, terdapat tempat cuci tangan di pintu masuk dan keluar.

Akses dibuat terbatas
sehingga pengunjung terpantau. Di pusat oleh-oleh Krisna juga demikian. Sebelum
masuk, pengunjung harus cuci tangan. Thermal gun untuk mengukur suhu badan pun
disiapkan untuk pengunjung yang akan masuk. Penggunaan masker juga diwajibkan.
Jika tidak, tak boleh masuk.

Upaya pencegahan
sebenarnya dilakukan sejak kedatangan penumpang. Di Bandara I Gusti Ngurah Rai,
misalnya. Penumpang harus menunjukkan hasil rapid test atau PCR.

Selain itu, wajib
mengisi Indonesia Health Alert Card (IHAC). Bisa manual ataupun lewat aplikasi
IHAC. Selain itu, ada satu alat pemindai suhu. Jika wisatawan tidak memenuhi
ketentuan kesehatan atau diduga sakit, petugas dari kantor kesehatan pelabuhan
akan memeriksa. Pemprov Bali juga memiliki aplikasi lovebali.pemprov.go.id untuk
wisatawan yang berlibur.

Dengan persiapan itu,
Bali mendeklarasikan diri siap untuk menerima wisatawan. Pemerintah daerah
hanya meminta wisatawan yang berlibur juga mematuhi protokol kesehatan.

Menteri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menyebut, sektor jasa akomodasi dan
makanan serta minuman termasuk yang paling terdampak pandemi Covid-19.
Penyebabnya adalah terhentinya pergerakan manusia karena lebih banyak
beraktivitas di rumah. Sejak kebijakan pelonggaran PSBB diberlakukan beberapa
pemerintah daerah, perlahan geliat ekonomi nasional mulai bergerak. Contohnya
bisa dilihat di Bali.

Untuk itu, Wishnutama
berharap kegiatan pariwisata bisa kembali mendorong perekonomian nasional.
Namun, dia mengingatkan penerapan protokol kesehatan merupakan syarat wajib.

“Kami telah menginisiasi
kampanye InDOnesia CARE,” ungkap Tama, sapaan akrab Wishnutama.

Kampanye itu merupakan
strategi komunikasi untuk membangun kepercayaan publik. Juga untuk membuktikan
bahwa semua tempat usaha sektor parekraf telah mengutamakan prinsip-prinsip
kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang lestari.

Meningkatnya kepercayaan masyarakat juga
diharapkan bisa turut mendorong pertumbuhan sektor pariwisata sekaligus
transportasi. “Ketatnya protokol kesehatan di bandara yang dimiliki PT Angkasa
Pura II dapat menopang pertumbuhan sektor transportasi,” jelas President
Director PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin. 

Terpopuler

Artikel Terbaru