Sajak: Distopia 1
tentang wajah ruang dan
waktu yang terbidik dari sudut
yang berbeda-beda dan
potret-potretnya akan dipamerkan
pada galeri tanpa nyawa
Karanganyar, 2023
———
Distopia 2
Ketika aku menjadi lensa bagi
matahari yang semakin
dekat dengan bumi, setiap lelaku
yang muncul tak lagi memercikkan
bias warna-warni yang selaras
dengan perasaan kekasih,
yang dulu selalu bisa menciptakan
gejolak untuk beramai-ramai
mengambil peran pada
hidup yang pendek, karena sejauh
cahaya yang tertuju saat itu hanya
menyisakan tiga warna:
hitam, putih, dan merah
Karanganyar, 2023
——–
Distopia 3
Sesekali aku meluncur ke bawah,
menelusup pada rekahan tanah
yang menganga, tembus pada
jantung-jantung kering, menimbuni
kenangan yang tak bisa lagi
dipakai sebagai pembangkit rindu
karena jarak yang dulu berperan
sebagai pagar ayu dihapus oleh
satu sentuhan umpat
ketika kaki-kaki malas bergerak
Karanganyar, 2023
—
Distopia 4
Aku berdiri di tiang paling tinggi,
terlihat pabrik-pabrik pencari
kebahagiaan berhenti pada titik
yang dianggap sebagai kesempurnaan
layanan, yang sesungguhnya telah
membuat jalan-jalan tak layak
mendapat hak cipta, karena semua
hanya mengacu pada satu kemegahan,
ingin berada di puncak tanpa perlu
penangkal petir hingga orang-orang latah
berlomba-lomba menapak pada awan
Karanganyar, 2023
—
Distopia 5
Pada akhirnya semua orang akan
hadir pada pameran potret
paling akbar dengan membawa
jatah dosa yang
kemudian dikumpulkan sebagai
bukti atas kesalahan paling menjijikkan,
karena mereka telah sembrono melupakan
cucu-cucu yang tidak
pernah sempat dilahirkan
Karanganyar, 2023
—
YUDITEHA, Penulis dan tinggal di Karanganyar. Buku puisinya, Dolanan, menjadi nomine Prasidatama Jawa Tengah 2019. Buku puisi terbaru Kamus Kecil untuk Pendosa.