33.8 C
Jakarta
Sunday, May 19, 2024
spot_img

Garuda Muda dan Pentingnya Recovery Management

FAKTOR kelelahan menjadi penyebab utama menurunnya performa tim Indonesia U-23 pada dua laga terakhir di ajang Piala Asia U-23 2024. Tim Garuda Muda pun kalah beruntun melawan Uzbekistan dengan skor 0-2 di semifinal dan 1-2 saat melawan Iraq di perebutan tempat ketiga.

Di samping faktor kekalahan, euforia serta harapan tinggi dari seluruh pendukung timnas juga menjadi salah satu beban psikologis yang harus ditanggung para pemain muda kita. Ada pelajaran penting yang bisa kita ambil dari performa mereka dalam mengelola manajemen pemulihan (recovery management).

Dalam dunia sepak bola yang kompetitif, pemain tidak hanya diuji dari kemampuan teknis dan taktisnya. Kemampuan untuk mengelola kelelahan juga turut menjadi penentu. Rasa lelah, baik secara fisik maupun mental, merupakan masalah serius bagi pemain dan tim dalam laga besar seperti Piala Asia.

Dari perspektif sport science, kelelahan adalah hasil dari penurunan energi tubuh akibat aktivitas fisik yang berlebihan. Latihan yang intens, jadwal pertandingan yang padat, serta kurangnya waktu pemulihan menyebabkan terjadinya kelelahan berkepanjangan.

Jadi, ketika tubuh lelah, bukan hanya kinerja fisik yang terpengaruh. Tingkat konsentrasi, respons motorik, kecerdasan emosional, hingga kecepatan pengambilan keputusan di lapangan juga terpengaruh. Untuk mengatasi tantangan kelelahan itu, tim-tim sepak bola modern menggunakan pendekatan ilmiah yang terstruktur.

Jadwal latihan dibuat dan direncanakan dengan cermat, berdasar prinsip fisiologi olahraga. Mencakup latihan fisik yang intensif untuk meningkatkan daya tahan. Kemudian dilanjutkan dengan latihan recovery untuk pemulihan otot. Termasuk program pemantauan kesehatan yang ketat.

Penerapan teknologi modern juga menjadi bagian dari recovery management. Menggunakan perangkat pemantauan kinerja seperti sensor biometrik, tim medis dan pelatih dapat melacak tingkat kelelahan dan proses pemulihan pemain secara real time. Data tersebut kemudian dijadikan sebagai acuan dari program latihan dan waktu istirahat yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemain.

Baca Juga :  Rem Blong

Smelling Salt, Dilarangkah?

Seperti yang kita ketahui, jadwal pertandingan Indonesia sangat padat. Setelah melewati fase grup melalui tiga pertandingan, Garuda Muda harus melawan raksasa Asia Korea Selatan lebih dari 120 menit hingga babak adu penalti. Setelah itu, tren kekalahan mulai terjadi pada dua laga terakhir.

Singkatnya, Indonesia U-23 telah bermain sebanyak enam kali dalam 17 hari. Tentu saja penurunan performa terlihat jelas dari seluruh pemain. Di satu sisi, ada sorotan menarik pada pertandingan melawan Uzbekistan pada Senin (29/4) malam itu.

Terlihat salah seorang pemain Uzbekistan sedang menghirup smelling salt yang diberikan salah satu tim medis. Sontak saja kejadian tersebut menghebohkan dunia maya di Indonesia. Banyak yang berspekulasi Uzbekistan memakai doping pada pertandingan itu.

Smelling salt sering disebut ammonia inhalants. Amonia ini biasanya digunakan untuk memberikan rangsangan yang bekerja secara cepat pada orang yang sedang kehilangan kesadaran. Dalam konteks olahraga, smelling salt sering digunakan dalam tinju, gulat, dan sepak bola. Amonia berfungsi untuk membantu pemain yang mungkin akan pingsan atau kelelahan berat agar dapat bangkit dan kembali fokus dalam pertandingan.

Penggunaan smelling salt ini memang dapat memberikan sensasi menyegarkan dan meningkatkan kewaspadaan secara cepat. Tetapi penting untuk digunakan secara hati-hati dan sesuai petunjuk. Tentu saja, karena amonia dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan jika terus dihirup secara berlebihan.

Membentuk Sport Culture yang Sehat

Selain faktor kelelahan fisik, turnamen Piala Asia U-23 ini memberikan beban mental bagi pemain. Tekanan untuk tampil baik, ekspektasi yang tinggi dari pendukung, serta harapan untuk meraih hasil yang terbaik dapat menyebabkan stres yang berlebihan pada pemain Indonesia.

Baca Juga :  Mengakhiri Perundungan di Sekolah

Hal itu dapat mengganggu konsentrasi, motivasi, dan kepercayaan diri pemain. Terbukti, performa keseluruhan tim di lapangan terus menurun di dua pertandingan terakhir.

Namun, penting untuk diingat, dukungan dari suporter juga dapat memiliki dampak besar bagi kesehatan mental pemain. Suporter yang cerdas dan terdidik dapat memberikan dukungan yang positif dan membangun bagi para pemain. Sebaliknya, suporter yang kurang terdidik atau terlalu emosional dapat menambah tekanan tambahan pada pemain.

Karena itu, edukasi pada suporter Indonesia tentang pentingnya memberikan dukungan yang positif sangatlah penting. Melalui pemahaman bersama tentang peran suporter dalam memberikan dukungan yang konstruktif, kita dapat menciptakan lingkungan yang positif dan mendukung bagi perkembangan sepak bola Indonesia.

Garuda Muda terbukti sukses di AFC Asian Cup U-23 sebagai tim debutan dengan ”gelar” semifinalis. Bersama, kita dapat melihat bagaimana recovery management menjadi salah satu faktor kunci dalam kesuksesan sebuah tim. Dengan pendekatan holistis yang menggabungkan elemen-elemen dari sport science, Garuda Muda berhasil mengatasinya.

Proses pemulihan bukan hanya tentang merawat tubuh, tetapi juga tentang membantu pemain mengatasi tekanan dan stres yang dihadapi, baik di dalam maupun luar lapangan. Dengan dukungan yang konstruktif dari pencinta timnas, seluruh staf pelatih, dan juga jajaran PSSI, kita dapat menciptakan lingkungan yang positif bagi perkembangan sepak bola Indonesia ke depannya. Ayo, Indonesia bisa! (*)

*) RIZKY SUGIANTO PUTRI, Pengajar Antropologi Olahraga di Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Airlangga

FAKTOR kelelahan menjadi penyebab utama menurunnya performa tim Indonesia U-23 pada dua laga terakhir di ajang Piala Asia U-23 2024. Tim Garuda Muda pun kalah beruntun melawan Uzbekistan dengan skor 0-2 di semifinal dan 1-2 saat melawan Iraq di perebutan tempat ketiga.

Di samping faktor kekalahan, euforia serta harapan tinggi dari seluruh pendukung timnas juga menjadi salah satu beban psikologis yang harus ditanggung para pemain muda kita. Ada pelajaran penting yang bisa kita ambil dari performa mereka dalam mengelola manajemen pemulihan (recovery management).

Dalam dunia sepak bola yang kompetitif, pemain tidak hanya diuji dari kemampuan teknis dan taktisnya. Kemampuan untuk mengelola kelelahan juga turut menjadi penentu. Rasa lelah, baik secara fisik maupun mental, merupakan masalah serius bagi pemain dan tim dalam laga besar seperti Piala Asia.

Dari perspektif sport science, kelelahan adalah hasil dari penurunan energi tubuh akibat aktivitas fisik yang berlebihan. Latihan yang intens, jadwal pertandingan yang padat, serta kurangnya waktu pemulihan menyebabkan terjadinya kelelahan berkepanjangan.

Jadi, ketika tubuh lelah, bukan hanya kinerja fisik yang terpengaruh. Tingkat konsentrasi, respons motorik, kecerdasan emosional, hingga kecepatan pengambilan keputusan di lapangan juga terpengaruh. Untuk mengatasi tantangan kelelahan itu, tim-tim sepak bola modern menggunakan pendekatan ilmiah yang terstruktur.

Jadwal latihan dibuat dan direncanakan dengan cermat, berdasar prinsip fisiologi olahraga. Mencakup latihan fisik yang intensif untuk meningkatkan daya tahan. Kemudian dilanjutkan dengan latihan recovery untuk pemulihan otot. Termasuk program pemantauan kesehatan yang ketat.

Penerapan teknologi modern juga menjadi bagian dari recovery management. Menggunakan perangkat pemantauan kinerja seperti sensor biometrik, tim medis dan pelatih dapat melacak tingkat kelelahan dan proses pemulihan pemain secara real time. Data tersebut kemudian dijadikan sebagai acuan dari program latihan dan waktu istirahat yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemain.

Baca Juga :  Rem Blong

Smelling Salt, Dilarangkah?

Seperti yang kita ketahui, jadwal pertandingan Indonesia sangat padat. Setelah melewati fase grup melalui tiga pertandingan, Garuda Muda harus melawan raksasa Asia Korea Selatan lebih dari 120 menit hingga babak adu penalti. Setelah itu, tren kekalahan mulai terjadi pada dua laga terakhir.

Singkatnya, Indonesia U-23 telah bermain sebanyak enam kali dalam 17 hari. Tentu saja penurunan performa terlihat jelas dari seluruh pemain. Di satu sisi, ada sorotan menarik pada pertandingan melawan Uzbekistan pada Senin (29/4) malam itu.

Terlihat salah seorang pemain Uzbekistan sedang menghirup smelling salt yang diberikan salah satu tim medis. Sontak saja kejadian tersebut menghebohkan dunia maya di Indonesia. Banyak yang berspekulasi Uzbekistan memakai doping pada pertandingan itu.

Smelling salt sering disebut ammonia inhalants. Amonia ini biasanya digunakan untuk memberikan rangsangan yang bekerja secara cepat pada orang yang sedang kehilangan kesadaran. Dalam konteks olahraga, smelling salt sering digunakan dalam tinju, gulat, dan sepak bola. Amonia berfungsi untuk membantu pemain yang mungkin akan pingsan atau kelelahan berat agar dapat bangkit dan kembali fokus dalam pertandingan.

Penggunaan smelling salt ini memang dapat memberikan sensasi menyegarkan dan meningkatkan kewaspadaan secara cepat. Tetapi penting untuk digunakan secara hati-hati dan sesuai petunjuk. Tentu saja, karena amonia dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan jika terus dihirup secara berlebihan.

Membentuk Sport Culture yang Sehat

Selain faktor kelelahan fisik, turnamen Piala Asia U-23 ini memberikan beban mental bagi pemain. Tekanan untuk tampil baik, ekspektasi yang tinggi dari pendukung, serta harapan untuk meraih hasil yang terbaik dapat menyebabkan stres yang berlebihan pada pemain Indonesia.

Baca Juga :  Mengakhiri Perundungan di Sekolah

Hal itu dapat mengganggu konsentrasi, motivasi, dan kepercayaan diri pemain. Terbukti, performa keseluruhan tim di lapangan terus menurun di dua pertandingan terakhir.

Namun, penting untuk diingat, dukungan dari suporter juga dapat memiliki dampak besar bagi kesehatan mental pemain. Suporter yang cerdas dan terdidik dapat memberikan dukungan yang positif dan membangun bagi para pemain. Sebaliknya, suporter yang kurang terdidik atau terlalu emosional dapat menambah tekanan tambahan pada pemain.

Karena itu, edukasi pada suporter Indonesia tentang pentingnya memberikan dukungan yang positif sangatlah penting. Melalui pemahaman bersama tentang peran suporter dalam memberikan dukungan yang konstruktif, kita dapat menciptakan lingkungan yang positif dan mendukung bagi perkembangan sepak bola Indonesia.

Garuda Muda terbukti sukses di AFC Asian Cup U-23 sebagai tim debutan dengan ”gelar” semifinalis. Bersama, kita dapat melihat bagaimana recovery management menjadi salah satu faktor kunci dalam kesuksesan sebuah tim. Dengan pendekatan holistis yang menggabungkan elemen-elemen dari sport science, Garuda Muda berhasil mengatasinya.

Proses pemulihan bukan hanya tentang merawat tubuh, tetapi juga tentang membantu pemain mengatasi tekanan dan stres yang dihadapi, baik di dalam maupun luar lapangan. Dengan dukungan yang konstruktif dari pencinta timnas, seluruh staf pelatih, dan juga jajaran PSSI, kita dapat menciptakan lingkungan yang positif bagi perkembangan sepak bola Indonesia ke depannya. Ayo, Indonesia bisa! (*)

*) RIZKY SUGIANTO PUTRI, Pengajar Antropologi Olahraga di Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Airlangga

spot_img
spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru