29.5 C
Jakarta
Tuesday, April 16, 2024

Yakin Tidak Takut Tertular Jika Mematuhi Protokol Kesehatan

Sebagai jurnalis sudah menjadi
pilihan. Memberikan informasi tanpa hoax, suka dan duka terlebih tantangannya
menjadi salah satu alasan bertahan menjadi seorang penulis berita. Di masa
pandemi Covid-19, tentu tantangan dan penghalang begitu besar dalam menjalankan
tugas. Kekhawatiran terjangkit menghantui, karena jurnalis rentan tertular.
Beginilah kisah jurnalis perempuan yang tetap eksis dan bangkit di tengah
pandemi Covid-19. 

 

ARJONI, Palangka Raya

 

NAMANYA Anisa, biasa di sapa Nisa.
Satu-satunya jurnalis perempuan di redaksi koran Kalteng Pos, media terbesar di
Kalteng, yang harus turun ke lapangan. Bergelut di dunia jurnalistik lebih dari
dua tahun. Namun, akhir-akhir ini aktivitasnya dibatasi dengan adanya wabah
yang belum kunjung usai. Ya, pandemi Covid-19.

Awal tahun lalu, Indonesia sudah
mulai resah dengan masuknya wabah pandemi Covid-19 termasuk di Kalteng. Tepat
pada 12 Maret 2020, kasus terkonfirmasi positif covid-19 ditemukan di Kalteng.
Gaduh, resah, khawatir dan seluruh masyarakat panik dan resah. Tidak terkecuali
para jurnalis. 

Masker di pasaran ludes, stok di
apotik-apotik habis. Informasi-informasi hoax pun beredar luas, menambah
keresahan dan kegelisahan masyarakat akan virus asal Wuhan, Cina tersebut.
Virus ini bisa menyerang siapapun termasuk para jurnalis. 

 

Ketakutan juga dialami oleh Nisa
yang masih harus tetap menjalankan tugasnya, meliput dan menulis.Bagaimana
tidak, sebagai seorang pewarta dengan aktivitas padat, datang ke tempat satu
dan tempat yang lainnya. Bertemu orang satu dan berganti bertemu dengan yang
lainnya. 

“Memang, di awal-awal adanya wabah
pandemi Covid-19 tentu saja ketakutan, sama seperti masyarakat pada
umumnya.  Takut tertular bahkan berfikir bahwa orang yang terpapar
Covid-19 akan meninggal,” katanya saat dibincangi, kaltengpos.co, Kamis (29/10)
lalu.

Kekhawatiran Nisa terjangkit virus
corona makin menjadi, dengan ditemukannya kasus positif di redaksi Kakteng Pos,
pada Agustus 2020 lalu. Tidak main-main 8 rekannya satu ruangan dalam mengolah
berita dinyatakan positif. Kantor ditutup dan seluruh pegawai dari bawah hingga
pucuk pimpinan di swab, terutama jurnalis dan redaktur koran Kalteng Pos.

Baca Juga :  Sowan Kiai NU sebelum Bikin Walisongo Chronicles

Aktivitasnya betul-betul terbatas
saat itu. Namun, perannya sebagai jurnalis juga diperlukan di tengah pandemi
Covid-19 saat ini. Tentu untuk menyajikan informasi yang tepat dan akurat
kepada masyarakat.

“Makin khawatir ketika
teman-teman di redaksi dinyatakan positif. Kita semua diswab sebanyak dua kali
dan isolasi mandiri selama 14 hari untuk memastikan tidak terjangkit.
Alhamdulillah hasil swab negatif dan kawan-kawan yang positif dinyatakan sembuh
setelah melalui perawatan,” ucapnya.

Sebagai jurnalis yang terus
memantau perkembangan kasus corona virus, Nisa mengaku pandemi covid berdampak
luas. Selain kesehatan, pendidikan dan ekonomi masyarakat juga sangat
terdampak. Beberapa perusahaan terpaksa merumahkan karyawan, termasuk Kalteng Pos
yang merumahkan sebagian karyawan.

 

Tenaga kesehatan harus bekerja
bertarung nyawa menyelamatkan pasien yang terpapar. Pemerintah juga turun
tangan melakukan pencegahan. Begitu pula dengan jurnalis.  Sudah
semestinya menjalankan perannya menyampaikan informasi kepada publik, edukasi
dan kampanye pencegahan Covid-19.

Namun, tugasnya sebagai jurnalis
juga menuntutnya menggali informasi yang benar dan akurat pada setiap
narasumber yang berkompeten di bidangnya. Dengan keterbatasannya melakukan
peliputan, ia berusaha mengonformasi setiap narasumber dibidangnya untuk
meminta informasi.

“Pertama ada Covid-19 kami
jurnalis di Kalteng Pos disarankan bekerja di rumah saja.  Biasanya
wawancara dilakukan dengan mendatangi narasumber, tetapi saat itu harus betul-betul
memanfaatkan gawai untuk berkomunikasi,” ucapnya.

Dengan mengetahui informasi dari
setiap narasumber yang diklarifikasi itu, perempuan dengan nama lengkap Anisa
Bahril Wahdah ini menyebut lebih terbuka dan lebih menenangkan dirinya sendiri.
Namun, informasi itu tidak serta merta untuk dirinya sendiri melainkan juga
harus disampaikan kepada publik.

“Sebagai jurnalis tentu saja juga
menuliskan informasi itu dan disampaikan kepada publik, pemerintah memang
sangat gencar menyampaikan imbauan pencegahan melalui baner, siaran keliling
atau iklan. Namun, informasi itu apabila tidak disampaikan melalui media
seprtinya juga kurang tersampaikan dengan jelas,” bebernya.

 

Dengan informasi yang ia dapatkan
inilah, perlahan ia kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Tetapi, selalu
mengutamakan protkol kesehatan. Lantaran, informasi dan edukasi yang ia terima
dari narasumber sudah melekat di otaknya dan terus menerus ingin melakukan yang
sudah disampaikan narasumber kepadanya.

Baca Juga :  Sekolah dan Kerja Berhenti Demi Jaga Adik, Senang Jika Tetangga Gelar

“Setiap kali saya wawancara dengan
narasumber selalu disampaikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19, sehingga
4M bagi saya sudah makanan sehari-hari dan wajar saja jika saya selalu
menerapkan pada setiap kegiatan saya,” ungkapnya.

Misal saja, perempuan berkerudung
ini mengaku tidak bisa pergi tanpa menggunakan masker dan membawa hand
sanitizer. Jika terlupa membawa, ia akan pulang dan memastikan barang yang
sangat berguna itu ada di dalam tasnya. “Saya tidak pernah meninggalkan hand
sanitizer, jika tertinggal saya akan pulang untuk mengambilnya. Bagi saya,
untuk seseorang dengan aktivitas tinggi di luar rumah wajib menyediakan hand
sanitizer,” ucapnya.

Ia bersyukur, dengan penerapan
protokol kesehatan dalam setiap kegiatannya dapat menjaganya. Terbukti, selama
pandemi Covid-19 ia sudah beberapa kali dilakukan pemeriksaan baik rapid test
maupun test swab. Dan hasil yang diperoleh selalu non reaktif dan negatif.

“Dulu pertama kali rapid test itu
takut, namun selama saya patuh pada protkol kesehatan saya yakin bahwa saya
terhindar dari Covid-19. Dengan demikian, aktivitas penuh saya di luar tidak
menjadikan saya khawatir tetapi tetap waspada,” tegas perempuan lulusan
Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya ini.

 

Anisa juga menyampaikan apresiasi
kepada pemerintah yang memperhatikan jurnalis dengan berbagai program bantuan
selama pandemi Covid-19. Dengan bantuan dan kepedulian pemeritnah itu, jurnalis
harus tetap eksis dan bangkit menyajikan informasi yang benar kepada
masyarakat. 

“Program jurnalis ubah laku
dan program lainnya untuk jurnalis, tentu sangat membantu. Saya mengajak kita
bangkit dari dampak pandemi, dengan adaptasi kebiasaan dan terutama menerapkan
protokol kesehatan,” tukasnya.

Berdasarkan data Tim Satuan Tugas
Penanganan Covid-19 Provinsi Kalteng, sampai 30 Oktober 2020, kasus positif
sebanyak 4.297. Dari total tersebut 3.855 dinyatakan sembuh, 251 orang meningal
dunia, dan 291 masih dalam perawatan. 

Sebagai jurnalis sudah menjadi
pilihan. Memberikan informasi tanpa hoax, suka dan duka terlebih tantangannya
menjadi salah satu alasan bertahan menjadi seorang penulis berita. Di masa
pandemi Covid-19, tentu tantangan dan penghalang begitu besar dalam menjalankan
tugas. Kekhawatiran terjangkit menghantui, karena jurnalis rentan tertular.
Beginilah kisah jurnalis perempuan yang tetap eksis dan bangkit di tengah
pandemi Covid-19. 

 

ARJONI, Palangka Raya

 

NAMANYA Anisa, biasa di sapa Nisa.
Satu-satunya jurnalis perempuan di redaksi koran Kalteng Pos, media terbesar di
Kalteng, yang harus turun ke lapangan. Bergelut di dunia jurnalistik lebih dari
dua tahun. Namun, akhir-akhir ini aktivitasnya dibatasi dengan adanya wabah
yang belum kunjung usai. Ya, pandemi Covid-19.

Awal tahun lalu, Indonesia sudah
mulai resah dengan masuknya wabah pandemi Covid-19 termasuk di Kalteng. Tepat
pada 12 Maret 2020, kasus terkonfirmasi positif covid-19 ditemukan di Kalteng.
Gaduh, resah, khawatir dan seluruh masyarakat panik dan resah. Tidak terkecuali
para jurnalis. 

Masker di pasaran ludes, stok di
apotik-apotik habis. Informasi-informasi hoax pun beredar luas, menambah
keresahan dan kegelisahan masyarakat akan virus asal Wuhan, Cina tersebut.
Virus ini bisa menyerang siapapun termasuk para jurnalis. 

 

Ketakutan juga dialami oleh Nisa
yang masih harus tetap menjalankan tugasnya, meliput dan menulis.Bagaimana
tidak, sebagai seorang pewarta dengan aktivitas padat, datang ke tempat satu
dan tempat yang lainnya. Bertemu orang satu dan berganti bertemu dengan yang
lainnya. 

“Memang, di awal-awal adanya wabah
pandemi Covid-19 tentu saja ketakutan, sama seperti masyarakat pada
umumnya.  Takut tertular bahkan berfikir bahwa orang yang terpapar
Covid-19 akan meninggal,” katanya saat dibincangi, kaltengpos.co, Kamis (29/10)
lalu.

Kekhawatiran Nisa terjangkit virus
corona makin menjadi, dengan ditemukannya kasus positif di redaksi Kakteng Pos,
pada Agustus 2020 lalu. Tidak main-main 8 rekannya satu ruangan dalam mengolah
berita dinyatakan positif. Kantor ditutup dan seluruh pegawai dari bawah hingga
pucuk pimpinan di swab, terutama jurnalis dan redaktur koran Kalteng Pos.

Baca Juga :  Sowan Kiai NU sebelum Bikin Walisongo Chronicles

Aktivitasnya betul-betul terbatas
saat itu. Namun, perannya sebagai jurnalis juga diperlukan di tengah pandemi
Covid-19 saat ini. Tentu untuk menyajikan informasi yang tepat dan akurat
kepada masyarakat.

“Makin khawatir ketika
teman-teman di redaksi dinyatakan positif. Kita semua diswab sebanyak dua kali
dan isolasi mandiri selama 14 hari untuk memastikan tidak terjangkit.
Alhamdulillah hasil swab negatif dan kawan-kawan yang positif dinyatakan sembuh
setelah melalui perawatan,” ucapnya.

Sebagai jurnalis yang terus
memantau perkembangan kasus corona virus, Nisa mengaku pandemi covid berdampak
luas. Selain kesehatan, pendidikan dan ekonomi masyarakat juga sangat
terdampak. Beberapa perusahaan terpaksa merumahkan karyawan, termasuk Kalteng Pos
yang merumahkan sebagian karyawan.

 

Tenaga kesehatan harus bekerja
bertarung nyawa menyelamatkan pasien yang terpapar. Pemerintah juga turun
tangan melakukan pencegahan. Begitu pula dengan jurnalis.  Sudah
semestinya menjalankan perannya menyampaikan informasi kepada publik, edukasi
dan kampanye pencegahan Covid-19.

Namun, tugasnya sebagai jurnalis
juga menuntutnya menggali informasi yang benar dan akurat pada setiap
narasumber yang berkompeten di bidangnya. Dengan keterbatasannya melakukan
peliputan, ia berusaha mengonformasi setiap narasumber dibidangnya untuk
meminta informasi.

“Pertama ada Covid-19 kami
jurnalis di Kalteng Pos disarankan bekerja di rumah saja.  Biasanya
wawancara dilakukan dengan mendatangi narasumber, tetapi saat itu harus betul-betul
memanfaatkan gawai untuk berkomunikasi,” ucapnya.

Dengan mengetahui informasi dari
setiap narasumber yang diklarifikasi itu, perempuan dengan nama lengkap Anisa
Bahril Wahdah ini menyebut lebih terbuka dan lebih menenangkan dirinya sendiri.
Namun, informasi itu tidak serta merta untuk dirinya sendiri melainkan juga
harus disampaikan kepada publik.

“Sebagai jurnalis tentu saja juga
menuliskan informasi itu dan disampaikan kepada publik, pemerintah memang
sangat gencar menyampaikan imbauan pencegahan melalui baner, siaran keliling
atau iklan. Namun, informasi itu apabila tidak disampaikan melalui media
seprtinya juga kurang tersampaikan dengan jelas,” bebernya.

 

Dengan informasi yang ia dapatkan
inilah, perlahan ia kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Tetapi, selalu
mengutamakan protkol kesehatan. Lantaran, informasi dan edukasi yang ia terima
dari narasumber sudah melekat di otaknya dan terus menerus ingin melakukan yang
sudah disampaikan narasumber kepadanya.

Baca Juga :  Sekolah dan Kerja Berhenti Demi Jaga Adik, Senang Jika Tetangga Gelar

“Setiap kali saya wawancara dengan
narasumber selalu disampaikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19, sehingga
4M bagi saya sudah makanan sehari-hari dan wajar saja jika saya selalu
menerapkan pada setiap kegiatan saya,” ungkapnya.

Misal saja, perempuan berkerudung
ini mengaku tidak bisa pergi tanpa menggunakan masker dan membawa hand
sanitizer. Jika terlupa membawa, ia akan pulang dan memastikan barang yang
sangat berguna itu ada di dalam tasnya. “Saya tidak pernah meninggalkan hand
sanitizer, jika tertinggal saya akan pulang untuk mengambilnya. Bagi saya,
untuk seseorang dengan aktivitas tinggi di luar rumah wajib menyediakan hand
sanitizer,” ucapnya.

Ia bersyukur, dengan penerapan
protokol kesehatan dalam setiap kegiatannya dapat menjaganya. Terbukti, selama
pandemi Covid-19 ia sudah beberapa kali dilakukan pemeriksaan baik rapid test
maupun test swab. Dan hasil yang diperoleh selalu non reaktif dan negatif.

“Dulu pertama kali rapid test itu
takut, namun selama saya patuh pada protkol kesehatan saya yakin bahwa saya
terhindar dari Covid-19. Dengan demikian, aktivitas penuh saya di luar tidak
menjadikan saya khawatir tetapi tetap waspada,” tegas perempuan lulusan
Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya ini.

 

Anisa juga menyampaikan apresiasi
kepada pemerintah yang memperhatikan jurnalis dengan berbagai program bantuan
selama pandemi Covid-19. Dengan bantuan dan kepedulian pemeritnah itu, jurnalis
harus tetap eksis dan bangkit menyajikan informasi yang benar kepada
masyarakat. 

“Program jurnalis ubah laku
dan program lainnya untuk jurnalis, tentu sangat membantu. Saya mengajak kita
bangkit dari dampak pandemi, dengan adaptasi kebiasaan dan terutama menerapkan
protokol kesehatan,” tukasnya.

Berdasarkan data Tim Satuan Tugas
Penanganan Covid-19 Provinsi Kalteng, sampai 30 Oktober 2020, kasus positif
sebanyak 4.297. Dari total tersebut 3.855 dinyatakan sembuh, 251 orang meningal
dunia, dan 291 masih dalam perawatan. 

Terpopuler

Artikel Terbaru