30.1 C
Jakarta
Tuesday, April 16, 2024

Dibacakan oleh Ibu, Anak Langsung Nyantol

Keke
si Masker, Hana si Hand Sanitizer, Sasa si Sabun Cuci, Kak Arina, dan Virus
Corona menjadi tokoh utama dalam dongeng Perlindungan Diri dari Virus Corona.
Karakternya dibuat hidup, lucu, dan berwarna. Supaya anak-anak tertarik dan
gampang memahami.

 

NURUL KOMARIYAH,
Surabaya

 

Perkenalan Keke si
Masker dan Hana si Hand Sanitizer bermula di sebuah taman baca masyarakat
(TBM). Saat itu, Keke baru saja dilepas dari wajah Kak Arina, salah seorang
petugas TBM. Dia lantas diletakkan di atas meja, di samping Hana yang berbentuk
botol hand sanitizer. Malu-malu, keduanya saling memperkenalkan diri. Lantas,
lambat laun akrab satu sama lain.

 

Selaku masker, Keke
menjelaskan bahwa dirinya saat ini tidak hanya berfungsi melindungi wajah Kak
Arina dari debu. Tetapi, juga menjaga manusia dari penularan virus Corona.

 

Dengan ekspresi
antusias dan wajah lucu merah jambunya, Keke si Masker berkisah. Bahwa virus
Corona telah membuat banyak manusia sakit. Dengan disertai demam, batuk, dan
sesak napas.

 

Cuplikan perkenalan itu
ada dalam episode 1 dongeng digital berjudul Perlindungan Diri dari Virus
Corona. Ide jalan cerita dan tokoh-tokohnya merupakan besutan Novita Rully
Anggraeny dan Vegasari Yuniati. Keduanya merupakan pegiat literasi sekaligus
bekerja di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Surabaya.

 

Novita menjelaskan,
gagasan membuat dongeng itu timbul di sela-sela waktu luang selama work from
home (WFH). ”Aku sama Vega kebetulan sekantor. Sistemnya sehari kerja di
kantor, sehari kerja di rumah. Nah, kadang kalau pas di kantor itu bingung mau
berbuat apa,” katanya kepada Jawa Pos kemarin.

 

Karena itu, terpikirlah
membuat cerita buat sumbangsih edukasi kepada anak-anak. Bagi Novita, menyusun
cerita untuk anak-anak bukanlah sesuatu yang baru. Tahun lalu dia sempat
terlibat sebagai salah satu penulis cerita bergambar (cergam) Seri Surabaya
dalam Imajinasi yang merupakan program dispusip. Dongeng Corona dibuatnya
bersama Vega melalui diskusi. Mulai tokoh, penokohan, alur, hingga amanat atau
pesan cerita.

Baca Juga :  Melayani Masyarakat, Pemprov Berikan Bantuan ke Kotim Rp300 Miliar Leb

 

Salah satu niat
utamanya adalah untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak mengenai bahaya
atau dampak yang ditimbulkan virus Corona jenis baru itu. Lewat cara yang
menyenangkan sekaligus mudah dipahami. Mereka pun menyusun dongeng tersebut
dalam tiga episode yang dikeluarkan secara bertahap. Siapa pun bisa mengunduh
dan mengakses gratis dongeng digital itu.

 

”File-nya bisa diunduh
dari media sosial. Kami juga bagikan di grup WhatsApp guru TK, grup TBM. Juga
ke bibit penulis anak maupun bibit pendongeng Surabaya,” katanya.

 

Bahkan, lanjut Novita,
ada salah seorang ibu dari Bali yang minta file-nya untuk dibacakan buat
anaknya.

 

Setelah menuntaskan
naskah cerita untuk tiga episode, Novita dan Vega melakukan beberapa kali
revisi. Vega bahkan membacakan dongeng dengan suara nyaring kepada buah
hatinya, Devandra Rayyan Sudibyo, 3. ”Waktu itu bentuknya masih berupa draf
tanpa gambar, aku bacakan ke anakku dengan teknik read a loud. Dari situ bisa
tahu misalnya ada alur yang enggak nyambung,” ungkap perempuan yang dikenal
dengan nama pena Vegamoon itu.

 

Bukan hanya jalan
cerita yang menjadi perhatian mereka. Melainkan juga soal EYD hingga tanda
baca. Mereka tidak segan mencoreti dan merevisi bagian-bagian yang tidak tepat
secara kebahasaan. ”Memang dipikirkan sampai sedetail itu. Karena bagian dari
tanggung jawab moral. Kami berdua saling melengkapi. Aku sangat concern dengan
EYD dan tanda baca. Novita jago membuat kalimat sederhana yang khas anak-anak,”
terangnya.

Baca Juga :  Mengedepankan Prinsip Disiplin, Usaha dan Doa, Kerjakan Sesuatu dengan

 

Dia menambahkan,
dongeng digital itu juga merupakan perwujudan misinya bersama Novita. Selain
mengedukasi anak-anak tentang virus baru yang penularannya sangat cepat, mereka
juga membawa pesan lain. Yakni, ajakan untuk orang tua agar menyempatkan
mendongeng kepada buah hatinya di rumah. Dia sendiri sudah merasakan
manfaatnya. ”Kita mungkin mikir, hanya bacain nyaring masak paham anak usia 2
tahun. Ternyata, mereka bisa merekam kata-kata baru. Anakku sudah sangat paham
apa itu Corona, mengapa harus sering cuci tangan. ”Read a loud itu murah, yang
penting komitmen. Apalagi di Surabaya banyak fasilitas layanan baca,” imbuhnya.

 

Selain Novita dan Vega,
ada satu sosok lagi yang juga turut andil dalam mengeksekusi dongeng digital
tentang Corona. Dia adalah Shafira Utami yang membuatkan ilustrasi untuk
tokoh-tokoh di dalam cerita. Selain masker, hand sanitizer, dan Kak Arina, ada
juga karakter Sasa si Sabun Cuci. Juga karakter Virus Corona berupa bola hijau
yang dipenuhi duri dan deretan gigi tajam.

 

Shafira mengaku
mengusung konsep ekspresif dan imajinatif. Dengan dominasi warna-warna cerah
nan hangat. Misalnya, oranye, tosca, ungu, dan cokelat muda. Ilustrasi untuk satu
episode bisa dituntaskan dalam kurun waktu dua pekan di sela-sela aktivitas
kuliah online.

 

”Inspirasinya dari
film Toys Story, di mana karakter mainan bisa bicara saat dia sedang sendiri
atau lagi enggak ada manusia. Pewarnaan dan proses sketching saya kerjakan
manual,” terang mahasiswa semester VI DKV ITS itu.

Keke
si Masker, Hana si Hand Sanitizer, Sasa si Sabun Cuci, Kak Arina, dan Virus
Corona menjadi tokoh utama dalam dongeng Perlindungan Diri dari Virus Corona.
Karakternya dibuat hidup, lucu, dan berwarna. Supaya anak-anak tertarik dan
gampang memahami.

 

NURUL KOMARIYAH,
Surabaya

 

Perkenalan Keke si
Masker dan Hana si Hand Sanitizer bermula di sebuah taman baca masyarakat
(TBM). Saat itu, Keke baru saja dilepas dari wajah Kak Arina, salah seorang
petugas TBM. Dia lantas diletakkan di atas meja, di samping Hana yang berbentuk
botol hand sanitizer. Malu-malu, keduanya saling memperkenalkan diri. Lantas,
lambat laun akrab satu sama lain.

 

Selaku masker, Keke
menjelaskan bahwa dirinya saat ini tidak hanya berfungsi melindungi wajah Kak
Arina dari debu. Tetapi, juga menjaga manusia dari penularan virus Corona.

 

Dengan ekspresi
antusias dan wajah lucu merah jambunya, Keke si Masker berkisah. Bahwa virus
Corona telah membuat banyak manusia sakit. Dengan disertai demam, batuk, dan
sesak napas.

 

Cuplikan perkenalan itu
ada dalam episode 1 dongeng digital berjudul Perlindungan Diri dari Virus
Corona. Ide jalan cerita dan tokoh-tokohnya merupakan besutan Novita Rully
Anggraeny dan Vegasari Yuniati. Keduanya merupakan pegiat literasi sekaligus
bekerja di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Surabaya.

 

Novita menjelaskan,
gagasan membuat dongeng itu timbul di sela-sela waktu luang selama work from
home (WFH). ”Aku sama Vega kebetulan sekantor. Sistemnya sehari kerja di
kantor, sehari kerja di rumah. Nah, kadang kalau pas di kantor itu bingung mau
berbuat apa,” katanya kepada Jawa Pos kemarin.

 

Karena itu, terpikirlah
membuat cerita buat sumbangsih edukasi kepada anak-anak. Bagi Novita, menyusun
cerita untuk anak-anak bukanlah sesuatu yang baru. Tahun lalu dia sempat
terlibat sebagai salah satu penulis cerita bergambar (cergam) Seri Surabaya
dalam Imajinasi yang merupakan program dispusip. Dongeng Corona dibuatnya
bersama Vega melalui diskusi. Mulai tokoh, penokohan, alur, hingga amanat atau
pesan cerita.

Baca Juga :  Melayani Masyarakat, Pemprov Berikan Bantuan ke Kotim Rp300 Miliar Leb

 

Salah satu niat
utamanya adalah untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak mengenai bahaya
atau dampak yang ditimbulkan virus Corona jenis baru itu. Lewat cara yang
menyenangkan sekaligus mudah dipahami. Mereka pun menyusun dongeng tersebut
dalam tiga episode yang dikeluarkan secara bertahap. Siapa pun bisa mengunduh
dan mengakses gratis dongeng digital itu.

 

”File-nya bisa diunduh
dari media sosial. Kami juga bagikan di grup WhatsApp guru TK, grup TBM. Juga
ke bibit penulis anak maupun bibit pendongeng Surabaya,” katanya.

 

Bahkan, lanjut Novita,
ada salah seorang ibu dari Bali yang minta file-nya untuk dibacakan buat
anaknya.

 

Setelah menuntaskan
naskah cerita untuk tiga episode, Novita dan Vega melakukan beberapa kali
revisi. Vega bahkan membacakan dongeng dengan suara nyaring kepada buah
hatinya, Devandra Rayyan Sudibyo, 3. ”Waktu itu bentuknya masih berupa draf
tanpa gambar, aku bacakan ke anakku dengan teknik read a loud. Dari situ bisa
tahu misalnya ada alur yang enggak nyambung,” ungkap perempuan yang dikenal
dengan nama pena Vegamoon itu.

 

Bukan hanya jalan
cerita yang menjadi perhatian mereka. Melainkan juga soal EYD hingga tanda
baca. Mereka tidak segan mencoreti dan merevisi bagian-bagian yang tidak tepat
secara kebahasaan. ”Memang dipikirkan sampai sedetail itu. Karena bagian dari
tanggung jawab moral. Kami berdua saling melengkapi. Aku sangat concern dengan
EYD dan tanda baca. Novita jago membuat kalimat sederhana yang khas anak-anak,”
terangnya.

Baca Juga :  Mengedepankan Prinsip Disiplin, Usaha dan Doa, Kerjakan Sesuatu dengan

 

Dia menambahkan,
dongeng digital itu juga merupakan perwujudan misinya bersama Novita. Selain
mengedukasi anak-anak tentang virus baru yang penularannya sangat cepat, mereka
juga membawa pesan lain. Yakni, ajakan untuk orang tua agar menyempatkan
mendongeng kepada buah hatinya di rumah. Dia sendiri sudah merasakan
manfaatnya. ”Kita mungkin mikir, hanya bacain nyaring masak paham anak usia 2
tahun. Ternyata, mereka bisa merekam kata-kata baru. Anakku sudah sangat paham
apa itu Corona, mengapa harus sering cuci tangan. ”Read a loud itu murah, yang
penting komitmen. Apalagi di Surabaya banyak fasilitas layanan baca,” imbuhnya.

 

Selain Novita dan Vega,
ada satu sosok lagi yang juga turut andil dalam mengeksekusi dongeng digital
tentang Corona. Dia adalah Shafira Utami yang membuatkan ilustrasi untuk
tokoh-tokoh di dalam cerita. Selain masker, hand sanitizer, dan Kak Arina, ada
juga karakter Sasa si Sabun Cuci. Juga karakter Virus Corona berupa bola hijau
yang dipenuhi duri dan deretan gigi tajam.

 

Shafira mengaku
mengusung konsep ekspresif dan imajinatif. Dengan dominasi warna-warna cerah
nan hangat. Misalnya, oranye, tosca, ungu, dan cokelat muda. Ilustrasi untuk satu
episode bisa dituntaskan dalam kurun waktu dua pekan di sela-sela aktivitas
kuliah online.

 

”Inspirasinya dari
film Toys Story, di mana karakter mainan bisa bicara saat dia sedang sendiri
atau lagi enggak ada manusia. Pewarnaan dan proses sketching saya kerjakan
manual,” terang mahasiswa semester VI DKV ITS itu.

Terpopuler

Artikel Terbaru