33.8 C
Jakarta
Monday, October 14, 2024

Bangunan SMP2 Satap Murung Disegel ! Proses PPDB Tetap Berjalan, Juml

Aktivitas
pendidikan di SMP2 Satu Atap (Satap) terganggu. Beberapa pintu kelas disegel
sejumlah warga. Aksi itu merupakan bentuk protes masyarakat lantaran tanah yang
dihibahkan ke sekolah itu tiba-tiba diklaim mantan kepala desa (Kades).


HERMAN,
Puruk Cahu


BEBERAPA sekolah di
Murung Raya (Mura) masih membuka proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB),
termasuk di SMP2 Satap yang berada di Desa Bahitom, Kecamatan Murung. Di tengah-tengah
proses PPDB, aktivitas di sekolah tersebut terganggu. Pintu ruang kelas
disegela menggunakan kayu.

Di dekat pintu ruangan
yang disegel, dipasang spanduk berukuran 100 cm x 50 cm. Dalam spanduk tersebut
tertulis ‘Mohon Maaf, sementara sekolah SMP ini !!! kami segel/tutup untuk
sementara penyelesaian sengketa lahan hibah’ dalam spanduk tersebut ditanda
tangani oleh warga bernama Kariadi dan Iwai.

Iwai, warga Desa
Bahitom mengaku melakukan penyegelan terhadap sekolah tersebut, karena kecewa
atas tanah yang sudah hibah kepada sekolah yang diklaim oleh mantan Kepala Desa
Bahitom.

Baca Juga :  Sowan Kiai NU sebelum Bikin Walisongo Chronicles

“Permasalahan ini
sejak tahun 2013 lalu, karena kami merasa keberatan tanah hibah yang kami
serahkan kepada mantan kepala Kesa Bahitom itu diklaim olehnya dengan mengatasnamakan
tanah hibah itu miliknya,” jelas Iwai, Selasa, (25/6).

Ia juga menjelaskan,
yang paling parah tanah hibah yang diberikan lewat mantan kepala desa tersebut
untuk pembangunan SMP 2 Satap Murung berukuran 40 x 100 meter. Namun lahan
sekolah yang diberikan kepada pihak sekolah hanya mendapat ukuran 20 x 100
meter saja, sedangkan untuk 20 meternya dijual kepada orang lain.

“Saya hanya ingin
hal ini diluruskan, karena saya sudah berapa kali minta bantuan kepala desa
yang ada saat ini untuk menuntaskan masalah ini. Tapi tidak ada terselesaikan
sehingga terpaksa kami lakukn penyegelan terhadap sekolah ini hingga masalah
ini bisa dituntaskan,” lanjut Iwai.

Iwai menyebutkan,
permasalah lahan SMP 2 Satap ini sekadar dianggapnya untuk mengembalikan hak
sekolah yang disalahgunakan oleh penerima hibah yaitu mantan Kepada Desa
Bahitom.

Baca Juga :  Awalnya Tanpa Gejala, Hari Kedelapan Alami Badai Sitokin

Kepala SMP 2 Satap
Murung, Fitri mengatakan, atas permasalahan penyegelan tersebut berdampak pada
penerimaan siswa baru 2019 sejak dibuka Senin, 24 Juni lalu. Peminat yang masuk
di SMP 2 Satap Murung tak sebanyak siswa di tahun 2018 lalu.

“Kemungkinan para
siswa baru takut, karena SMP 2 Satap Murung terkena segel, biasanya 40 hingga
50 siswa yang mendaftarkan diri di SMP 2 Satap Murung. Sejak kejadian
penyegelan ini cuma ada 29 siswa saja yang hingga saat ini mendaftar,”
ucapnya, Selasa (25/6).

Hingga saat ini, pihak
sekolah masih tetap melakukan aktivitas penerimaan siswa baru karena hanya
sebagian ruangan yang terkena segel oleh pemilik lahan.

Ia berharap agar
pemasalahan lahan ini bisa segera diselesaikan agar setelah masa libur sekolah
ruangan sudah bisa digunakan lagi untuk proses belajar mengajar.

“Permasalahan
ini sudah kami laporkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Murung
Raya, kita berharap pihak dinas dapat turun tangan mengatasi masalah ini,”
pungkasnya. (*/ala)

Aktivitas
pendidikan di SMP2 Satu Atap (Satap) terganggu. Beberapa pintu kelas disegel
sejumlah warga. Aksi itu merupakan bentuk protes masyarakat lantaran tanah yang
dihibahkan ke sekolah itu tiba-tiba diklaim mantan kepala desa (Kades).


HERMAN,
Puruk Cahu


BEBERAPA sekolah di
Murung Raya (Mura) masih membuka proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB),
termasuk di SMP2 Satap yang berada di Desa Bahitom, Kecamatan Murung. Di tengah-tengah
proses PPDB, aktivitas di sekolah tersebut terganggu. Pintu ruang kelas
disegela menggunakan kayu.

Di dekat pintu ruangan
yang disegel, dipasang spanduk berukuran 100 cm x 50 cm. Dalam spanduk tersebut
tertulis ‘Mohon Maaf, sementara sekolah SMP ini !!! kami segel/tutup untuk
sementara penyelesaian sengketa lahan hibah’ dalam spanduk tersebut ditanda
tangani oleh warga bernama Kariadi dan Iwai.

Iwai, warga Desa
Bahitom mengaku melakukan penyegelan terhadap sekolah tersebut, karena kecewa
atas tanah yang sudah hibah kepada sekolah yang diklaim oleh mantan Kepala Desa
Bahitom.

Baca Juga :  Sowan Kiai NU sebelum Bikin Walisongo Chronicles

“Permasalahan ini
sejak tahun 2013 lalu, karena kami merasa keberatan tanah hibah yang kami
serahkan kepada mantan kepala Kesa Bahitom itu diklaim olehnya dengan mengatasnamakan
tanah hibah itu miliknya,” jelas Iwai, Selasa, (25/6).

Ia juga menjelaskan,
yang paling parah tanah hibah yang diberikan lewat mantan kepala desa tersebut
untuk pembangunan SMP 2 Satap Murung berukuran 40 x 100 meter. Namun lahan
sekolah yang diberikan kepada pihak sekolah hanya mendapat ukuran 20 x 100
meter saja, sedangkan untuk 20 meternya dijual kepada orang lain.

“Saya hanya ingin
hal ini diluruskan, karena saya sudah berapa kali minta bantuan kepala desa
yang ada saat ini untuk menuntaskan masalah ini. Tapi tidak ada terselesaikan
sehingga terpaksa kami lakukn penyegelan terhadap sekolah ini hingga masalah
ini bisa dituntaskan,” lanjut Iwai.

Iwai menyebutkan,
permasalah lahan SMP 2 Satap ini sekadar dianggapnya untuk mengembalikan hak
sekolah yang disalahgunakan oleh penerima hibah yaitu mantan Kepada Desa
Bahitom.

Baca Juga :  Awalnya Tanpa Gejala, Hari Kedelapan Alami Badai Sitokin

Kepala SMP 2 Satap
Murung, Fitri mengatakan, atas permasalahan penyegelan tersebut berdampak pada
penerimaan siswa baru 2019 sejak dibuka Senin, 24 Juni lalu. Peminat yang masuk
di SMP 2 Satap Murung tak sebanyak siswa di tahun 2018 lalu.

“Kemungkinan para
siswa baru takut, karena SMP 2 Satap Murung terkena segel, biasanya 40 hingga
50 siswa yang mendaftarkan diri di SMP 2 Satap Murung. Sejak kejadian
penyegelan ini cuma ada 29 siswa saja yang hingga saat ini mendaftar,”
ucapnya, Selasa (25/6).

Hingga saat ini, pihak
sekolah masih tetap melakukan aktivitas penerimaan siswa baru karena hanya
sebagian ruangan yang terkena segel oleh pemilik lahan.

Ia berharap agar
pemasalahan lahan ini bisa segera diselesaikan agar setelah masa libur sekolah
ruangan sudah bisa digunakan lagi untuk proses belajar mengajar.

“Permasalahan
ini sudah kami laporkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Murung
Raya, kita berharap pihak dinas dapat turun tangan mengatasi masalah ini,”
pungkasnya. (*/ala)

Terpopuler

Artikel Terbaru