27.2 C
Jakarta
Thursday, April 25, 2024

Harmoko Lekat dengan Ucapan ”Atas Petunjuk Bapak Presiden…”

Meski duduk di atas kursi roda, Harmoko masih rajin menghadiri berbagai acara Partai Golkar. Dikenal dekat dengan Soeharto, tapi dia juga, dalam kapasitas sebagai ketua MPR dan atas desakan banyak pihak, yang turut meminta penguasa Orde Baru itu turun.

KHAFIDLUL ULUM, Jakarta, Jawa Pos

YANG tumbuh atau besar di era kepemimpinan Presiden Soeharto pasti akan selalu ingat kata-kata ini, ”atas petunjuk Bapak Presiden”. Atau, bagaimana sosok yang mengucapkan kalimat di atas muncul dalam laporan khusus selepas Dunia dalam Berita melaporkan harga bahan-bahan pokok.

Sosok yang sama pula, dalam kapasitas sebagai ketua MPR, atas desakan berbagai pihak, pada 1998 meminta Soeharto turun dari jabatannya. Padahal, sebelumnya dia dikenal sangat dekat dengan penguasa Orde Baru tersebut.

Tadi malam (4/7) sosok tersebut, Harmoko, berpulang. Mantan menteri penerangan itu mengembuskan napas terakhir di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, pukul 20.22.

Sebelum meninggal, mantan ketua umum Golkar kelahiran Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur, itu mulai sakit-sakitan sejak beberapa tahun lalu. Kondisi kesehatannya semakin menurun sejak Mei lalu. Mantan wartawan itu wafat dalam usia 82 tahun.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan, pihaknya berduka atas wafatnya Harmoko. Menurut dia, Harmoko adalah tokoh bangsa. Dia merupakan salah seorang kader terbaik yang pernah dimiliki Partai Golkar.

Baca Juga :  Dibacakan oleh Ibu, Anak Langsung Nyantol

Nurul menyatakan, Harmoko adalah sosok yang rendah hati dan berwawasan luas karena latar belakang kewartawanannya. Dia juga dikenal sebagai tokoh yang sangat memegang teguh budaya Jawa. ”Pak Harmoko adalah legenda yang pernah ada. Semoga almarhum husnulkhatimah,” ucapnya.

Selepas 1998, pria kelahiran 7 Februari 1939 itu bisa dibilang menghilang dari percaturan politik nasional. Tak tampak pula karya tulis mantan ketua Persatuan Wartawan Indonesia tersebut menghiasi media mana pun.

Harmoko memulai karier sebagai wartawan dan kartunis di Harian Merdeka dan Majalah Merdeka selepas sekolah menengah tingkat atas pada awal 1960-an. Dia kemudian berpindah ke Harian Angkatan Bersenjata, selanjutnya di Harian API. Dia juga tercatat pernah menjadi pemimpin redaksi majalah berbahasa Jawa, Merdiko.

Pada 1970, bersama sejumlah rekan, dia mendirikan Pos Kota. Koran dengan muatan utama berita kriminalitas itu sempat menjadi salah satu koran dengan tiras tertinggi di Indonesia.

Ketua MPR Bambang Soesatyo membenarkan, sebelum meninggal, Harmoko memang sakit sejak beberapa tahun lalu. Namun, semangat hidupnya luar biasa. Dia masih rajin hadir di acara-acara besar Partai Golkar walaupun harus duduk di kursi roda.

Baca Juga :  Responsif, Gubernur Belikan Rumah untuk Dillah Bersaudara

Menurut wakil ketua umum DPP Partai Golkar itu, Harmoko adalah politikus senior, guru, sekaligus panutan banyak kader Partai Golkar. Banyak jabatan penting yang pernah dipegangnya semasa Orde Baru. ”Perjalanan hidupnya luar biasa,” terangnya.

Di era Harmoko, kata Bamsoet, harga-harga kebutuhan pokok rakyat terkendali karena selalu diumumkan. Bahkan, Harmoko hampir setiap hari muncul di televisi mengumumkan harga-harga kebutuhan pokok rakyat seperti cabai keriting, beras, dan minyak untuk mencegah para spekulan bermain. ”Jujur, kami semua merasa kehilangan,” tutur Bamsoet.

Kiprah Harmoko memang tak bisa dilepaskan dari Golkar. Harmoko pernah menjadi ketua umum Golkar pada 1993–1998. Itu adalah saat terakhir Golkar menuju era reformasi, yang kemudian berubah nama menjadi Partai Golkar.

Selama aktif di partai beringin, Harmoko pun pernah menduduki posisi penting di parlemen. Yakni, menjabat ketua MPR sekaligus ketua DPR pada 1997–1999.

Dia termasuk menteri yang paling lama mengabdi di masa Soeharto. Kursi menteri penerangan dia duduki pada 1983–1997. Harmoko juga yang dulu mencetuskan gerakan Kelompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pirsawan) yang acaranya rutin ditayangkan di TVRI zaman itu.

Meski duduk di atas kursi roda, Harmoko masih rajin menghadiri berbagai acara Partai Golkar. Dikenal dekat dengan Soeharto, tapi dia juga, dalam kapasitas sebagai ketua MPR dan atas desakan banyak pihak, yang turut meminta penguasa Orde Baru itu turun.

KHAFIDLUL ULUM, Jakarta, Jawa Pos

YANG tumbuh atau besar di era kepemimpinan Presiden Soeharto pasti akan selalu ingat kata-kata ini, ”atas petunjuk Bapak Presiden”. Atau, bagaimana sosok yang mengucapkan kalimat di atas muncul dalam laporan khusus selepas Dunia dalam Berita melaporkan harga bahan-bahan pokok.

Sosok yang sama pula, dalam kapasitas sebagai ketua MPR, atas desakan berbagai pihak, pada 1998 meminta Soeharto turun dari jabatannya. Padahal, sebelumnya dia dikenal sangat dekat dengan penguasa Orde Baru tersebut.

Tadi malam (4/7) sosok tersebut, Harmoko, berpulang. Mantan menteri penerangan itu mengembuskan napas terakhir di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, pukul 20.22.

Sebelum meninggal, mantan ketua umum Golkar kelahiran Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur, itu mulai sakit-sakitan sejak beberapa tahun lalu. Kondisi kesehatannya semakin menurun sejak Mei lalu. Mantan wartawan itu wafat dalam usia 82 tahun.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan, pihaknya berduka atas wafatnya Harmoko. Menurut dia, Harmoko adalah tokoh bangsa. Dia merupakan salah seorang kader terbaik yang pernah dimiliki Partai Golkar.

Baca Juga :  Dibacakan oleh Ibu, Anak Langsung Nyantol

Nurul menyatakan, Harmoko adalah sosok yang rendah hati dan berwawasan luas karena latar belakang kewartawanannya. Dia juga dikenal sebagai tokoh yang sangat memegang teguh budaya Jawa. ”Pak Harmoko adalah legenda yang pernah ada. Semoga almarhum husnulkhatimah,” ucapnya.

Selepas 1998, pria kelahiran 7 Februari 1939 itu bisa dibilang menghilang dari percaturan politik nasional. Tak tampak pula karya tulis mantan ketua Persatuan Wartawan Indonesia tersebut menghiasi media mana pun.

Harmoko memulai karier sebagai wartawan dan kartunis di Harian Merdeka dan Majalah Merdeka selepas sekolah menengah tingkat atas pada awal 1960-an. Dia kemudian berpindah ke Harian Angkatan Bersenjata, selanjutnya di Harian API. Dia juga tercatat pernah menjadi pemimpin redaksi majalah berbahasa Jawa, Merdiko.

Pada 1970, bersama sejumlah rekan, dia mendirikan Pos Kota. Koran dengan muatan utama berita kriminalitas itu sempat menjadi salah satu koran dengan tiras tertinggi di Indonesia.

Ketua MPR Bambang Soesatyo membenarkan, sebelum meninggal, Harmoko memang sakit sejak beberapa tahun lalu. Namun, semangat hidupnya luar biasa. Dia masih rajin hadir di acara-acara besar Partai Golkar walaupun harus duduk di kursi roda.

Baca Juga :  Responsif, Gubernur Belikan Rumah untuk Dillah Bersaudara

Menurut wakil ketua umum DPP Partai Golkar itu, Harmoko adalah politikus senior, guru, sekaligus panutan banyak kader Partai Golkar. Banyak jabatan penting yang pernah dipegangnya semasa Orde Baru. ”Perjalanan hidupnya luar biasa,” terangnya.

Di era Harmoko, kata Bamsoet, harga-harga kebutuhan pokok rakyat terkendali karena selalu diumumkan. Bahkan, Harmoko hampir setiap hari muncul di televisi mengumumkan harga-harga kebutuhan pokok rakyat seperti cabai keriting, beras, dan minyak untuk mencegah para spekulan bermain. ”Jujur, kami semua merasa kehilangan,” tutur Bamsoet.

Kiprah Harmoko memang tak bisa dilepaskan dari Golkar. Harmoko pernah menjadi ketua umum Golkar pada 1993–1998. Itu adalah saat terakhir Golkar menuju era reformasi, yang kemudian berubah nama menjadi Partai Golkar.

Selama aktif di partai beringin, Harmoko pun pernah menduduki posisi penting di parlemen. Yakni, menjabat ketua MPR sekaligus ketua DPR pada 1997–1999.

Dia termasuk menteri yang paling lama mengabdi di masa Soeharto. Kursi menteri penerangan dia duduki pada 1983–1997. Harmoko juga yang dulu mencetuskan gerakan Kelompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pirsawan) yang acaranya rutin ditayangkan di TVRI zaman itu.

Terpopuler

Artikel Terbaru