32.5 C
Jakarta
Friday, March 29, 2024

Satu Kali Panen Mencapai 500 Kilogram, Ciri Khasnya Beraneka Rasa

Kemasan begitu menarik. Peta Pulau
Kalimantan tampak besar. Berwarna Hitam. Hanya areal Kalteng yang diwarnai
oranye. Sepintas melihat, orang akan langsung tertuju, jika madu berasal dari
Bumi Tambun Bungai.

 

 

AGUS
PRAMONO, Palangka Raya

 

Beraneka
ragam jenis tanaman tumbuh di sekitar rumah Budiyana. Rimbun. Bak payung. Bunga
yang tumbuh bergantung berayun-ayun. Satu dua lebah terbang di sekitarnya.
Mengincar serbuk sari. Makanannya sehari-hari.

Pagi
itu, penulis mendatangi rumah yang sekaligus tempat budi daya lebah madu.
Berada di Jalan Bereng Bengkel, Desa Kalampangan. Berjarak 20 kilometer atau 28
menit jika ditempuh dengan kendaraan dari pusat Kota Palangka Raya.


Must
Yoan Farm “Borneo Mellifera” begitu nama usaha yang tercantum di
kemasan. Mellifera merupakan nama jenis lebah yang berasal dari Australia yang
sudah banyak dibudi daya di tanah Borneo.

Saya
langsung disambut oleh Budiyana sendiri. Pria berkumis itu menyambut dengan
Senyum manis. Tak langsung mempersilahkan saya duduk. Seolah-olah sudah tahu
maksud dan kedatangan saya. Pria berperawakan kurus itu langsung mengajak ke
lokasi lebah berproduksi. Bukan yang ada di sekitar rumahnya yang asri.
Melainkan ke kebun yang jaraknya sekitar 200 meter. Naik sepeda motor.

Setelah
sampai, ada tiga remaja sedang bersantai di teras rumah. Di sampingnya, ada
wadah berbentuk kotak. Dua kali ukuran kardus mie instan. Berjejer memanjang.
Di bawah pohon rambutan. Yang kebetulan sedang berbuah. Di tempat itulah tempat
lebah-lebah bekerja membuat sarang. Bekerja mencari makan. Dan memproduksi
madu.  Wadah itu merupakan wadah lebah
bersarang.

Saya
pun sedikit ketakutan untuk mendekat. Tapi, tiga remaja yang ternyata masih
berstatus pelajar itu menceletuk.”Selama kita tak menyakiti, lebah pun
tidak akan menyakiti,” ucap salah satu dari mereka yang ternyata lagi
magang itu.

Saya
pun mendekat. Melihat dari dekat isinya. Sedikitnya ada delapan sekat yang
dipisahkan oleh frame atau bingkai yang berbahan dasar lilin lebah. Madu
bergerombol di setiap frame. Membuat sarang dan menghasilkan madu. Dalam satu
wadah, ada ratusan ekor lebah pekerja. 10 sampai 20 ekor lebah pejantan. Dan
satu ekor lebah ratu.Satu per satu frame diangkat. Mencari ratu dari ratusan
lebah itu. Frame ketiga, lebah ratu itu ketemu. Ukuran dan panjang tubuh
berbeda. Yang pasti lebih besar. Panjangnya diperkirakan satu setengah panjang
dari tubuh lebah pekerja.

Baca Juga :  Bermahar Rp100 Ribu, Kisah Asmara Mbah Gambreng yang Kini Mendunia

“Dalam
satu kotak ini, hanya ada satu lebah ratu,” ujar pemilik nama lengkap
Yoanes Budiyana ini.

Usia
lebah pekerja hanya 60-70 hari. Lebah pejantan maksimal 90-100 hari. Sekali
mengawini ratu, langsung mati. Kalau ratu, hidupnya bisa sampai enam tahun.Tiga
tahun masa produktif bertelur. Bagaimana menciptakan ratu? Menciptakan ratu
dalam satu koloni, diawali ketika masih berupa telur. Diberi asupan makanan
lebih banyak dari calon lebah pekerja. Setelah 11 hari bermetamorfosis,
otomatis diangkat menjadi ratu oleh para koloni lebah. 

Lebah
ratu akan menjalani proses perkawinan alami dengan caranya sendiri. Sepekan
setelah keluar dari kepompong, ratu akan diburu para lebah pejantan. Hal ini
yang sering gagal dilakukan oleh para petani lebah madu.

“Ratu
akan terbang setinggi-tingginya. Lebah pejantan akan mengejar. Kalau jatuhnya
tidak di sarang, akan berbahaya, bisa dimakan predator. Dan lebah ratu hanya
kawin satu kali sepanjang hidupnya. Begitu juga lebah pejantan, satu kali
kawin, akan mati,” beber Budiyana.

Budiyana
memulai merintis menjadi petani lebah madu pada tahun 2014. Tahun 2012 bekerja
sambil belajar di lokasi budi daya lebah madu di Temanggung, Jawa Tengah.

Satu
kotak berisi lebah ratu dan koloni dibawa menyeberang laut Jawa. Dipelihara
dengan telaten. Tidak hanya coba-coba. Sampai akhirnya, kini ada 50 buah
“istana” lebah ratu. Budiyana mengepakkan usahanya. Merangkul orang lain yang
menjadi petani lebah madu sebagai mitra.

“Total
kotak sarang ada 150 an. Termasuk yang ada di Jalan Tingang, Anjir Kalampan
Pulang Pisau, Cempaga Kotim. Kalau musim panen, kami olah di sini,” ujarnya.

Hasil
satu kali panen dalam satu bulan, bisa mencapai 500 kilogram madu. Setelah
diolah melalui proses penyaringan dan sebagainya, hasilnya menjadi 400- 420
liter madu siap jual,” kata pria yang dikaruniai empat orang anak itu.

Nilai
jual madu tergantung dengan kualitas dari madu sendiri. Budiyana sangat
memperhatikan sumber makanan bagi para lebah pekerja. Karena nektar bunga
berpengaruh dengan rasa. Berkaneka tanaman berbunga ditanam. Mulai akasia, bunga
air mata pengantin. bunga kertas, bunga matahari, dan segala macam sayur-sayuran.
Air gambut juga sangat berpengaruh dengan kualitas madu. Bahkan hal itu
dijadikan kelebihan.

Baca Juga :  Produk Lokal yang Tembus ke Pasar Nasional dan Internasional

“Ciri
khas madu kami atau madu Kalteng, madu bisa beraneka rasa. Ada manisnya, ada
asamnya, dan ada pahit-pahitnya.

Kalau
madu Jawa, biasanya hanya manis saja,” ungkapnya.

Pihaknya
juga menjamin madu hasil produksinya tidak ada dicampur pemanis buatan dan
sebagainya. Bisa langsung dites. Coba saja satu sendok madu dipanasi dengan
api. Sampai sedikit mendidih. Kalau sudah dingin, coba dilihat apakah madu itu
membeku atau tidak.

“Kalau
masih dalam kondisi yang sama, berarti madu asli. Kalau membeku atau mengeras,
berarti ada campuran gula. Kalau keras banget, ya banyak sekali gulanya,”
celetuknya.

Budiyana
sangat menghindari para lebah pekerja mencari makanan terlalu jauh. Hal yang
dikhawatirkan tak lain adalah bahan kimia. Bisa saja madu menghisap nektar
bunga atau tanaman yang sudah disemprot dengan pestisida. “Pestisida bisa
membunuh lebah.

Kalau
sudah masuk sarang, bisa langsung kontak,” tambahnya.

Untuk
itu, sarang lebah tak boleh lepas dari pantauan setiap hari. Untuk perawatan,
selalu memperhatikan kondisi sarang. Jangan sampai ada predator masuk. Seperti
cicak, semut dan jenis serangga lain.Hal lain yang menjadi kendala saban tahun
adalah kondisi kabut asap. Hampir dipastikan ada lebah yang mati.

“Tahun
2015, kami ada 25 kotak, karena kabut asap, tersisa 12 kotak sarang,” sebutnya.

Dalam
hal pemasaran, Budiyana tak terlalu kesulitan. Banyak pihak yang mendukung.
Lokasinya yang dijadikan tempat pelatihan dan pemagangan ini juga membantu
dalam promosi.

Di
dalam etalase rumahnya, ada beberapa produk yang dijual. Mulai dari kemasan
berisi 500 mililiter yang dihargai Rp150 ribu, 100 mililiter Rp50 ribu. Untuk
madu permentasi atau madu wine Rp250 ribu per kemasan.

Madu
yang sudah mendapat sertifikat halal dan sudah mendapat perizinan serta
terjamin kualitasnya ini sudah dapat ditemui di toko modern yang ada di
Palangka Raya, Banjarmasin, Medan, Bekasi, dan seluruh Kalimantan Tengah.
Bahkan, saat ini produknya sudah berada di pasaran sebagaian kota besar di
Pulau Jawa. “Sebagian warga negara asing juga tertarik dengan produk ini. Kami
ke depan juga akan mengembangkan ke pasaran luar negeri, semoga segera, doakan
saja,” katanya.(*)

 

Kemasan begitu menarik. Peta Pulau
Kalimantan tampak besar. Berwarna Hitam. Hanya areal Kalteng yang diwarnai
oranye. Sepintas melihat, orang akan langsung tertuju, jika madu berasal dari
Bumi Tambun Bungai.

 

 

AGUS
PRAMONO, Palangka Raya

 

Beraneka
ragam jenis tanaman tumbuh di sekitar rumah Budiyana. Rimbun. Bak payung. Bunga
yang tumbuh bergantung berayun-ayun. Satu dua lebah terbang di sekitarnya.
Mengincar serbuk sari. Makanannya sehari-hari.

Pagi
itu, penulis mendatangi rumah yang sekaligus tempat budi daya lebah madu.
Berada di Jalan Bereng Bengkel, Desa Kalampangan. Berjarak 20 kilometer atau 28
menit jika ditempuh dengan kendaraan dari pusat Kota Palangka Raya.


Must
Yoan Farm “Borneo Mellifera” begitu nama usaha yang tercantum di
kemasan. Mellifera merupakan nama jenis lebah yang berasal dari Australia yang
sudah banyak dibudi daya di tanah Borneo.

Saya
langsung disambut oleh Budiyana sendiri. Pria berkumis itu menyambut dengan
Senyum manis. Tak langsung mempersilahkan saya duduk. Seolah-olah sudah tahu
maksud dan kedatangan saya. Pria berperawakan kurus itu langsung mengajak ke
lokasi lebah berproduksi. Bukan yang ada di sekitar rumahnya yang asri.
Melainkan ke kebun yang jaraknya sekitar 200 meter. Naik sepeda motor.

Setelah
sampai, ada tiga remaja sedang bersantai di teras rumah. Di sampingnya, ada
wadah berbentuk kotak. Dua kali ukuran kardus mie instan. Berjejer memanjang.
Di bawah pohon rambutan. Yang kebetulan sedang berbuah. Di tempat itulah tempat
lebah-lebah bekerja membuat sarang. Bekerja mencari makan. Dan memproduksi
madu.  Wadah itu merupakan wadah lebah
bersarang.

Saya
pun sedikit ketakutan untuk mendekat. Tapi, tiga remaja yang ternyata masih
berstatus pelajar itu menceletuk.”Selama kita tak menyakiti, lebah pun
tidak akan menyakiti,” ucap salah satu dari mereka yang ternyata lagi
magang itu.

Saya
pun mendekat. Melihat dari dekat isinya. Sedikitnya ada delapan sekat yang
dipisahkan oleh frame atau bingkai yang berbahan dasar lilin lebah. Madu
bergerombol di setiap frame. Membuat sarang dan menghasilkan madu. Dalam satu
wadah, ada ratusan ekor lebah pekerja. 10 sampai 20 ekor lebah pejantan. Dan
satu ekor lebah ratu.Satu per satu frame diangkat. Mencari ratu dari ratusan
lebah itu. Frame ketiga, lebah ratu itu ketemu. Ukuran dan panjang tubuh
berbeda. Yang pasti lebih besar. Panjangnya diperkirakan satu setengah panjang
dari tubuh lebah pekerja.

Baca Juga :  Bermahar Rp100 Ribu, Kisah Asmara Mbah Gambreng yang Kini Mendunia

“Dalam
satu kotak ini, hanya ada satu lebah ratu,” ujar pemilik nama lengkap
Yoanes Budiyana ini.

Usia
lebah pekerja hanya 60-70 hari. Lebah pejantan maksimal 90-100 hari. Sekali
mengawini ratu, langsung mati. Kalau ratu, hidupnya bisa sampai enam tahun.Tiga
tahun masa produktif bertelur. Bagaimana menciptakan ratu? Menciptakan ratu
dalam satu koloni, diawali ketika masih berupa telur. Diberi asupan makanan
lebih banyak dari calon lebah pekerja. Setelah 11 hari bermetamorfosis,
otomatis diangkat menjadi ratu oleh para koloni lebah. 

Lebah
ratu akan menjalani proses perkawinan alami dengan caranya sendiri. Sepekan
setelah keluar dari kepompong, ratu akan diburu para lebah pejantan. Hal ini
yang sering gagal dilakukan oleh para petani lebah madu.

“Ratu
akan terbang setinggi-tingginya. Lebah pejantan akan mengejar. Kalau jatuhnya
tidak di sarang, akan berbahaya, bisa dimakan predator. Dan lebah ratu hanya
kawin satu kali sepanjang hidupnya. Begitu juga lebah pejantan, satu kali
kawin, akan mati,” beber Budiyana.

Budiyana
memulai merintis menjadi petani lebah madu pada tahun 2014. Tahun 2012 bekerja
sambil belajar di lokasi budi daya lebah madu di Temanggung, Jawa Tengah.

Satu
kotak berisi lebah ratu dan koloni dibawa menyeberang laut Jawa. Dipelihara
dengan telaten. Tidak hanya coba-coba. Sampai akhirnya, kini ada 50 buah
“istana” lebah ratu. Budiyana mengepakkan usahanya. Merangkul orang lain yang
menjadi petani lebah madu sebagai mitra.

“Total
kotak sarang ada 150 an. Termasuk yang ada di Jalan Tingang, Anjir Kalampan
Pulang Pisau, Cempaga Kotim. Kalau musim panen, kami olah di sini,” ujarnya.

Hasil
satu kali panen dalam satu bulan, bisa mencapai 500 kilogram madu. Setelah
diolah melalui proses penyaringan dan sebagainya, hasilnya menjadi 400- 420
liter madu siap jual,” kata pria yang dikaruniai empat orang anak itu.

Nilai
jual madu tergantung dengan kualitas dari madu sendiri. Budiyana sangat
memperhatikan sumber makanan bagi para lebah pekerja. Karena nektar bunga
berpengaruh dengan rasa. Berkaneka tanaman berbunga ditanam. Mulai akasia, bunga
air mata pengantin. bunga kertas, bunga matahari, dan segala macam sayur-sayuran.
Air gambut juga sangat berpengaruh dengan kualitas madu. Bahkan hal itu
dijadikan kelebihan.

Baca Juga :  Produk Lokal yang Tembus ke Pasar Nasional dan Internasional

“Ciri
khas madu kami atau madu Kalteng, madu bisa beraneka rasa. Ada manisnya, ada
asamnya, dan ada pahit-pahitnya.

Kalau
madu Jawa, biasanya hanya manis saja,” ungkapnya.

Pihaknya
juga menjamin madu hasil produksinya tidak ada dicampur pemanis buatan dan
sebagainya. Bisa langsung dites. Coba saja satu sendok madu dipanasi dengan
api. Sampai sedikit mendidih. Kalau sudah dingin, coba dilihat apakah madu itu
membeku atau tidak.

“Kalau
masih dalam kondisi yang sama, berarti madu asli. Kalau membeku atau mengeras,
berarti ada campuran gula. Kalau keras banget, ya banyak sekali gulanya,”
celetuknya.

Budiyana
sangat menghindari para lebah pekerja mencari makanan terlalu jauh. Hal yang
dikhawatirkan tak lain adalah bahan kimia. Bisa saja madu menghisap nektar
bunga atau tanaman yang sudah disemprot dengan pestisida. “Pestisida bisa
membunuh lebah.

Kalau
sudah masuk sarang, bisa langsung kontak,” tambahnya.

Untuk
itu, sarang lebah tak boleh lepas dari pantauan setiap hari. Untuk perawatan,
selalu memperhatikan kondisi sarang. Jangan sampai ada predator masuk. Seperti
cicak, semut dan jenis serangga lain.Hal lain yang menjadi kendala saban tahun
adalah kondisi kabut asap. Hampir dipastikan ada lebah yang mati.

“Tahun
2015, kami ada 25 kotak, karena kabut asap, tersisa 12 kotak sarang,” sebutnya.

Dalam
hal pemasaran, Budiyana tak terlalu kesulitan. Banyak pihak yang mendukung.
Lokasinya yang dijadikan tempat pelatihan dan pemagangan ini juga membantu
dalam promosi.

Di
dalam etalase rumahnya, ada beberapa produk yang dijual. Mulai dari kemasan
berisi 500 mililiter yang dihargai Rp150 ribu, 100 mililiter Rp50 ribu. Untuk
madu permentasi atau madu wine Rp250 ribu per kemasan.

Madu
yang sudah mendapat sertifikat halal dan sudah mendapat perizinan serta
terjamin kualitasnya ini sudah dapat ditemui di toko modern yang ada di
Palangka Raya, Banjarmasin, Medan, Bekasi, dan seluruh Kalimantan Tengah.
Bahkan, saat ini produknya sudah berada di pasaran sebagaian kota besar di
Pulau Jawa. “Sebagian warga negara asing juga tertarik dengan produk ini. Kami
ke depan juga akan mengembangkan ke pasaran luar negeri, semoga segera, doakan
saja,” katanya.(*)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru