Tidak semua calon kepala daerah beli suara. Contohnya: Sherly Tjoanda. Dia terpilih sebagai Gubernur Maluku Utara tanpa serangan fajar.
Sherly, 40 tahun, bikin sejarah: Tionghoa pertama menjadi gubernur pilihan rakyat di Indonesia.
Ahok memang pernah jadi gubernur Jakarta tapi itu menggantikan gubernur yang jadi presiden: Jokowi.
Hebatnya, Sherly terpilih di provinsi yang mayoritas Islam. Kalau saja Airin terpilih di Banten, maka Indonesia punya dua gubernur yang cantiknyi tak terpermanai. Kini Sherly tanpa tandingan.
Menurut pendapat saya, Sherly terpilih bukan saja dapat manfaat dari tragedi tewasnya sang suami: Benny Laos.
Dia sendiri memang lengkap: wajahnyi cantik, badannya bagus, pikirannyi cerdas, pendidikannyi tinggi: S-1 di Singapura dan S-2 di Belanda.
Dan Sherly sekolah SMA di Surabaya. Rasanya di Petra atau St. Louis. Lalu dia tinggal di Bali. Ayahnyi, pengusaha Ambon, punya rumah di Pulau Dewata.
Di Bali itulah Sherly dijodohkan oleh pamannyi. Calon suaminyi: Benny Laos. Orang Maluku juga –saat itu belum ada Maluku Utara.
Benny lahir di Ternate. Saya hubungi kakak Benny yang tinggal di Ternate: Cae Laos. Pengusaha di sana.
“Orang tua kami sebenarnya tinggal di pulau kecil jauh dari Ternate. Di Pulau Obi. Tapi saat itu ibu saya sakit. Harus dibawa ke kota Ternate,” ujar Cae.
Sang ibu sendiri lahir di desa terpencil, Loloda, di sudut utara pulau Halmahera. Itu tidak jauh dari Pulau Morotai. Ayah mereka lahir di pulau sangat kecil, Pulau Modi. Letaknya di seberang Loloda.
Mereka adalah keluarga “orang pulau”. Pengusaha kecil. Jual beli hasil bumi. Pasangan itu pindah dari satu pulau ke pulau lain. Mereka punya anak delapan orang. Benny Laos adalah anak keenam.
Saat ibunda sakit, ternyata tidak sembuh-sembuh. Mereka sampai mengontrak rumah di Ternate. Pindah-pindah. Anak nomor 6, 7, 8 lahir di Ternate.
Anda sudah tahu: kelak, di tahun 2017, Benny jadi bupati di Pulau Morotai. Sherly pun jadi Bu Bupati.
Lalu Benny mencalonkan diri sebagai Gubernur Maluku Utara. Ia diusung partai biru: Demokrat, PAN, dan Nasdem. Popularitasnya tinggi.
Benny, anak keluarga miskin itu sudah jadi kaya. Ia sudah jadi pengusaha. Saat jadi Bupati Morotai, Benny terkenal bersih. Karena itu ia sering bertengkar dengan DPRD di sana.
Saya pun menghubungi wartawan Malut Post, Faisal Jalaluddin: soal bagaimana sosok Benny sebagai bupati Morotai.
“Seperti Ahok, Benny juga suka marah-marah. Terutama pada stafnya. Soal disiplin dan penggunaan anggaran,” ujar Faisal. “Tapi mulutnya tidak kasar,” tambahnya.
Faisal jadi wartawan sejak Malut Post kami dirikan di tahun 2003. Prestasinya bagus. Sepuluh tahun kemudian ia jadi pemimpin redaksi. Sekarang menjabat direktur di Malut Pos.
“Benny banyak memotong anggaran perjalanan dinas,” ujar Faisal. “Orang-orang tua di Morotai dapat BLT. Lewat kartu ATM. Orang tua diberi ATM. Bukan tunai,” ujar Faisal.
Faisal ini seperti Benny. Sekolahnya putus-putus. Faisal alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Nuku di Tidore. Sebelum itu kuliah di Universitas Sam Ratulangi, Manado dan Universitas Khairun, Ternate.
Di Morotai Benny menggratiskan biaya kesehatan warganya. Juga pendidikan. Program itulah yang akan diperluas dari lingkup kabupaten ke seluruh provinsi. Karena itu Benny maju jadi calon gubernur.
Benny keliling dari pulau ke pulau. Sherly terus mendampingi suami. Pasangan ini jadi buah bibir. Rukun. Serasi. Seimbang. Ke pulau mana pun Sherly ikut.
Termasuk ketika berangkat kampanye ke pulau-pulau nun jauh di laut selatan. Speed boat-nya harus transit di pulau Taliabu: isi bensin. Saat itulah speed boat itu meledak. Terbakar. Benny tewas. Pun lima orang lainnya.
Proses Pilkada sudah terlalu jauh. Sudah memasuki masa kampanye. Tapi masih bisa dilakukan penggantian calon. Awalnya Sherly sama sekali tidak terpikir. Tapi partai pendukung sepakat memberangkatkan Sherly.
Setelah dirawat di rumah sakit akibat luka-luka, Sherly mau. Dia masih harus berjalan pakai tongkat. Pun saat debat di antara empat pasangan.
Di panggung, Sherly tidak canggung. Pidatonyi sering diselingi kalimat-kalimat dalam bahasa Inggris. Kelihatan sekali Sherly beda kelas.
Saya juga menghubungi Ikram Salim. Wartawan Malut Post juga. Ini kata Ikram: sudah 25 tahun Maluku Utara dipimpin oleh laki-laki. Ada 11 orang gubernur definitif, pelaksana tugas, penjabat gubernur. Dua di antaranya berakhir di penjara dalam kasus korupsi. Yang terbaru adalah gubernur dua periode Abdul Gani Kasuba yang terseret korupsi izin tambang dan gratifikasi.
“Dan Maluku Utara masih begitu-begitu saja. Kehadiran Sherly dianggap sebagai alternatif untuk bisa mengubah wajah Malut ke depan,” ujar Ikram.
Bagi masyarakat umum, kata Ikram, Sherly dikenal publik karena sikapnyi sebagai pendapang Benny Laos saat jadi bupati Morotai dan calon gubernur. Kisah romantis Sherly dan Benny viral di media sosial, terutama pasca kebakaran speed boat di Taliabu”.
Program Benny itulah yang akan diteruskan oleh Sherly.
Ayah Benny bermarga Liem. Kakek Benny datang dari Hokkian. Tapi kenapa Benny menggunakan nama belakang “Laos”. Saya harus bertanya pada Cae, kakaknya. Ternyata nama “Laos” itu diambil dari nama mamanya: Lao Soan Lian. Dipanggil Laos.
Ayah Benny beragama Buddha. Benny sendiri awalnya Katolik lantaran sekolahnya di SD dan SMP Katolik Raja Kristus. Belakangan ia pindah ke Protestan: tergabung dalam gereja Bethany.
Rakyat Maluku yang mayoritas Islam memilih Benny –yang diwujudkan dalam memilih Sherly. Di tangan wanita cantik ini nasib Maluku Utara diharapkan tidak begitu-begitu saja lagi.
Namun godaan akan banyak. Investor nikel sangat mengincar Halmahera, pulau terbesar di provinsi itu. Apakah Sherly punya konsep menjadikan nikel sebagai sumber kemakmuran rakyat –di samping sumber keuntungan konglomerat.(Dahlan Iskan)