UMUR nenek ini sudah 98 tahun. Dia masih aktif mengelola koran yang sangat kecil di kota yang sangat kecil: Marion County.
Dia tidak mau koran itu mati. Pun ketika pembaca sudah lebih tertarik ke medsos dan media online.
Justru dia yang lebih dulu meninggal dunia: Jumat lalu. Sebenarnya wajar orang berumur 98 tahun meninggal.
Tapi ini tidak wajar.
Dia sehat sekali. Hanya gara-gara kantor korannyi digeledah polisi dia stres. Lalu tidak berselera makan. Keesokan harinya meninggal dunia.
Heboh. Pemilik koran, wanita, berumur nyaris satu abad, meninggal oleh ulah polisi.
Di Amerika ini urusan besar. Urusan hak-hak asasi manusia. Urusan amandemen No. 1 konstitusi. Urusan kebebasan pers. Urusan demokrasi.
Nama nenek itu: Joann Meyer. Dia lahir di situ. Besar di situ. Sekolah di situ. Kawin di situ, dengan Bill Meyer.
Nun jauh di desa sekali untuk ukuran kita. Satu jam di utara kota agak besar: Wichita –tempat Sandiaga Uno menamatkan kuliahnya.
Nama koran itu Marion County Record. Terbit seminggu sekali. Tiap hari Rabu. Oplahnya, kalau tidak salah data: 2.200 eksemplar.
Penduduk county itu memang hanya 12.000 orang, tersebar di beberapa pedukuhan –kelompok-kelompok rumah di tengah sawah.
Sawahnya luas, hanya ditanami gandum, panen setahun sekali. Di tengah sawah itu terlihat beberapa sumur angguk –pertanda ada sumber minyak mentah di bawah sawah.
Di sana pemilik sawah adalah pemilik sumur angguk. Mereka petani gandum sekaligus produsen minyak mentah.
Jumat siang lalu, di tengah kesunyian desa, pintu rumah Ny Meyer diketuk orang. Ny Meyer mengira itu ketukan petugas katering: Ny Meyer memang berlangganan makanan untuk makan siang.
Ternyata itu ketukan polisi. Mereka membawa surat izin dari hakim: boleh melakukan penggeledahan di rumah itu.
Ny Meyer berbantah keras tapi kalah. Polisi punya izin penggeledahan. Komputer, handphone, dan banyak catatan dibawa polisi. Demikian juga di kantor koran Record. Digeledah dan dilakukan penyitaan.
Koran ini memang sedang melakukan investigasi. Yakni peristiwa besar untuk ukuran desa itu: seorang pemilik warung telah dihukum tidak boleh mengemudikan mobil, untuk kurun waktu tertentu, karena pernah melanggar aturan lalu-lintas.
Mingguan Record dapat info bahwa si pemilik warung masih terlihat mengemudikan mobil.
Uniknya koran itu belum memuat berita apa pun terkait itu. Tapi orang di desa Marion ada yang sudah tahu bahwa Record akan memuatnya. Terbitnya desas-desus lebih cepat beredar dari berita koran.
Bagaimana polisi bisa menggeledah kantor koran dan rumah pemiliknya? Padahal belum ada bukti koran tersebut sudah memuat beritanya? Bagaimana pula hakim bisa menerbitkan izin penggeledahan?
Rupanya polisi dapat laporan bahwa Record mendapatkan info pelanggaran hukum dari cara yang dianggap melanggar hukum. Yakni lewat monitor jalur komunikasi antar polisi.
Jalur komunikasi itu rupanya ngowos, bocor. Pembicaraan antar polisi bisa diikuti oleh Ny Meyer. Sejak lama. Ny Meyer asyik sekali bisa mendengarkan semua itu. Lalu dijadikan bahan awal untuk penggalian berita selanjutnya.
Ini mengingatkan saya akan wartawan kami bernama Eddy Sudaryono. Sudah 20 tahun sakit-sakitan. Ia wartawan untuk liputan kriminalitas.
Eddy selalu membawa handy talky. Rupanya terhubung dengan pemancar polisi. Eddy tahu peristiwa kriminal sama cepat dengan polisi.
Belakangan di dekat kantor Record dipasangi tower. Sejak itu sinyal komunikasi antar polisi tidak bisa diikuti Ny Meyer lagi. Tapi dia tetap bisa mendapat info soal pemilik restoran yang dihukum puasa mengemudi tersebut.
Wartawan se-Amerika protes keras. Media nasional meributkannya. Inilah koran terkecil yang mendapat pembelaan dari koran terbesar. Di seluruh Amerika. Termasuk The New York Times dan Wall Street Journal.
Record sudah berumur 150 tahun. Kecil tapi tahan lama. Dulu asyik ketika hanya bisa memberitakan siapa makan malam dengan siapa di warung mana. Memang jarang ada peristiwa yang layak menjadi berita di desa itu.
Dulu, Bill dan istri bekerja di koran itu. Ketika dijual oleh pemilik lamanya, Bill dan istri membelinya. Sampai Bill meninggal dunia 20 tahun lalu. Sang istri meneruskannya.
Tentu saya pernah lewat desa ini: hanya sepelemparan batu dari desa tempat cucunya Pak Iskan sekolah SMA.
Kalau musim dingin saljunya tebal.
Kalau ke sini sering lewat Denver. Naik mobil. Begitu juga baliknya.
Ketika pesawat dari Denver tidak bisa terbang, akibat badai salju, saya naik kereta api Amtrak. Dari Denver ke Salt Lake City. Sehari penuh.
Keretanya kuno banget, untuk ukuran Tiongkok. Sambung ke Nevada utara. Satu hari penuh lagi. Sambung ke Reno dan terus ke San Francisco. Sehari penuh berikutnya.
Buntut meninggalnya Ny Meyer ini pasti panjang. Di sana tidak akan ada yang bisa ditutup-tutupi.
Yang paling disesalkan anak Ny Meyer adalah penyebab meninggalnya sang ibu. “Ibu saya hidup dengan penuh kedamaian dan bahagia. Di hari terakhir justru dalam keadaan tertekan dan merasa diserang oleh polisi,” kata Eric Meyer, sang anak.
Di pagi hari terakhir sebelum meninggal itu Eric sempat menenangkan pikiran ibunya. “Peristiwa ini akan terungkap siapa yang salah. Kebenaran akan muncul,” kata Eric.
Ibunya menyahut lirih, “kalau pun kebenaran akhirnya datang, saya sudah tidak akan sempat melihatnya.”
Sejak kemarinnya itu Ny Meyer memang terlihat sangat tertekan. Setelah bercakap dengan Eric, Ny Meyer tidur siang. Sorenya, saat Eric membangunkan, ibunya sudah tidak bernyawa. (Dahlan Iskan)