ITU BINTANG!
Bukan.
Bulan!
Bukan.
Benda itu berkilau, pun di siang hari. Pasti bukan bintang atau bulan.
Dan lagi, tidak mungkin bulan bintang masih beredar di tahun politik ini. Ia sudah tidak bisa ikut Pemilu.
Tapi benda seperti bintang-bulan itu terlihat jelas bukan di Indonesia. Ia ada di daerah Billings, negara bagian Montana, Amerika Serikat.
Akhirnya diketahui: benda itu pasti balon udara. Besar sekali. Berukuran sekitar 3 sampai 5 bus besar jadi satu.
Yang bikin terkejut orang di sana adalah pemiliknya: Tiongkok!
“Pasti balon mata-mata!” tulis semua media di AS. Bahaya!
Balon itu ada berapa?
“Ada dua”.
Apa warnanya?
“Putih semua”.
Dor!
“Tembak balon itu!,” pinta Donald Trump, calon presiden AS tahun 2024.
“Jangan ditembak,” perintah Presiden Joe Biden.
Heboh. Ketegangan baru pun muncul menambah ketegangan lama antara Amerika dan Tiongkok. Padahal Senin depan Menlu AS Anthony Blinken dijadwalkan mendarat di Beijing. Itulah kunjungan pejabat tinggi pertama AS ke Tiongkok. Agar ketegangan dua negara bisa sedikit reda.
“Batalkan kunjungan Blinken!” ujar banyak anggota DPR dari Partai Republik.
Mendadak, kunjungan itu batal
Biden, khususnya Partai Demokrat, lagi diincar habis oleh Republik. Tit-for-tat. Republik kini menguasai kursi DPR, meski tipis-tipis saja. Saatnya balas dendam.
Tit-for-tat pun dilakukan. Anggota DPR pertama berjilbab, Ilhan Omar, didepak dari komisi luar negeri DPR. Ilhan dianggap anti Israel. Ada jejak digitalnyi. Ilhan, dari dapil Minnesota, sudah minta maaf atas ucapannyi itu. Tapi dia memang sudah lama jadi sasaran tembakan Republik. Trump terang-terangan minta orang seperti Ilhan harus ”pulang kampung”. Ia lebih baik membangun negara asalnyi yang miskin di Somalia.
Ketika masih berkuasa di DPR, Demokrat memang berhasil mengucilkan seorang anggota DPRÂ dari Republik yang dianggap rasialis dan ekstrem kanan. Anda sudah tahu namanyi: Marjorie Taylor Greene.
Ilhan dan Marjore seperti dua wanita di sayap yang berjauhan
Banyak hal akan dilakukan Republik untuk menyerang Biden dan Demokrat. Termasuk masalah kenegaraan yang paling krusial di AS: plafon utang negara. Utang itu harus dinaikkan kalau Amerika masih mau hidup. Soal ini akan jadi medan tempur kedua partai.
Tak mustahil Republik juga akan melengserkan Biden di tengah jalan. Juga tit-for-tat: Trump pernah dilengserkan dari jabatan presiden oleh Demokrat pun setelah masa jabatannya selesai.
Maka kasus balon ini bisa ibarat bensin baru yang tersiram di atas bara menyala.
Tiongkok akhirnya mengakui: balon itu miliknya.
Bagaimana bisa menyeberangi Lautan Pasifik nyasar sampai ke atas Montana?
“Itu tidak disengaja. Force Majeure . Terbawa angin,” ujar kementerian luar negeri Tiongkok.
Tentu Amerika tidak percaya begitu saja. Ini akan jadi urusan besar dan panjang. Apalagi di tahun politik di sana.
Kenapa tidak ditembak jatuh saja?
Biden sudah minta pendapat kementerian pertahanan. Tiga pertanyaan diajukan:
Apakah membahayakan penerbangan sipil?
Jawabnya: tidak.
Apakah membahayakan penduduk Montana?
Jawabnya: tidak.
Apakah membahayakan keamanan dan kedaulatan negara?
Jawabnya: tidak.
Maka tidak perlu dijatuhkan.
Justru kalau ditembak jatuh bisa membahayakan penduduk: pecahan-pecahannya itu. Banyak benda padat di balon itu: panel tenaga surya, kamera, komputer dan alat penelitian lainnya.
Toh ketinggian balon itu di atas jalur penerbangan sipil yang paling tinggi: di atas 60.000 kaki. Pesawat Boeing 737 biasa terbang di 30.000 kaki. Boeing 747 sekitar 40.000 kaki. Saya ingat dulu, ketika naik Concorde, terbang di ketinggian 60.000 kaki. Tidak ada pesawat penumpang terbang lebih tinggi dari Concorde.
Balon raksasa itu kelihatannya memang sudah distel untuk aman bagi siapa saja. Kenapa bisa distel begitu tinggi tapi tidak bisa distel anti tiupan angin?
Itulah juga pertanyaan kecurigaan di Amerika. Kalau pertanyaan kita di sini sederhana: kenapa tidak membawa tolak angin.
Tiongkok sudah berusaha menjelaskan sebisa-bisanya: itu bukan balon militer. Itu balon sipil. Itu bagian dari penelitian cuaca. Terkait dengan perubahan iklim.
Tiongkok memang sangat agresif dalam penelitian cuaca.
Rekayasa cuaca adalah bagian sangat penting di sana. Di masa lalu negara itu sering kalah oleh banjir bandang. Rekayasa di darat sudah dilakukan. Dengan mahal: membangun begitu banyak bendungan. Termasuk bendungan Lembah Tiga Ngarai yang membebaskan Wuhan dari gagal panen secara masif. Sambil menghasilkan listrik sampai 28.000 MW.
Sungai Huanghe adalah ”buku sejarah” bencana cuaca di sana.
Kini rekayasa dari udara jadi fokus berikutnya. Kalau pun Tiongkok berhasil menemukan cara itu, dunia bisa meng-copy-nya. Kalau Tiongkok tidak merahasiakannya. Atau, jangan-jangan rekayasa di Tiongkok itu justru membuat bagian lain dunia kian menderita bencana.
Tentu ilmu cuaca tidak mirip pawang hujan: yang hanya bisa memindahkan hujan ke desa tetangga.
Di ketinggian balon seperti itu, apakah Amerika bisa menghentikannya, lalu menurunkannya? Tanpa menembaknya?
Kalau saja balon itu terlihat di atas Alaska, mungkin tidak akan seheboh ini. Tapi ini di Montana. Orang yang punya teleskop sederhana bisa memonitornya. Medsos di sana dipenuhi oleh pembicaraan soal balon ini. Dengan segala bumbu dan kuahnya.
Montana adalah negara bagian yang indah. Berbukit-bukit. Penduduknya sedikit. Berkali-kali saya berkendara di Montana. Termasuk di kota Billings. Meski jauh kini saya bisa ikut merasakan sensasi ”pertunjukan” balon putih itu.
Dan yang membuat balon tersebut sensitif adalah ini: di Montanalah terdapat gua rahasia: tempat peluncuran senjata balistik antar benua: Minuteman III. Tentu balon tersebut disangka mencari data soal persenjataan di bawah tanah itu. Rusia dan Tiongkok bisa dihancurkan dari Montana.
Maka fokus perhatian AS ditujukan ke balon di atas Montana. Bukan balon satunya yang melayang-layang di atas Amerika Latin. Tidak ada senjata berkepala nuklir antarbenua di sana.
Sampai tadi malam balon itu masih ada dua. Belum ada yang meletus salah satunya.
Tidak mudah mengendalikan kemarahan rakyat Amerika atas balon Tiongkok itu. Akhirnya sebuah pesawat tempur mendekat ke balon itu: dor! (Dahlan Iskan)