29 C
Jakarta
Wednesday, December 11, 2024

Pojokan Sri

YANG paling saya khawatirkan saat ini adalah: Sri Mulyani mengundurkan diri.

Bukan main sulit posisi menteri keuangan itu. Keterangannya di komisi XI DPR Selasa lalu terlihat seperti seorang pembohong. Terutama setelah besoknya, angka-angka yang berbeda dikemukakan Menko Polhukam Mahfud MD. Angka-angka itu dibeberkan lengkap di depan Komisi III DPR.

Tentu Sri Mulyani bukan tipe pembohong. Tapi terlihat jelas bahwa angka-angka yang dia ungkapkan seperti sebuah usaha menutupi sebuah kejahatan.

Maka betapa sulit posisi Sri Mulyani setelah rapat dengar pendapat menko dengan komisi III itu.

Kalau dia seorang yang memang dikenal suka berbohong mungkin cuek saja. Persoalannya Sri Mulyani adalah orang yang selama ini tepercaya.

Saya setuju dengan Mahfud MD bahwa Sri Mulyani bukan pembohong. Sri Mulyani hanya menerima angka-angka itu dari anak buahnyi. Sri Mulyani harus percaya pada angka yang disampaikan padanyi itu.

Di satu pihak menkeu harus menyemangati anak buah: agar program kerja bidang keuangan mencapai target. Sesekali juga harus membela anak buah.

Di lain pihak kini dia tidak bisa lagi menghindar: begitu banyak anak buahnya yang menyebabkan dirinyi terpojok. Di muka publik pula. Di masalah yang begitu sensitif: korupsi dan pencucian uang.

Sebagai menteri yang dikenal bersih, Sri Mulyani menjadi terlihat seperti tidak berdaya di dalam kandang buaya anak buahnya.

Idealisme dan keinginannyi untuk bersih begitu besar. Tapi yang terbongkar sekarang ini begitu nyata: soal pencucian uang yang sampai menumpuk begitu lama dan begitu besar.

Baca Juga :  Ruang 48

Yang saya khawatirkan dari Sri Mulyani adalah ini: jangan-jangan dia mulai berpikir, untuk apa lagi jadi menteri. Keinginan baiknyi yang tinggi mentok di kenyataan kerja anak buah. Harapannyi yang begitu tinggi kandas di keruwetan birokrasi. Untuk apa lagi jadi menteri. Gaji sebagai menteri begitu kecil. Peluangnyi untuk jadi sesuatu yang lebih tinggi juga sudah hampir tidak ada lagi.

Lalu untuk apa kelelahan pikiran, mental, dan fisik Sri Mulyani. Kalau ujung-ujungnya semua pengabdian itu tenggelam oleh kasus-kasus besar seperti ini.

Keinginannyi menegakkan sesuatu ternyata seperti menegakkan benang basah.

Hanya pejuang sejati yang tidak frustrasi dengan kenyataan seperti itu. Harapan saya Sri Mulyani adalah pejuang sejati: pilih menyelesaikan persoalan yang begitu besar, begitu penting dan begitu sensitif. Jangan pernah punya pikiran mundur lagi, pun dengan alasan diperlukan di lembaga keuangan dunia.

Maka saya ucapkan selamat berjuang sebagai pejuang.

Pasti saya membayangkan betapa frustrasi Sri Mulyani.

Ke pihak luar dia menghadapi opini publik yang begitu kejam. Tanpa ada peluang lagi baginyi untuk mengelak, membantah, atau meluruskan.

Ke dalam dia harus menghadapi anak buah dengan perasaan jengkel yang memuncak.

Tapi semua sisa pekerjaan itu harus diselesaikan oleh birokrasinya sendiri. Apakah Sri Mulyani masih bisa mengandalkan mereka? Untuk, misalnya, tidak dibelok-belokkan lagi?

Baca Juga :  Tahun Gegap

Kalau Sri Mulyani tidak percaya pada anak buahnyi, lantas siapa yang harus menanganinya.

Potong satu eselon? Sapu bersih begitu banyak orang? Atau serahkan ke lembaga swasta seperti Ernst & Young? Seperti dulu bea cukai diserahkan ke perusahaan Prancis?

Forum Komisi III DPR dengan menko Polhukam Rabu lalu benar-benar telah membuat posisi Sri Mulyani begitu sulit. Khususnya sebagai menteri. Bukan sebagai pribadi.

Misalnya bagaimana dengan pedenyi Sri Mulyani bilang di depan DPR bahwa transaksi mencurigakan yang menyangkut orang kemenkeu hanya Rp 3,5 triliun. Sedang Menko Mahfud dengan gamblang menyebut angka itu Rp 35 triliun. Lengkap dengan buktinya.

Pun dengan ketegasan khasnyi, Sri Mulyani merasa tidak pernah menerima surat dari PPATK. Sementara besoknya menko menyebut surat itu ada tanda terimanya.

Saya memperkirakan Sri Mulyani akan sangat sulit berkilah lagi. Maka pilihan terbaik adalah menyelesaikannya dengan segera. Toh masih ada waktu satu tahun baginyi.

Yang juga telak adalah soal ketegasan Sri Mulyani yang mengatakan sudah menindak pelaku pencucian uang dimaksud. Sedang harusnya itu belum cukup. Tidak boleh hanya pelakunya yang ditindak. Menurut Menko Mahfud,  seluruh jaringannya harus diungkap. Seperti kata menko, tindak pencucian yang itu pasti berjaringan. Bisa sampai istri, anak, sopir dan teman-temannya.

Pokoknya Sri Mulyani kini dalam posisi begitu sulit.

Atau dia menemukan cara berkilah yang baru. (Dahlan Iskan)

YANG paling saya khawatirkan saat ini adalah: Sri Mulyani mengundurkan diri.

Bukan main sulit posisi menteri keuangan itu. Keterangannya di komisi XI DPR Selasa lalu terlihat seperti seorang pembohong. Terutama setelah besoknya, angka-angka yang berbeda dikemukakan Menko Polhukam Mahfud MD. Angka-angka itu dibeberkan lengkap di depan Komisi III DPR.

Tentu Sri Mulyani bukan tipe pembohong. Tapi terlihat jelas bahwa angka-angka yang dia ungkapkan seperti sebuah usaha menutupi sebuah kejahatan.

Maka betapa sulit posisi Sri Mulyani setelah rapat dengar pendapat menko dengan komisi III itu.

Kalau dia seorang yang memang dikenal suka berbohong mungkin cuek saja. Persoalannya Sri Mulyani adalah orang yang selama ini tepercaya.

Saya setuju dengan Mahfud MD bahwa Sri Mulyani bukan pembohong. Sri Mulyani hanya menerima angka-angka itu dari anak buahnyi. Sri Mulyani harus percaya pada angka yang disampaikan padanyi itu.

Di satu pihak menkeu harus menyemangati anak buah: agar program kerja bidang keuangan mencapai target. Sesekali juga harus membela anak buah.

Di lain pihak kini dia tidak bisa lagi menghindar: begitu banyak anak buahnya yang menyebabkan dirinyi terpojok. Di muka publik pula. Di masalah yang begitu sensitif: korupsi dan pencucian uang.

Sebagai menteri yang dikenal bersih, Sri Mulyani menjadi terlihat seperti tidak berdaya di dalam kandang buaya anak buahnya.

Idealisme dan keinginannyi untuk bersih begitu besar. Tapi yang terbongkar sekarang ini begitu nyata: soal pencucian uang yang sampai menumpuk begitu lama dan begitu besar.

Baca Juga :  Ruang 48

Yang saya khawatirkan dari Sri Mulyani adalah ini: jangan-jangan dia mulai berpikir, untuk apa lagi jadi menteri. Keinginan baiknyi yang tinggi mentok di kenyataan kerja anak buah. Harapannyi yang begitu tinggi kandas di keruwetan birokrasi. Untuk apa lagi jadi menteri. Gaji sebagai menteri begitu kecil. Peluangnyi untuk jadi sesuatu yang lebih tinggi juga sudah hampir tidak ada lagi.

Lalu untuk apa kelelahan pikiran, mental, dan fisik Sri Mulyani. Kalau ujung-ujungnya semua pengabdian itu tenggelam oleh kasus-kasus besar seperti ini.

Keinginannyi menegakkan sesuatu ternyata seperti menegakkan benang basah.

Hanya pejuang sejati yang tidak frustrasi dengan kenyataan seperti itu. Harapan saya Sri Mulyani adalah pejuang sejati: pilih menyelesaikan persoalan yang begitu besar, begitu penting dan begitu sensitif. Jangan pernah punya pikiran mundur lagi, pun dengan alasan diperlukan di lembaga keuangan dunia.

Maka saya ucapkan selamat berjuang sebagai pejuang.

Pasti saya membayangkan betapa frustrasi Sri Mulyani.

Ke pihak luar dia menghadapi opini publik yang begitu kejam. Tanpa ada peluang lagi baginyi untuk mengelak, membantah, atau meluruskan.

Ke dalam dia harus menghadapi anak buah dengan perasaan jengkel yang memuncak.

Tapi semua sisa pekerjaan itu harus diselesaikan oleh birokrasinya sendiri. Apakah Sri Mulyani masih bisa mengandalkan mereka? Untuk, misalnya, tidak dibelok-belokkan lagi?

Baca Juga :  Tahun Gegap

Kalau Sri Mulyani tidak percaya pada anak buahnyi, lantas siapa yang harus menanganinya.

Potong satu eselon? Sapu bersih begitu banyak orang? Atau serahkan ke lembaga swasta seperti Ernst & Young? Seperti dulu bea cukai diserahkan ke perusahaan Prancis?

Forum Komisi III DPR dengan menko Polhukam Rabu lalu benar-benar telah membuat posisi Sri Mulyani begitu sulit. Khususnya sebagai menteri. Bukan sebagai pribadi.

Misalnya bagaimana dengan pedenyi Sri Mulyani bilang di depan DPR bahwa transaksi mencurigakan yang menyangkut orang kemenkeu hanya Rp 3,5 triliun. Sedang Menko Mahfud dengan gamblang menyebut angka itu Rp 35 triliun. Lengkap dengan buktinya.

Pun dengan ketegasan khasnyi, Sri Mulyani merasa tidak pernah menerima surat dari PPATK. Sementara besoknya menko menyebut surat itu ada tanda terimanya.

Saya memperkirakan Sri Mulyani akan sangat sulit berkilah lagi. Maka pilihan terbaik adalah menyelesaikannya dengan segera. Toh masih ada waktu satu tahun baginyi.

Yang juga telak adalah soal ketegasan Sri Mulyani yang mengatakan sudah menindak pelaku pencucian uang dimaksud. Sedang harusnya itu belum cukup. Tidak boleh hanya pelakunya yang ditindak. Menurut Menko Mahfud,  seluruh jaringannya harus diungkap. Seperti kata menko, tindak pencucian yang itu pasti berjaringan. Bisa sampai istri, anak, sopir dan teman-temannya.

Pokoknya Sri Mulyani kini dalam posisi begitu sulit.

Atau dia menemukan cara berkilah yang baru. (Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru