25.6 C
Jakarta
Wednesday, October 29, 2025

Sekda Diminta Instruksikan Seluruh Kepala OPD Sosialisasikan Aturan TPP Kepada Para Pegawai

SAMPIT, PROKALTENG.CO – Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Rimbun. Menegaskan pentingnya langkah cepat pemerintah daerah untuk mengintensifkan sosialisasi terkait rasionalisasi Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).

Ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan persepsi keliru atau menjadi isu liar di kalangan aparatur sipil negara (ASN).

“Supaya tidak berkembang jadi isu negatif, saya minta Sekretaris Daerah menginstruksikan seluruh kepala OPD agar segera mensosialisasikan aturan mengenai TPP kepada para pegawai,” ujar Rimbun, Selasa (28/10).

Rimbun menjelaskan, kebijakan penyesuaian TPP merupakan konsekuensi dari amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Regulasi itu mengatur batas maksimal belanja pegawai hanya 30 persen dari total belanja APBD.

Pemerintah pusat memberi waktu penyesuaian selama lima tahun atau hingga 2027. Sementara itu, belanja pegawai Pemkab Kotim saat ini masih berkisar 32 sampai 36 persen dari total APBD, sehingga pemerintah daerah harus melakukan penyesuaian bertahap.

Baca Juga :  Satpol PP Tidak Bisa Dibiarkan Bekerja dengan Keterbatasan yang Ekstrem

“Tidak ada niat memotong TPP. Ini murni penyesuaian dengan regulasi pusat. Pemerintah daerah wajib menurunkan belanja pegawai agar maksimal 30 persen. Jadi prosesnya bertahap,” jelasnya.

Menurut Rimbun, penyesuaian TPP ini sebenarnya sudah diumumkan sejak awal 2025 dan mulai diberlakukan tahun ini. Namun, ia menilai masih banyak ASN yang belum memahami secara utuh alasan di balik kebijakan tersebut, terlihat dari sejumlah keluhan yang beredar di media sosial.

“Ini sebabnya sosialisasi harus digencarkan lagi. ASN perlu tahu bahwa kebijakan ini bukan semata keputusan Pemkab Kotim, tapi bagian dari kebijakan nasional,” tegasnya.

Rimbun juga menekankan bahwa besaran TPP sangat bergantung pada kondisi keuangan daerah. Jika pendapatan daerah dan Dana Transfer ke Daerah (TKD) meningkat, TPP pun bisa naik. Namun, jika dana menurun, TPP juga otomatis ikut disesuaikan.

Ia mengungkapkan, hasil pembahasan Rancangan APBD Murni 2026 menunjukkan porsi belanja pegawai tetap bertahan, sehingga secara persentase tidak mengalami pengurangan. Namun demikian, adanya pemangkasan TKD sekitar Rp 383 miliar dari pemerintah pusat diperkirakan tetap akan berdampak pada nominal TPP yang diterima ASN.

Baca Juga :  Tingkatkan Pengawasan! Banyak Truk Bermuatan Masuk Kota

“Untuk 2026 kita masih bertahan. Tapi di 2027, penyesuaian besar kemungkinan tidak bisa dihindari karena itu batas akhir tenggat waktu dari pemerintah pusat,” katanya.

Rimbun mengingatkan, jika penyesuaian besar dilakukan sekaligus pada 2027, gejolak di kalangan pegawai sangat mungkin terjadi. Karena itu, komunikasi dan sosialisasi sejak dini menjadi langkah strategis agar ASN memahami konteks kebijakan dan tidak mudah terprovokasi.

“Kalau pendapatan asli daerah kita naik, beban rasionalisasi tentu akan terasa lebih ringan. Tapi kalau hanya mengandalkan TKD, ruang fiskal daerah kita sangat terbatas karena sebagian besar dananya bersifat khusus dan tidak bisa dialihkan,” pungkasnya.(bah/kpg)

SAMPIT, PROKALTENG.CO – Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Rimbun. Menegaskan pentingnya langkah cepat pemerintah daerah untuk mengintensifkan sosialisasi terkait rasionalisasi Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).

Ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan persepsi keliru atau menjadi isu liar di kalangan aparatur sipil negara (ASN).

“Supaya tidak berkembang jadi isu negatif, saya minta Sekretaris Daerah menginstruksikan seluruh kepala OPD agar segera mensosialisasikan aturan mengenai TPP kepada para pegawai,” ujar Rimbun, Selasa (28/10).

Rimbun menjelaskan, kebijakan penyesuaian TPP merupakan konsekuensi dari amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Regulasi itu mengatur batas maksimal belanja pegawai hanya 30 persen dari total belanja APBD.

Pemerintah pusat memberi waktu penyesuaian selama lima tahun atau hingga 2027. Sementara itu, belanja pegawai Pemkab Kotim saat ini masih berkisar 32 sampai 36 persen dari total APBD, sehingga pemerintah daerah harus melakukan penyesuaian bertahap.

Baca Juga :  Satpol PP Tidak Bisa Dibiarkan Bekerja dengan Keterbatasan yang Ekstrem

“Tidak ada niat memotong TPP. Ini murni penyesuaian dengan regulasi pusat. Pemerintah daerah wajib menurunkan belanja pegawai agar maksimal 30 persen. Jadi prosesnya bertahap,” jelasnya.

Menurut Rimbun, penyesuaian TPP ini sebenarnya sudah diumumkan sejak awal 2025 dan mulai diberlakukan tahun ini. Namun, ia menilai masih banyak ASN yang belum memahami secara utuh alasan di balik kebijakan tersebut, terlihat dari sejumlah keluhan yang beredar di media sosial.

“Ini sebabnya sosialisasi harus digencarkan lagi. ASN perlu tahu bahwa kebijakan ini bukan semata keputusan Pemkab Kotim, tapi bagian dari kebijakan nasional,” tegasnya.

Rimbun juga menekankan bahwa besaran TPP sangat bergantung pada kondisi keuangan daerah. Jika pendapatan daerah dan Dana Transfer ke Daerah (TKD) meningkat, TPP pun bisa naik. Namun, jika dana menurun, TPP juga otomatis ikut disesuaikan.

Ia mengungkapkan, hasil pembahasan Rancangan APBD Murni 2026 menunjukkan porsi belanja pegawai tetap bertahan, sehingga secara persentase tidak mengalami pengurangan. Namun demikian, adanya pemangkasan TKD sekitar Rp 383 miliar dari pemerintah pusat diperkirakan tetap akan berdampak pada nominal TPP yang diterima ASN.

Baca Juga :  Tingkatkan Pengawasan! Banyak Truk Bermuatan Masuk Kota

“Untuk 2026 kita masih bertahan. Tapi di 2027, penyesuaian besar kemungkinan tidak bisa dihindari karena itu batas akhir tenggat waktu dari pemerintah pusat,” katanya.

Rimbun mengingatkan, jika penyesuaian besar dilakukan sekaligus pada 2027, gejolak di kalangan pegawai sangat mungkin terjadi. Karena itu, komunikasi dan sosialisasi sejak dini menjadi langkah strategis agar ASN memahami konteks kebijakan dan tidak mudah terprovokasi.

“Kalau pendapatan asli daerah kita naik, beban rasionalisasi tentu akan terasa lebih ringan. Tapi kalau hanya mengandalkan TKD, ruang fiskal daerah kita sangat terbatas karena sebagian besar dananya bersifat khusus dan tidak bisa dialihkan,” pungkasnya.(bah/kpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/