30 C
Jakarta
Monday, April 21, 2025

Keseimbangan Antara Alam dan Manusia, Pesan dari Pameran Seni Rupa “Setubuh”

Aku berdiri di hadapan sebuah mata biru besar. Tetes air matanya mengalir ke tengkuk bocah yang meringkuk. Tangan anak itu sedang menanam harapan.

***
ADA sesuatu yang menusuk di sana. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Mata itu adalah gambaran bumi yang porak poranda, sementara anak kecil itu sedang menanggung bebannya.

Dan aku, hanya seorang perempuan yang berdiri diam, mencoba memahami makna di baliknya.
Pertanyaan-pertanyaan memenuhi benak. Apakah mata itu sedang mengutuk dunia, atau meratapinya? Apakah anak kecil itu melambangkan satu sosok spesifik, atau jutaan jiwa yang senasib?

Aku hanya bisa memandang, membiarkan semua rasa bergolak. Lukisan ini mengingatkanku pada begitu banyak hal yang sering terlewat begitu saja–kesakitan yang tidak terlihat.

Tetapi, di balik goresan tintanya aku menemukan diriku sendiri. Bagian diriku yang mengabaikan penderitaan orang lain, bagian diriku yang terlalu sibuk buat peduli. Dan sekarang, mata itu menatapku.

Aku berdiri lebih lama di sana, membiarkan lukisan itu berbicara. Aku mungkin tidak memiliki jawaban, tetapi aku tahu, aku tidak akan pernah memandang dunia dengan cara yang sama lagi.

Perasaan itu memenuhi relung perasaan Afrisa (22) yang pandangannya lama tertaut pada lukisan berjudul “Bumi Menangis”.

“Aku merasa kagum dan tersentuh oleh lukisan ini,” ujar perempuan asal Martapura itu, Ahad (2/4) sore. “Bencana yang makin sering terjadi akhir-akhir ini benar-benar membuat hati resah.”
Lukisan itu karya Umar Sidik, perupa asal Banjarmasin, diciptakan pada tahun 2012 atas keprihatinan dirinya terhadap kerusakan lingkungan.

Baca Juga :  Museum of Bad Art: Hanya Koleksi dan Pamerkan Lukisan Jelek

“Dahulu, hutan Kalimantan begitu lebat dan hijau. Sekarang, kondisinya ya begini,” ungkap Umar.
Namun, Umar coba menyisipkan secercah harapan di dalam karyanya. Pada sosok anak kecil yang menanam bibit.

“Harapan untuk memperbaiki bumi itu masih ada,” katanya. “Kita hanya perlu terus berusaha, meski perlahan.”

Di sudut lain dinding pameran, sebuah lukisan juga mencuri perhatian pengunjung.

Berjudul “Prosesi Ritual” karya Syahriel M Noor. Lukisan ini terdiri dari dua panel kanvas yang saling melengkapi.

Panel pertama menggambarkan penjemputan Putri Junjung Buih, tokoh penting dalam cerita rakyat Banjar.

Namun, keunikan lukisan ini terlihat pada panel kedua, di mana prosesi yang sama digambarkan dengan pengiring robot perempuan.

Kontras antara tradisi dan teknologi ini memberikan perspektif segar tentang bagaimana nilai-nilai lama tetap relevan, bahkan di tengah perubahan zaman.

Melalui karyanya, Syahriel ingin menyampaikan pesan bahwa di era apapun, masyarakat Banjar dibentuk oleh kesopanan dan kepatuhan terhadap orang tua.

“Sebagai orang Banjar, kita perlu mematuhi teladan yang baik dari para pendahulu,” ujar Syahriel.

Di balik proses penciptaan, Syahriel mengaku sebelum mulai melukis harus menjalani ritual pembersihan diri sebagai penghormatan terhadap sosok Junjung Buih.

Baca Juga :  Pemko Banjarmasin Dituding Anggap Remeh Persoalan Sampah

Total ada 37 karya yang dipajang dalam pameran bertajuk “Setubuh” di Bengkel Lukis Solihin, Taman Budaya Kalimantan Selatan, Jalan Hasan Basry, Banjarmasin Utara.

“Kenapa Setubuh? Karena pameran ini mempertemukan karya empat perupa lokal yang berbeda gaya, namun saling melengkapi dalam satu tubuh seni rupa,” jelas Syahriel.

Sementara Umar memaknai Setubuh sebagai representasi karya seni yang lahir dari gerak tubuh, digerakkan Sang Pemilik Dzat.

Si kurator, Hajriansyah berujar, pameran seni rupa ini hadir untuk mengingatkan kita bahwa hubungan manusia dengan semesta bukan sekadar sejarah masa lalu, tetapi harus menjadi pijakan masa depan.

“Pameran Setubuh ingin mengajak setiap orang untuk kembali memahami bahwa keseimbangan antara manusia dan alam itu harus terus dijaga,” ungkapnya.

Pameran ini dibuka sejak Rabu 1 Januari 2025 dan awalnya ditutup pada Senin 10 Februari.

Namun, tingginya antusiasme pengunjung membuat penyelenggara memperpanjang hingga Senin 10 Maret nanti.

Hingga kini, lebih 2 ribu pengunjung telah menikmati karya-karya yang ditampilkan. Pengunjung datang dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, bahkan luar negeri.

“Pengunjung terjauh berasal dari Malaysia,” kata pimpinan produksi, Alif Nur Siddiq.

Bagi Anda yang belum sempat berkunjung, jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati karya-karya penuh makna yang mampu memberikan perspektif baru di tengah sibuknya kota Banjarmasin. (jpg)

Aku berdiri di hadapan sebuah mata biru besar. Tetes air matanya mengalir ke tengkuk bocah yang meringkuk. Tangan anak itu sedang menanam harapan.

***
ADA sesuatu yang menusuk di sana. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Mata itu adalah gambaran bumi yang porak poranda, sementara anak kecil itu sedang menanggung bebannya.

Dan aku, hanya seorang perempuan yang berdiri diam, mencoba memahami makna di baliknya.
Pertanyaan-pertanyaan memenuhi benak. Apakah mata itu sedang mengutuk dunia, atau meratapinya? Apakah anak kecil itu melambangkan satu sosok spesifik, atau jutaan jiwa yang senasib?

Aku hanya bisa memandang, membiarkan semua rasa bergolak. Lukisan ini mengingatkanku pada begitu banyak hal yang sering terlewat begitu saja–kesakitan yang tidak terlihat.

Tetapi, di balik goresan tintanya aku menemukan diriku sendiri. Bagian diriku yang mengabaikan penderitaan orang lain, bagian diriku yang terlalu sibuk buat peduli. Dan sekarang, mata itu menatapku.

Aku berdiri lebih lama di sana, membiarkan lukisan itu berbicara. Aku mungkin tidak memiliki jawaban, tetapi aku tahu, aku tidak akan pernah memandang dunia dengan cara yang sama lagi.

Perasaan itu memenuhi relung perasaan Afrisa (22) yang pandangannya lama tertaut pada lukisan berjudul “Bumi Menangis”.

“Aku merasa kagum dan tersentuh oleh lukisan ini,” ujar perempuan asal Martapura itu, Ahad (2/4) sore. “Bencana yang makin sering terjadi akhir-akhir ini benar-benar membuat hati resah.”
Lukisan itu karya Umar Sidik, perupa asal Banjarmasin, diciptakan pada tahun 2012 atas keprihatinan dirinya terhadap kerusakan lingkungan.

Baca Juga :  Museum of Bad Art: Hanya Koleksi dan Pamerkan Lukisan Jelek

“Dahulu, hutan Kalimantan begitu lebat dan hijau. Sekarang, kondisinya ya begini,” ungkap Umar.
Namun, Umar coba menyisipkan secercah harapan di dalam karyanya. Pada sosok anak kecil yang menanam bibit.

“Harapan untuk memperbaiki bumi itu masih ada,” katanya. “Kita hanya perlu terus berusaha, meski perlahan.”

Di sudut lain dinding pameran, sebuah lukisan juga mencuri perhatian pengunjung.

Berjudul “Prosesi Ritual” karya Syahriel M Noor. Lukisan ini terdiri dari dua panel kanvas yang saling melengkapi.

Panel pertama menggambarkan penjemputan Putri Junjung Buih, tokoh penting dalam cerita rakyat Banjar.

Namun, keunikan lukisan ini terlihat pada panel kedua, di mana prosesi yang sama digambarkan dengan pengiring robot perempuan.

Kontras antara tradisi dan teknologi ini memberikan perspektif segar tentang bagaimana nilai-nilai lama tetap relevan, bahkan di tengah perubahan zaman.

Melalui karyanya, Syahriel ingin menyampaikan pesan bahwa di era apapun, masyarakat Banjar dibentuk oleh kesopanan dan kepatuhan terhadap orang tua.

“Sebagai orang Banjar, kita perlu mematuhi teladan yang baik dari para pendahulu,” ujar Syahriel.

Di balik proses penciptaan, Syahriel mengaku sebelum mulai melukis harus menjalani ritual pembersihan diri sebagai penghormatan terhadap sosok Junjung Buih.

Baca Juga :  Pemko Banjarmasin Dituding Anggap Remeh Persoalan Sampah

Total ada 37 karya yang dipajang dalam pameran bertajuk “Setubuh” di Bengkel Lukis Solihin, Taman Budaya Kalimantan Selatan, Jalan Hasan Basry, Banjarmasin Utara.

“Kenapa Setubuh? Karena pameran ini mempertemukan karya empat perupa lokal yang berbeda gaya, namun saling melengkapi dalam satu tubuh seni rupa,” jelas Syahriel.

Sementara Umar memaknai Setubuh sebagai representasi karya seni yang lahir dari gerak tubuh, digerakkan Sang Pemilik Dzat.

Si kurator, Hajriansyah berujar, pameran seni rupa ini hadir untuk mengingatkan kita bahwa hubungan manusia dengan semesta bukan sekadar sejarah masa lalu, tetapi harus menjadi pijakan masa depan.

“Pameran Setubuh ingin mengajak setiap orang untuk kembali memahami bahwa keseimbangan antara manusia dan alam itu harus terus dijaga,” ungkapnya.

Pameran ini dibuka sejak Rabu 1 Januari 2025 dan awalnya ditutup pada Senin 10 Februari.

Namun, tingginya antusiasme pengunjung membuat penyelenggara memperpanjang hingga Senin 10 Maret nanti.

Hingga kini, lebih 2 ribu pengunjung telah menikmati karya-karya yang ditampilkan. Pengunjung datang dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, bahkan luar negeri.

“Pengunjung terjauh berasal dari Malaysia,” kata pimpinan produksi, Alif Nur Siddiq.

Bagi Anda yang belum sempat berkunjung, jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati karya-karya penuh makna yang mampu memberikan perspektif baru di tengah sibuknya kota Banjarmasin. (jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru