Salah satu upaya untuk melakukan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (PSDM) adalah dengan meningkatkan minat baca. Meningkatkan
minat baca merupakan upaya strategis untuk meningkatkan kualitas peradaban
suatu keluarga dan perguruan tinggi bahkan suatu bangsa.
Budaya membaca sangat terkait erat dengan
tingkat kemajuan sebuah bangsa, misalnya: makin tinggi budaya baca pada sebuah
negara, semakin maju pula negara tersebut. Dalam sebuah penelitian terungkap
bahwa minat baca siswa sekolah dasar di Indonesia berada pada peringkat 26
(duapuluh enam) di antara 27 (duapuluh tujuh) negara yang diteliti.
Hasil penelitian ini menunjukan betapa
rendahnya minat baca siswa SD (sekolah Dasar) di Indonesia juga sekaligus
menunjukkan rendahnya perhatian berbagai pihak (pemerintah sekolah, dan orang
tua) tentang pentingnya membaca. Sebagai pembanding ambilah contoh Jepang dan
negara-negara maju lainnya adalah bukti nyata mengenai pentingnya budaya
membaca sejak usia dini.
Indeks kegemaran membaca masyarakat Indonesa
antara tahun 2016-2020 memang cenderung ada peningkatan, namun secara nasional
masih pada kisaran angka 37,32 (yang artinya pada indeks minat membaca yang
rendah). Indeks baca ini mencakup berbagai dimensi yaitu dimensi kecakapan,
akses, alternative dan budaya (Kompas, 4 April 2021).
Provinsi dengan minat baca tertinggi adalah
DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kepulauan Riau dan seterusnya. Bisa dibayangkan
jika hanya 15 (lima belas) provinsi yang ada diatas rata-rata indeks baca
nasional yang tergolong rendah, berarti ada sekitar 19 provinsi yang indeks
baca di bawah nasional.
Jika dicermati pada hakikatnya membaca dapat
memberikan pengetahuan, memperluas wawasan bahkan menstimulasi kreatifitas
serta mengasah kemampuan fokus dan berpikir kritis. Membaca dapat merangsang
lahirnya inovasi-inovasi baru untuk berkreasi dan berprestasi. Kemajuan sebuah
bangsa dapat diukur dari parameter tinggi atau rendah minat baca masyarakatnya.
Meningkatkan minat baca tentunya bukan hanya
tanggung jawab satu pihak, misalnya penerbit buku, namun jelas menjadi tanggung
jawab semua pihak. Dalam hal ini yang utama adalah pemerintah sebagai pemangku
kepentingan meningkatkan kecerdasan bangsa sepatutnya bertindak sebagai pemandu
gerakan menumbuhkan minta baca masyarakat.
Selanjutnya lembaga pendidikan disegala segmen
usia (termasuk perguruan tinggi), penerbit buku, serta orang tua serta keluarga
menjadi komunitas dan support system yang mendukung peningkatan minat baca
tersebut. Akan tetapi disadari benar bahwa meningkatkan minat baca bukanlah
perkara mudah. Ada berbagai kendala yang menantang.
Kendala pertama adalah kendala kultural.
Masyarakat Indonesia pada umumnya cenderung menyukai bahasa oral (percakapan)
dari pada membaca. Budaya ngerumpi, dan gibah (membicarakan keburukan orang
lain), obrolan ala warung kopi lebih populer dan familiar dibandingkan dengan
membaca. Bahkan dalam pilihan aktivitas, masyarakat lebih cenderung menonton TV
daripada membaca buku.
Ini jelas menjadi tantangan yang tidak ringan
untuk diedukasi dan ditransformasi. Menumbuhkan minat baca secara strategis
memberikan edukasi, khususnya membaca buku-buku ilmu pengetahuan akan menjadi
pilihan aktivitas yang konstruktif.
Maraknya kenakalan remaja, meningkatnya
penderita HIV dan AIDS, hingga tingginya angka kriminalitas salah satunya
disebabkan oleh tidak adanya pilihan masyarakat untuk melakukan kegiatan
konstruktif yang membekali diri untuk menambah wawasan.
Hiburan-hiburan TV sekarangpun juga banyak
dijejali oleh sinetron-sinetron yang hanya menjual roman percintaan dan
mengaduk-aduk perasaan penontonnya. Gaya hidup instan juga digambarkan dalam
pola kehidupan yang konsumtif dengan dandanan yang glamour.
Pertengkaran keluarga, hingga konflik
domestik rumah tangga diungkapkan dalam acara-acara infotaiment menjadi
konsumsi publik seolah tidak ada nilai-nilai dan kaidah-kaidah moral ataupun
etis yang dijaga sama sekali. Maka perspektif isi dan kualitasnya, bisa
dibuktikan bahwa membaca buku merupakan aktifitas yang lebih edukatif daripada
menonton TV atau ngobrol dan ngerumpi.
Sementara di keluarga kita saksikan secara
kasat mata, kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran dan membaca buku
tidak menjadi habitus atau kebiasaan. Banyak keluarga yang tidak mengarahkan
anggota keluarganya untuk membaca sebagai bagian dari sarana membangun peradaban
keluarga sebagai cikal bakal membangun peradaban bangsa. Tak terkecuali
perpustakaan dan taman baca kadang sepi pengunjung dan kehadiran orang-orang
yang enggan membaca.
Murah dan Berkualitas
Kendala kedua meningkatkan minat baca adalah
kendala finansial. Sejauh yang penulis ketahui, bahwa buku-buku sekarang
kebanyakan adalah buku-buku tentang pengetahuan, novel, psikologi dan motivasi,
politik, fiksi dan lain-lain. Dari sekian banyak jenis buku tersebut rata-rata
harganya masih cukup mahal.
Rendahnya minat baca bisa disebabkan salah
satunya oleh mahalnya harga buku. Masyarakat yang sudah sadar akan pentingnya
pengetahuan akan membeli buku, meskipun buku itu harganya mahal. Namun bagi
masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah, buku bisa dianggap barang yang
istimewa karena mahal harganya. Buku dianggap bukan kebutuhan, karena ada
kebutuhan lain yang perlu didahulukan. Kebutuhan sandang, pangan dan papan
masih jadi prioritas. Sedangkan pengetahuan dan pendidikan menjadi urutan
prioritas nomor kesekian.
Oleh karenanya menumbuhkan minat baca tidak
hanya bisa dilakukan dengan mengadakan pameran buku. Cara lain yang bisa
dilakukan yaitu memperbanyak pelayanan perpustakaan keliling ke taman-taman
kota juga bisa menjadi pilihan sehingga masyarakat bisa membaca sambil
menikmati pemandangan taman serta udara yang segar.
Sebagai contoh di kota-kota besar seperti
Jakarta dan Surabaya, kini sudah ada beberapa taman kota dan RPTRA telah
dibangun dengan kualitas yang cukup baik. Bahkan di beberapa wilayah pedesaan
sudah tersedia perpusatakaan keliling. Jika taman-taman tersebut dimanfaatkan
juga untuk menjadi sarana pendukung meningkatkan minat baca masyarakat pastilah
sangat efektif. Artinya pemerintah membuka perpustakaan keliling di taman-taman
kota tersebut sebagai langkah strategis meningkatkan minat baca warga, melalui
metode jemput bola.
Sikap Proaktif
Dengan demikian membangkitkan minat baca juga
perlu dilakukan secara proaktif dan mempertimbangkan aspek sarana dan prasarana
ruang publik masyarakat yang mendukung tumbuhnya minat baca. Selain itu semua
kalangan diantaranya adalah pemerintah, penerbit buku, para orang tua,
lembaga-lembaga pendidikan, para akademisi Perguruan Tinggi perlu aktif dan
bekerjasama mengadakan kampanye gemar membaca.
Masyarakat dari berbagai kalangan dan lapisan
perlu diajak dan disadarkan bahwa membaca adalah bagian dari pendidikan.
Pendidikan yang dimaksudkan adalah instrumen yang bisa dilakukan tidak hanya
berada dalam ruang kelas.
Selain itu kualitas pelayanan dan fasilitas
perpustakaan daerah juga harus ditingkatkan. Menambah jumlah buku-buku baru,
memperbaiki fasilitas perpusatakan, serta memperbaiki sistem peminjaman dan
pengembalian buku kepada para anggota.
Komunitas anak-anak muda bisa diajak
melakukan pengabdian masyarakat dengan turun ke daerah slum area (daerah
perkambungan kumuh) berupaya membuat rumah singgah untuk membaca, belajar dan
mendampingi anak-anak kaum marjinal yang bermain ataupun yang kleleran tanpa
pengawasan orang tua.
Khusus bagi Perguruan Tinggi sebagai
komunitas akademis juga harus meningkatkan minat baca para mahasiswanya.
Membaca jurnal dan buku-buku, yang mampu menstimulir pertumbuhan budaya kritis
dan meningkatkan kapasitas serta pengembangan pengetahuan dan keterampilan.
Perpustakaan Perguruan Tinggi mestinya juga
bisa menjadi tempat rujukan meningkatkan minat baca bagi dosen dan mahasiswa.
Harapan melalui upaya-upaya tersebut niscaya makin meningkatkan minat baca yang
tumbuh sebagai sarana untuk mengedukasi dan mentransformasi.
Dengan cara menyediakan berbagai sarana dan
prasarana yang menjadi keuntungan bagi semua pihak diharapkan minat baca
masyarakat akan tumbuh, seiring dengan pertumbuhan kecerdasan, pengetahuan,
hingga pada akhirnya mampu meningkatkan daya ungkit literasi.
(*) Dosen Prodi Manajemen Universitas
Pembangunan Jaya