30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Pandemi dan Transformasi Pascakrisis

SEBAGIAN besar resolusi tahun baru 2020 penduduk dunia cenderung tidak
terpenuhi, kecuali “liburan panjang” di rumah bersama keluarga. Tanpa terasa,
hampir sembilan bulan semua aktivitas sekolah, kuliah, bahkan kerja harus
dilakukan secara online dari kediaman masing-masing.

Tidak hanya bagi bangsa, Covid-19
menjadi isu sentral bagi semua pemerintahan. Target utamanya adalah
meminimalkan penderita (kesehatan) dan mengoptimalkan pertumbuhan (ekonomi)
sampai dapat dikendalikan melalui vaksin dan obat yang efektif.

Covid-19 dan Dampaknya

Covid-19 mengakibatkan ekonomi
turun hingga 4,5 persen dengan nilai USD 8,1 triliun hingga USD 15,8 triliun
secara global. Untuk Indonesia, penurunan ekonomi mencapai -5,32 persen pada
triwulan II dan -3,49 persen pada triwulan III.

Ekonomi Indonesia pada triwulan
III 2020 turun Rp 309,5 triliun dibandingkan tahun sebelumnya, menunjukkan
resesi yang dihadapi Indonesia nyata adanya. Menurut BPS, di antara empat
sektor yang berkontribusi besar bagi perekonomian Indonesia, hanya pertanian
yang tumbuh positif. Manufaktur, perdagangan, dan konstruksi pada triwulan II
serta III tumbuh negatif.

Tutupnya (terbatasnya) perbatasan
dan karantina menjadikan volume perjalanan berkurang drastis. International Air Transport Association
(IATA) melaporkan penurunan volume penerbangan hingga 66 persen di seluruh
dunia. Sementara itu, World Trade
Organization
(WTO) melaporkan penurunan volume perdagangan dunia hingga 32
persen. Penurunan ekonomi yang diikuti turunnya volume transportasi, baik di
darat, laut, maupun udara, mengakibatkan membaiknya kondisi udara di seluruh
dunia. Misalnya, berkurangnya polusi udara hingga 50 persen di New York,
sedangkan di Indonesia mencapai 42 persen ketika PSBB diberlakukan.

Secara agregat, terjadi penurunan
30–60 persen untuk NO2 dan CO di seluruh dunia. Namun, di sisi lain, dunia
mengalami peningkatan limbah biomedis dan peralatan protokol kesehatan seiring
meningkatnya penderita Covid-19.

Baca Juga :  Ramadan: Antara Covid-19 dan Puasa Hoaks

Prospek 2021

Kita patut bersyukur bahwa dampak
Covid-19 terlokalisasi pada aspek kesehatan dan ekonomi. Tidak merembet pada
aspek kehidupan yang lain. Hal itu menjadikan penanganan krisis Covid-19, baik
di Indonesia maupun dunia, relatif lebih mudah dibandingkan bila terjadi krisis
multimensi.

Semua sepakat bahwa vaksin
Covid-19 adalah game changer guna memulihkan krisis kesehatan dan perekonomian.
Aktivitas perekonomian suatu negara akan pulih ketika minimal 70 persen
penduduk tervaksinasi. Perdagangan bilateral maupun multilateral akan terjadi
ketika 70 persen atau lebih penduduk negara yang bertransaksi tervaksinasi.

Saat ini semua pemerintahan
berlomba untuk mendapatkan vaksin. Seperti biasa, negara maju menjadi
pemenangnya. Meskipun produsen vaksin yang tersedia makin beragam (Indonesia
dengan vaksin Merah Putih), tantangan terbesarnya adalah memastikan 70 persen
penduduk Indonesia tervaksinasi kurang dari setahun agar efektif dalam mencegah
Covid-19.

Secara paralel, pemulihan ekonomi
nasional (PEN) di bawah koordinasi Gugus Tugas PEN tetap berlangsung. Government spending penting dalam
memulihkan perekonomian dan secara bertahap menunggu pulihnya investasi maupun
aktivitas ekspor dan impor.

Besarnya kontribusi konsumsi
domestik (58,6 persen) pada PDB Indonesia perlu menjadi prioritas, khususnya
melalui social safety net yang
dikeluarkan pemerintah. Pada APBN 2021 dialokasikan Rp 260,1 triliun (13,3
persen), jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata negara lain yang
mengalokasikan hingga 20 persen agar konsumsi rumah tangga meningkat.

Dengan mengurangi belanja pos
ekonomi dan pelayanan umum hingga 4,2 persen, re-financing bagi UMKM yang terdampak sangatlah strategis mengingat
besarnya kontribusi UMKM pada PDB Indonesia (60,4 persen). Menurut McKinsey,
dibutuhkan 3–4 tahun untuk pulihnya ekonomi seperti akhir 2019.

Baca Juga :  Guru, Literasi Sains, dan Merdeka Belajar Pasca Covid-19

Perubahan pola hidup juga
mengubah profil perekonomian pascapandemi, khususnya akselerasi Industrial
Revolution 4.0. Pentingnya kesehatan menjadikan gaya hidup yang lebih sehat
mengedepan. Digitalisasi, baik dalam bekerja maupun mengonsumsi barang dan
jasa, akan semakin dominan. Proses pendidikan akan berubah. Minimal blended learning menjadi new normal dan
revitalisasi infrastruktur kampus dan sekolah perlu dilakukan. Penggunaan big
data dalam kebijakan nasional yang lebih tepat sasaran akan meningkat.
Mobilitas yang lebih rendah, bila online dan stay at home bisa dilakukan, menjadikan industri transportasi dan
akomodasi perlu adaptasi besar-besaran.

Terakhir, banyak negara yang
mentransformasi diri menjadi maju ketika krisis. Contohnya, Korea Selatan
pasca-Perang Korea atau Jepang pasca-Perang Dunia II. Program kerja kelima
Kabinet Indonesia Maju adalah mentransformasi ekonomi Indonesia. Tingginya
ketergantungan pada bahan baku obat dan alat kesehatan dari luar negeri
(mencapai 90 persen) sangatlah rentan bagi Indonesia, apalagi ketika pandemi
yang menjadikan semua kepala negara mementingkan kepentingan domestik.

Dalam enam bulan terakhir, banyak
karya anak bangsa yang hadir menjawab permasalahan kesehatan di Indonesia.
Memfasilitasi tumbuhnya ekosistem inovasi dan menopang tumbuhnya industri kesehatan
yang lebih mandiri menjadi awal dan kunci transformasi ekonomi Indonesia yang
berdaya saing dan bernilai tambah tinggi. (*)

(BADRI MUNIR SUKOCO, Direktur
Sekolah Pascasarjana Unair)

SEBAGIAN besar resolusi tahun baru 2020 penduduk dunia cenderung tidak
terpenuhi, kecuali “liburan panjang” di rumah bersama keluarga. Tanpa terasa,
hampir sembilan bulan semua aktivitas sekolah, kuliah, bahkan kerja harus
dilakukan secara online dari kediaman masing-masing.

Tidak hanya bagi bangsa, Covid-19
menjadi isu sentral bagi semua pemerintahan. Target utamanya adalah
meminimalkan penderita (kesehatan) dan mengoptimalkan pertumbuhan (ekonomi)
sampai dapat dikendalikan melalui vaksin dan obat yang efektif.

Covid-19 dan Dampaknya

Covid-19 mengakibatkan ekonomi
turun hingga 4,5 persen dengan nilai USD 8,1 triliun hingga USD 15,8 triliun
secara global. Untuk Indonesia, penurunan ekonomi mencapai -5,32 persen pada
triwulan II dan -3,49 persen pada triwulan III.

Ekonomi Indonesia pada triwulan
III 2020 turun Rp 309,5 triliun dibandingkan tahun sebelumnya, menunjukkan
resesi yang dihadapi Indonesia nyata adanya. Menurut BPS, di antara empat
sektor yang berkontribusi besar bagi perekonomian Indonesia, hanya pertanian
yang tumbuh positif. Manufaktur, perdagangan, dan konstruksi pada triwulan II
serta III tumbuh negatif.

Tutupnya (terbatasnya) perbatasan
dan karantina menjadikan volume perjalanan berkurang drastis. International Air Transport Association
(IATA) melaporkan penurunan volume penerbangan hingga 66 persen di seluruh
dunia. Sementara itu, World Trade
Organization
(WTO) melaporkan penurunan volume perdagangan dunia hingga 32
persen. Penurunan ekonomi yang diikuti turunnya volume transportasi, baik di
darat, laut, maupun udara, mengakibatkan membaiknya kondisi udara di seluruh
dunia. Misalnya, berkurangnya polusi udara hingga 50 persen di New York,
sedangkan di Indonesia mencapai 42 persen ketika PSBB diberlakukan.

Secara agregat, terjadi penurunan
30–60 persen untuk NO2 dan CO di seluruh dunia. Namun, di sisi lain, dunia
mengalami peningkatan limbah biomedis dan peralatan protokol kesehatan seiring
meningkatnya penderita Covid-19.

Baca Juga :  Ramadan: Antara Covid-19 dan Puasa Hoaks

Prospek 2021

Kita patut bersyukur bahwa dampak
Covid-19 terlokalisasi pada aspek kesehatan dan ekonomi. Tidak merembet pada
aspek kehidupan yang lain. Hal itu menjadikan penanganan krisis Covid-19, baik
di Indonesia maupun dunia, relatif lebih mudah dibandingkan bila terjadi krisis
multimensi.

Semua sepakat bahwa vaksin
Covid-19 adalah game changer guna memulihkan krisis kesehatan dan perekonomian.
Aktivitas perekonomian suatu negara akan pulih ketika minimal 70 persen
penduduk tervaksinasi. Perdagangan bilateral maupun multilateral akan terjadi
ketika 70 persen atau lebih penduduk negara yang bertransaksi tervaksinasi.

Saat ini semua pemerintahan
berlomba untuk mendapatkan vaksin. Seperti biasa, negara maju menjadi
pemenangnya. Meskipun produsen vaksin yang tersedia makin beragam (Indonesia
dengan vaksin Merah Putih), tantangan terbesarnya adalah memastikan 70 persen
penduduk Indonesia tervaksinasi kurang dari setahun agar efektif dalam mencegah
Covid-19.

Secara paralel, pemulihan ekonomi
nasional (PEN) di bawah koordinasi Gugus Tugas PEN tetap berlangsung. Government spending penting dalam
memulihkan perekonomian dan secara bertahap menunggu pulihnya investasi maupun
aktivitas ekspor dan impor.

Besarnya kontribusi konsumsi
domestik (58,6 persen) pada PDB Indonesia perlu menjadi prioritas, khususnya
melalui social safety net yang
dikeluarkan pemerintah. Pada APBN 2021 dialokasikan Rp 260,1 triliun (13,3
persen), jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata negara lain yang
mengalokasikan hingga 20 persen agar konsumsi rumah tangga meningkat.

Dengan mengurangi belanja pos
ekonomi dan pelayanan umum hingga 4,2 persen, re-financing bagi UMKM yang terdampak sangatlah strategis mengingat
besarnya kontribusi UMKM pada PDB Indonesia (60,4 persen). Menurut McKinsey,
dibutuhkan 3–4 tahun untuk pulihnya ekonomi seperti akhir 2019.

Baca Juga :  Guru, Literasi Sains, dan Merdeka Belajar Pasca Covid-19

Perubahan pola hidup juga
mengubah profil perekonomian pascapandemi, khususnya akselerasi Industrial
Revolution 4.0. Pentingnya kesehatan menjadikan gaya hidup yang lebih sehat
mengedepan. Digitalisasi, baik dalam bekerja maupun mengonsumsi barang dan
jasa, akan semakin dominan. Proses pendidikan akan berubah. Minimal blended learning menjadi new normal dan
revitalisasi infrastruktur kampus dan sekolah perlu dilakukan. Penggunaan big
data dalam kebijakan nasional yang lebih tepat sasaran akan meningkat.
Mobilitas yang lebih rendah, bila online dan stay at home bisa dilakukan, menjadikan industri transportasi dan
akomodasi perlu adaptasi besar-besaran.

Terakhir, banyak negara yang
mentransformasi diri menjadi maju ketika krisis. Contohnya, Korea Selatan
pasca-Perang Korea atau Jepang pasca-Perang Dunia II. Program kerja kelima
Kabinet Indonesia Maju adalah mentransformasi ekonomi Indonesia. Tingginya
ketergantungan pada bahan baku obat dan alat kesehatan dari luar negeri
(mencapai 90 persen) sangatlah rentan bagi Indonesia, apalagi ketika pandemi
yang menjadikan semua kepala negara mementingkan kepentingan domestik.

Dalam enam bulan terakhir, banyak
karya anak bangsa yang hadir menjawab permasalahan kesehatan di Indonesia.
Memfasilitasi tumbuhnya ekosistem inovasi dan menopang tumbuhnya industri kesehatan
yang lebih mandiri menjadi awal dan kunci transformasi ekonomi Indonesia yang
berdaya saing dan bernilai tambah tinggi. (*)

(BADRI MUNIR SUKOCO, Direktur
Sekolah Pascasarjana Unair)

Terpopuler

Artikel Terbaru