33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Ramadan: Antara Covid-19 dan Puasa Hoaks

RAMADAN tahun ini merupakan tahun kedua kita mengadapkan
pandemi  Covid-19 yang mendera hampir di
seluruh daerah di Indonesia, bahkan dunia. Pandemi ini menyebabkan begitu
banyak korban jiwa, menyebabkan banyak orang kehilangan mata pencaharian,
bahkan menyebabkan berbagai rutinitas yang biasa kita laksanakan di bulan
Ramadan seperti salat tarawih berjamaah di masjid, tadarussan, buka bersama
teman-teman, dan berbagai rutinitas lain terpaksa dibatasi bahkan ditempat
tertentu ditiadakan sementara.

Pada tataran ini pandemi Covid-19
secara tidak langsung menyebabkan keterpurukan psikologis, ketakutan, dan kekhawatiran
bagi kita yang tengah berpuasa.

Di tengah berbagai permasalahan
yang muncul akibat pademi ini, dalam waktu yang bersamaan muncul lagi masalah
yang begitu serius yaitu banyaknya hoaks, banyaknya berita bohong, banyaknya
informasi palsu terkait Covid-19 yang disebarluaskan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab baik melalui media sosial maupun dari mulut ke mulut.

Permasalahan ini semakin kompeks
manakala hoaks tersebut diyakini kebenarannya meskipun sudah banyak klarifikasi
yang dilakukan.Dalam kondisi seperti ini hoaks tersebut memang secara langsung
tidak menyebabkan kematian, namun dapat menyebabkan ketakutan, kebingungan,
bahkan hingga tekanan psikologisdialami oleh masyarakat.

Menyikapi masifnya hoaks saat
ini, bulan Ramadan mestinya kita jadikan momentum bagi melatih diri kita untuk
tidak hanya sabar menahan lapar, dahaga, dan nafsu seksual pada siang hari.
Namun juga mestinya kita jadikan momentum untuk melatih diri kita agar tidak
mudah percaya bahkan ikut menyebarkan berita bohong. Bukankah dalam surah
Al-Baqarah, puasa disebut menggunakan istilah Shoum yang dapat dimaknai dengan menahan diri.

Baca Juga :  Setelah FPI Dibubarkan, Lalu Apa?

Ini artinya, esensipuasa bukan
hanya menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan suami istri di siang
hari. Tetapi puasa esensinya adalah latihan untuk menahan diri dari berbuat
keburukan tidak hanya di siang hari, tetapi juga sepanjang hari. Dalam konteks
ini di antara keburukan yang dimaksud dalam konteks ini adalah menyebarkan
hoaks.

Permasalahannya, terkadang ada
diantara kita tidak sadar bahwa informasi yang diterima atau yang disampaikan
adalah bohong. Atau mungkin kita tidak sempat untuk mengetahui informasi
tersebut benar atau tidak.

Mirisnya lagi, di tengah
ketidaktahuan tersebut dengan sangat gampang kita menyebarluaskan berbagai
informasi tersebut di facebook, grup WA atau media sosial lain yang kita
miliki. Hanya karena dianggap sebagai informasi yang bermanfaat tanpa pikir
panjang kita sampaikan berita palsu tersebut ke teman dan saudara. Tanpa kita
pikirkan lagi dampak buruk dari tersebarnya berita bohong di masyarakat. Oleh
karena itu mari kita mengingat-ingat pesan Allah dalam surah Al-Hujarat ayat 6;

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu”

Merujuk ayat tersebut, ada
beberapa cara yang dapat kita lakukan agar tidak mudah percaya dengan berita
bohong atau bahkan menjadi penyebarnya. Pertama, saring sebelum sharing, atau check and recheck informasi. Kedua, menahan diri untuk tidak
gampang membagikan informasi di medsos. Informasi yang menurut kita baik,
bermanfaat belum tentu baik untuk orang lain.

Baca Juga :  Rekonsiliasi Politik Pascapilkada

Banyak informasi yang terkadang seperti
memberikan manfaat namun sebetulnya menimbulkan mudharat. Misalnya beberapa
waktu yang lalu tersebar informasi bohong adanya bahan yang haram di suatu
makanan yang dijual oleh sebuah rumah makan. Informasi itu mungkin saja
dianggap baik agar masyarakat hati-hati dalam membeli makanan. Namun akibat
berita bohong itu, rumah makan tersebut tidak ada pembeli, omzetnya turun,
sehingga terpaksa melakukan PHK kepada karyawannya.

Pesan Allah dalam surah
Al-Hujarat tersebut mestinya menjadi renungan oleh semua pihak, baik
pemerintah, LSM, maupun masyarakat umum untuk senantiasa bijak dalam menerima
dan membagikan apapun info yang diterima. Niat membagikan berita tentang
Covid-19 mungkin baik, misalnya untuk mengingatkan agar setiap orang ingat
Tuhan atau senantiasa waspada. Hanya saja kebaikan tersebut jika tanpa didasari
dengan fakta dikhawatirkan bukan malah memberikan manfaat tetapi justru
menyebabkan masalah serius.

Mestinya saat ini kita memberikan
dukungan tidak hanya dengan mengumpulkan sumbangan untuk korban pandemi ini,
tetapi juga ikut melawan penyebaran berita hoaks yang meresahkan.

Semoga kita senantiasa diberikan
ketabahan dan kekuatan untuk menghadapi cobaan ini. Semoga kita senantiasa
dilindungi oleh Allah SWT. Semoga kita juga dapat senantiasa terhindar dari
terpedaya dan menyebarkan berita bohong dalam situasi wabah pandemi ini.***

(MUALIMIN ERDI. Dosen Program
Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Palangka Raya)

RAMADAN tahun ini merupakan tahun kedua kita mengadapkan
pandemi  Covid-19 yang mendera hampir di
seluruh daerah di Indonesia, bahkan dunia. Pandemi ini menyebabkan begitu
banyak korban jiwa, menyebabkan banyak orang kehilangan mata pencaharian,
bahkan menyebabkan berbagai rutinitas yang biasa kita laksanakan di bulan
Ramadan seperti salat tarawih berjamaah di masjid, tadarussan, buka bersama
teman-teman, dan berbagai rutinitas lain terpaksa dibatasi bahkan ditempat
tertentu ditiadakan sementara.

Pada tataran ini pandemi Covid-19
secara tidak langsung menyebabkan keterpurukan psikologis, ketakutan, dan kekhawatiran
bagi kita yang tengah berpuasa.

Di tengah berbagai permasalahan
yang muncul akibat pademi ini, dalam waktu yang bersamaan muncul lagi masalah
yang begitu serius yaitu banyaknya hoaks, banyaknya berita bohong, banyaknya
informasi palsu terkait Covid-19 yang disebarluaskan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab baik melalui media sosial maupun dari mulut ke mulut.

Permasalahan ini semakin kompeks
manakala hoaks tersebut diyakini kebenarannya meskipun sudah banyak klarifikasi
yang dilakukan.Dalam kondisi seperti ini hoaks tersebut memang secara langsung
tidak menyebabkan kematian, namun dapat menyebabkan ketakutan, kebingungan,
bahkan hingga tekanan psikologisdialami oleh masyarakat.

Menyikapi masifnya hoaks saat
ini, bulan Ramadan mestinya kita jadikan momentum bagi melatih diri kita untuk
tidak hanya sabar menahan lapar, dahaga, dan nafsu seksual pada siang hari.
Namun juga mestinya kita jadikan momentum untuk melatih diri kita agar tidak
mudah percaya bahkan ikut menyebarkan berita bohong. Bukankah dalam surah
Al-Baqarah, puasa disebut menggunakan istilah Shoum yang dapat dimaknai dengan menahan diri.

Baca Juga :  Setelah FPI Dibubarkan, Lalu Apa?

Ini artinya, esensipuasa bukan
hanya menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan suami istri di siang
hari. Tetapi puasa esensinya adalah latihan untuk menahan diri dari berbuat
keburukan tidak hanya di siang hari, tetapi juga sepanjang hari. Dalam konteks
ini di antara keburukan yang dimaksud dalam konteks ini adalah menyebarkan
hoaks.

Permasalahannya, terkadang ada
diantara kita tidak sadar bahwa informasi yang diterima atau yang disampaikan
adalah bohong. Atau mungkin kita tidak sempat untuk mengetahui informasi
tersebut benar atau tidak.

Mirisnya lagi, di tengah
ketidaktahuan tersebut dengan sangat gampang kita menyebarluaskan berbagai
informasi tersebut di facebook, grup WA atau media sosial lain yang kita
miliki. Hanya karena dianggap sebagai informasi yang bermanfaat tanpa pikir
panjang kita sampaikan berita palsu tersebut ke teman dan saudara. Tanpa kita
pikirkan lagi dampak buruk dari tersebarnya berita bohong di masyarakat. Oleh
karena itu mari kita mengingat-ingat pesan Allah dalam surah Al-Hujarat ayat 6;

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu”

Merujuk ayat tersebut, ada
beberapa cara yang dapat kita lakukan agar tidak mudah percaya dengan berita
bohong atau bahkan menjadi penyebarnya. Pertama, saring sebelum sharing, atau check and recheck informasi. Kedua, menahan diri untuk tidak
gampang membagikan informasi di medsos. Informasi yang menurut kita baik,
bermanfaat belum tentu baik untuk orang lain.

Baca Juga :  Rekonsiliasi Politik Pascapilkada

Banyak informasi yang terkadang seperti
memberikan manfaat namun sebetulnya menimbulkan mudharat. Misalnya beberapa
waktu yang lalu tersebar informasi bohong adanya bahan yang haram di suatu
makanan yang dijual oleh sebuah rumah makan. Informasi itu mungkin saja
dianggap baik agar masyarakat hati-hati dalam membeli makanan. Namun akibat
berita bohong itu, rumah makan tersebut tidak ada pembeli, omzetnya turun,
sehingga terpaksa melakukan PHK kepada karyawannya.

Pesan Allah dalam surah
Al-Hujarat tersebut mestinya menjadi renungan oleh semua pihak, baik
pemerintah, LSM, maupun masyarakat umum untuk senantiasa bijak dalam menerima
dan membagikan apapun info yang diterima. Niat membagikan berita tentang
Covid-19 mungkin baik, misalnya untuk mengingatkan agar setiap orang ingat
Tuhan atau senantiasa waspada. Hanya saja kebaikan tersebut jika tanpa didasari
dengan fakta dikhawatirkan bukan malah memberikan manfaat tetapi justru
menyebabkan masalah serius.

Mestinya saat ini kita memberikan
dukungan tidak hanya dengan mengumpulkan sumbangan untuk korban pandemi ini,
tetapi juga ikut melawan penyebaran berita hoaks yang meresahkan.

Semoga kita senantiasa diberikan
ketabahan dan kekuatan untuk menghadapi cobaan ini. Semoga kita senantiasa
dilindungi oleh Allah SWT. Semoga kita juga dapat senantiasa terhindar dari
terpedaya dan menyebarkan berita bohong dalam situasi wabah pandemi ini.***

(MUALIMIN ERDI. Dosen Program
Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Palangka Raya)

Terpopuler

Artikel Terbaru