25.6 C
Jakarta
Thursday, November 28, 2024

Usai Tersangka, Edhy Prabowo Mundur dari Partai Gerindra

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka,
bersama enam orang lainnya.

Menteri
Edhy diduga “membelanjakan uang gratifikasi terkait izin ekspor benih lobster
saat kunjungannya ke Amerika Serikat (AS) 21-23 November 2020”.

Usai mengikuti jumpa pers, Edhy Prabowo mengatakan pada
wartawan, “Ini adalah kecelakaan, Saya akan bertanggung jawab dunia akhirat.
Saya minta maaf kepada seluruh masyarakat, khususnya masyarakat perikanan yang
mungkin banyak terkhianati.”

“Saya
juga minta maaf kepada keluarga besar partai saya (Gerindra) dan saya akan
mengundurkan diri sebagai wakil ketua umum partai. Saya juga akan minta untuk
tidak lagi jadi menteri, dan saya kira prosesnya sudah berlangsung. Saya akan
hadapi ini dengan jiwa besar,” kata Edhy sambil berjalan keluar gedung KPK
untuk ditahan di rutan KPK cabang Gedung Merah Putih.

Dalam jumpa pers KPK pada Rabu (25/11/2020) malam, disebutkan
Menteri Edhy terjaring dalam operasi tangkap tangan sepulang dari kunjungan
kerja ke AS. Pada saat lawatan di AS itulah diduga Edhy dan istrinya
membelanjakan uang senilai Rp750 juta yang berasal dari dugaan pemberian hadiah
dalam kasus ekspor benih lobster.

“Pada
5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening pengurus PT ACK ke
rekening salah satu bank atas nama AF (staf istri menteri Edhy) sebesar Rp3,4
miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo dan istrinya serta SAF
dan APM (keduanya staf khusus Menteri Edhy),” kata Wakil Ketua KPK Nawawi
Pomolango.

“Uang itu lalu digunakan untuk belanja barang mewah di Honolulu
AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di
antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy,” kata Nawawi

Baca Juga :  Subsidi Gaji Pekerja Cair Dua Pekan Lagi

Barang-barang
itu lalu diperlihatkan dalam jumpa pers KPK, termasuk pula sebuah sepeda. Namun
belum jelas bagaimana keterkaitan sepeda itu dalam kasus yang menjerat Edhy.

Berdasarkan
informasi yang diterima KPK, sejumlah tim lalu dibentuk hingga kemudian mereka
melakukan operasi tangkap tangan pada Rabu (25/11/2020) sekitar pkl 00.30 di
sejumlah lokasi yakni Bandara Soekarno Hatta, Depok, Tangerang Selatan dan
Bekasi.

Total
ada 17 orang yang diamankan dan diperiksa KPK, termasuk Menteri KKP Edhy
Prabowo dan istrinya yang juga merupakan anggota DPR, serta dua orang dirjen di
Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta sejumlah staf khusus Menteri Edhy,
staf istri menteri Edhy, juga pengusaha.

Dari
ketujuh belas orang itu, KPK akhirnya menetapkan tujuh orang tersangka dan dua
orang di antaranya diminta menyerahkan diri.

Ketujuh tersangka itu
adalah:

  • Edhy Prabowo – Menteri Kelautan
    dan Perikanan
  • APM – Staf Khusus Menteri
    KKP/Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster
  • SAF – Staf Khusus Menteri
    KKP/Wakil Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster
  • AF – Staf istri Edhy Prabowo
  • SJT – Direktur PT DPPP
    (perusahaan eksportir benur) – tersangka pemberi suap

Dua orang yang belum
ditangkap dan diminta menyerahkan diri adalah APM (Ketua Tim Uji Tuntas
Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster) dan AM (pengurus PT ACK).

Sementara lima orang
tersangka lainnya, termasuk Edhy Prabowo, sepanjang jumpa pers diarahkan
petugas KPK untuk berdiri menghadap tembok di belakang pimpinan KPK yang
memberikan keterangan pers.

KPK perlihatkan barang
bukti di antaranya berupa ‘jam mewah dan tas mewah’ yang dibeli Edhy dalam
lawatannya ke AS.

Baca Juga :  Dari Rutan Guntur, Soenarko Ajak Rakyat Galang Kekuatan

Kasus ini bermula dari
diterbitkannya surat keputusan oleh Menteri Edhy Prabowo tentang Tim Uji Tuntas
Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Tim ini bertugas untuk memeriksa
kelengkapan dokumen yang diajukan oleh perusahaan calon eksportir benih lobster
atau benur.

Edhy menunjuk staf
khususnya: APM dan SAF sebagai ketua dan wakil ketua tim uji tuntas tersebut.

“Selanjutnya pada awal
Oktober 2020, SJT selaku Direktur PT DPPP datang ke kantor KKP di lantai 16 dan
bertemu dengan SAF. Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan
ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut
Rp1.800/ekor,” jelas Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.

Atas kegiatan ekspor
benih lobster tersebut, PT DPPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke
rekening PT ACK dengan total sekitar Rp731 juta.

Atas uang yang masuk
ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih
lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening dua orang pemegang
PT ACK masing-masing dengan total Rp9,8 miliar.

“Pada 5 November 2020,
diduga terdapat transfer dari rekening pengurus PT ACK ke rekening salah satu
bank atas nama AF (staf istri Menteri Edhy) sebesar Rp 3,4 miliar yang
diperuntukkan bagi keperluan Menteri Edhy dan istrinya, serta ketua dan wakil
ketua tim uji tuntas (SAF dan APM),” kata Wakil Ketua KPK Nawawi.

“Pada sekitar Mei 2020,
Menteri Edhy diduga juga menerima sejumlah uang
sebesar USD100 ribu dari SJT melalui pengurus PT ACK,” tambahnya

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka,
bersama enam orang lainnya.

Menteri
Edhy diduga “membelanjakan uang gratifikasi terkait izin ekspor benih lobster
saat kunjungannya ke Amerika Serikat (AS) 21-23 November 2020”.

Usai mengikuti jumpa pers, Edhy Prabowo mengatakan pada
wartawan, “Ini adalah kecelakaan, Saya akan bertanggung jawab dunia akhirat.
Saya minta maaf kepada seluruh masyarakat, khususnya masyarakat perikanan yang
mungkin banyak terkhianati.”

“Saya
juga minta maaf kepada keluarga besar partai saya (Gerindra) dan saya akan
mengundurkan diri sebagai wakil ketua umum partai. Saya juga akan minta untuk
tidak lagi jadi menteri, dan saya kira prosesnya sudah berlangsung. Saya akan
hadapi ini dengan jiwa besar,” kata Edhy sambil berjalan keluar gedung KPK
untuk ditahan di rutan KPK cabang Gedung Merah Putih.

Dalam jumpa pers KPK pada Rabu (25/11/2020) malam, disebutkan
Menteri Edhy terjaring dalam operasi tangkap tangan sepulang dari kunjungan
kerja ke AS. Pada saat lawatan di AS itulah diduga Edhy dan istrinya
membelanjakan uang senilai Rp750 juta yang berasal dari dugaan pemberian hadiah
dalam kasus ekspor benih lobster.

“Pada
5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening pengurus PT ACK ke
rekening salah satu bank atas nama AF (staf istri menteri Edhy) sebesar Rp3,4
miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo dan istrinya serta SAF
dan APM (keduanya staf khusus Menteri Edhy),” kata Wakil Ketua KPK Nawawi
Pomolango.

“Uang itu lalu digunakan untuk belanja barang mewah di Honolulu
AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di
antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy,” kata Nawawi

Baca Juga :  Subsidi Gaji Pekerja Cair Dua Pekan Lagi

Barang-barang
itu lalu diperlihatkan dalam jumpa pers KPK, termasuk pula sebuah sepeda. Namun
belum jelas bagaimana keterkaitan sepeda itu dalam kasus yang menjerat Edhy.

Berdasarkan
informasi yang diterima KPK, sejumlah tim lalu dibentuk hingga kemudian mereka
melakukan operasi tangkap tangan pada Rabu (25/11/2020) sekitar pkl 00.30 di
sejumlah lokasi yakni Bandara Soekarno Hatta, Depok, Tangerang Selatan dan
Bekasi.

Total
ada 17 orang yang diamankan dan diperiksa KPK, termasuk Menteri KKP Edhy
Prabowo dan istrinya yang juga merupakan anggota DPR, serta dua orang dirjen di
Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta sejumlah staf khusus Menteri Edhy,
staf istri menteri Edhy, juga pengusaha.

Dari
ketujuh belas orang itu, KPK akhirnya menetapkan tujuh orang tersangka dan dua
orang di antaranya diminta menyerahkan diri.

Ketujuh tersangka itu
adalah:

  • Edhy Prabowo – Menteri Kelautan
    dan Perikanan
  • APM – Staf Khusus Menteri
    KKP/Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster
  • SAF – Staf Khusus Menteri
    KKP/Wakil Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster
  • AF – Staf istri Edhy Prabowo
  • SJT – Direktur PT DPPP
    (perusahaan eksportir benur) – tersangka pemberi suap

Dua orang yang belum
ditangkap dan diminta menyerahkan diri adalah APM (Ketua Tim Uji Tuntas
Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster) dan AM (pengurus PT ACK).

Sementara lima orang
tersangka lainnya, termasuk Edhy Prabowo, sepanjang jumpa pers diarahkan
petugas KPK untuk berdiri menghadap tembok di belakang pimpinan KPK yang
memberikan keterangan pers.

KPK perlihatkan barang
bukti di antaranya berupa ‘jam mewah dan tas mewah’ yang dibeli Edhy dalam
lawatannya ke AS.

Baca Juga :  Dari Rutan Guntur, Soenarko Ajak Rakyat Galang Kekuatan

Kasus ini bermula dari
diterbitkannya surat keputusan oleh Menteri Edhy Prabowo tentang Tim Uji Tuntas
Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Tim ini bertugas untuk memeriksa
kelengkapan dokumen yang diajukan oleh perusahaan calon eksportir benih lobster
atau benur.

Edhy menunjuk staf
khususnya: APM dan SAF sebagai ketua dan wakil ketua tim uji tuntas tersebut.

“Selanjutnya pada awal
Oktober 2020, SJT selaku Direktur PT DPPP datang ke kantor KKP di lantai 16 dan
bertemu dengan SAF. Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan
ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut
Rp1.800/ekor,” jelas Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.

Atas kegiatan ekspor
benih lobster tersebut, PT DPPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke
rekening PT ACK dengan total sekitar Rp731 juta.

Atas uang yang masuk
ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih
lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening dua orang pemegang
PT ACK masing-masing dengan total Rp9,8 miliar.

“Pada 5 November 2020,
diduga terdapat transfer dari rekening pengurus PT ACK ke rekening salah satu
bank atas nama AF (staf istri Menteri Edhy) sebesar Rp 3,4 miliar yang
diperuntukkan bagi keperluan Menteri Edhy dan istrinya, serta ketua dan wakil
ketua tim uji tuntas (SAF dan APM),” kata Wakil Ketua KPK Nawawi.

“Pada sekitar Mei 2020,
Menteri Edhy diduga juga menerima sejumlah uang
sebesar USD100 ribu dari SJT melalui pengurus PT ACK,” tambahnya

Terpopuler

Artikel Terbaru