32.3 C
Jakarta
Sunday, November 24, 2024

Ghosn In The Box

HARIAN Wall Street Journal yang akhirnya unggul.
Koran ekonomi dari New York itulah yang paling rinci dalam menulis bagaimana
Carlos Ghosn lari dari Jepang.

Terjawab sudah apakah Ghosn masuk peti atau tidak. Saat mantan CEO
Nissan-Mitsubishi-Renault itu diangkut dengan pesawat swasta Turki. Dari Osaka
di Jepang ke Beirut di Lebanon – -lewat Istanbul, Turki.

Tim security yang disewa Ghosn ternyata amat teliti. Mereka meneliti 10
bandara di Jepang. Untuk mencari celah bandara mana yang bisa diterobos. Yang
memiliki kelemahan tertinggi di bidang pengamanan.

Tim itu terdiri dari 15 orang. Mereka menyebar ke berbagai bandara.
Akhirnya ditemukan: bandara Osaka-lah yang paling lemah. Khususnya untuk terminal
pesawat-pesawat pribadi.

Terminal itu dilaporkan paling sepi. Hanya ada orang kalau lagi ada pesawat
pribadi yang datang.

Kelemahan lain adalah: scanner pemeriksaan barang di terminal itu kecil.
Barang yang berukuran besar tidak akan dimasukkan scanner.

Peraturannya sebenarnya jelas: barang yang tidak muat masuk scanner harus
dibuka. Tapi di bandara Osaka itu prosedur tersebut tidak dilakukan.

Mengapa?

Karena tidak ada ancaman teroris. Tidak ada teroris yang menyewa pesawat
pribadi. Untuk apa meledakkan pesawat yang isinya hanya mereka sendiri.

Yang bisa menyewa pesawat jenis itu hanyalah orang super kaya yang takut
mati.

Hanya Ghosn orang kaya yang tidak takut mati –bahkan hanya takut masuk
penjara.

Maka ia memilih masuk peti besar berwarna hitam. Yang biasa untuk
mengangkut peralatan musik. Peti itu dilubangi. Agar Ghosn tetap bisa bernafas.

Berarti tim security Ghosn –salah satunya mantan anggota Baret Hijau
tentara Amerika– harus membeli kotak hitam itu dulu. Lalu menyimpan kotak itu
di suatu tempat rahasia tidak jauh dari Osaka.

Di tempat rahasia itulah Ghosn dimasukkan kotak. Untuk kemudian diangkut ke
terminal pesawat pribadi di Bandara Osaka.

Dua orang penyewa pesawat  itu lewat
imigrasi dan pemeriksaan keamanan. Tidak ada masalah. Peti hitam yang mereka
bawa pun lolos tanpa dibuka.

Peti itu langsung dimasukkan pesawat yang baru saja tiba dari Dubai. Yakni
pesawat jet jenis Global 5000 buatan Bombardier –milik perusahaan persewaan
pesawat swasta Turki.

Peti itu cukup longgar untuk sosok Ghosn yang tidak tinggi besar. Mungkin
masih cukup ruang untuk memasukkan Bento secukupnya. Ditambah sake atau bir
Asahi.

Mungkinkah tempat rahasia untuk masuk peti itu di salah satu gudang
bandara?

Atau justru di suatu gudang sewaan dekat Tokyo?

Rasanya tidak mungkin tempat rahasia itu di dekat Tokyo. Perjalanan
Tokyo-Osaka bisa 4 jam. Atau 6 jam –tergantung macet atau tidak.

Baca Juga :  Pimpinan DPRD Kota Ditetapkan, Ini Harapan Wali Kota

Lebih enak kalau dari Tokyo naik sedan. Yang anti peluru. Warna hitam.
Dengan film kaca yang gelap.

Tapi mungkin juga masuk petinya di dekat Tokyo. Agar dari Tokyo ke Osaka
pakai mobil box barang. Yang lebih tidak menimbulkan kecurigaan. Siapa tahu ada
pemeriksaan di jalan.

Tapi siapa yang mau periksa-periksa di suasana liburan tahun baru seperti
itu. Di saat orang Jepang sendiri lagi heboh dengan lomba lari Tokyo-Fujiyama
pulang-pergi. Ditambah heboh duel 4,5 jam penyanyi top laki-laki lawan penyanyi
top perempuan.

Yang jelas skenario masuk peti seperti itu bisa menyelamatkan banyak pihak.
Pilot pesawat pasti selamat –meski sekarang ditahan polisi Turki. Petugas
darat bandara Turki juga selamat –meski mereka juga ditahan.

Mereka bisa berdalih sama sekali tidak tahu kalau ada orang bernama Carlos
Ghosn di pesawat itu.

Ghosn pasti sedapat mungkin tidak mengeluarkan suara. Selama peti itu
diangkat-angkat di bandara. Tenggorokan tidak boleh gatal –yang hanya akan
menimbulkan batuk.

Penyebab bersin pun juga harus sudah dihilangkan dari dalam peti.

Hanya petugas darat terminal Osaka yang repot: mengapa tidak membuka peti
hitam itu.

Tapi, ya itu tadi, pasti tidak ada barang berbahaya di peti itu. Begitu
asumsi mereka. Apa pun asumsinya pasti mereka bersalah.

Ternyata ada bom besar di dalam peti itu.

Yang juga mengguncangkan dunia. Yang juga membuat saya tidak bisa menikmati
liburan tahun baru di Australia –demi DI’s Way.

Pengacara Ghosn tentu marah. Baru kali ini punya klien yang mbeling seperti
Ghosn.

Tapi sang pengacara berusaha memahami apa yang terjadi.

Menurut pengacara itu ada dua hal yang membuat Ghosn memutuskan lari.

Pertama, larangan bertemu istri di saat liburan Natal.

Kedua, adanya keterangan pers kejaksaan yang aneh. Jaksa mengatakan
peradilan Ghosn itu akan memakan waktu bertahan-tahun.

Dua motif itu adalah hasil analisa pengacara. Setelah mendengarkan keluhan
Ghosn selama itu.

Di hari Natal itu Ghosn hanya bisa bicara dengan isterinya lewat telepon.
Video call. Atas izin pengadilan. Dan harus Didengarkan oleh pengacara.

Di akhir pembicaraan, kata sang pengacara, Ghosn mengucapkan ‘I love you’.

Cinta Ghosn pada Carole –yang dikawini setelah empat tahun bercerai dengan
istri pertama– luar biasa.

Belum pernah Ghosn merayakan Natal sendirian –tanpa keluarga. Apalagi di
tahanan rumah.

Soal keterangan pers kejaksaan itu sang pengacara menilai tidak tepat.
Mengapa yang seperti itu bisa dibocorkan.

Baca Juga :  KLHK RI Libatkan Masyarakat Lokal dalam Upaya Pencegahan

Itu membuat wajah peradilan Jepang tercoreng.

Sang Pengacara sudah memberikan keyakinan pada Ghosn bahwa ia pasti bebas.
Perkara ini sangat minim bukti. Kalau toh ada kesalahan mestinya lewat proses
denda.

Tapi begitu mendengar proses peradilan ini akan berlangsung bertahun-tahun,
Ghosn merasa mendapat perlakuan tidak adil.

Sejak itulah rupanya Ghosn merencanakan sesuatu yang out of the box –dengan
cara go in to the box.

Ghosn pun tahu kamera di rumahnya memang terpasang 24 jam. Tapi tidak terhubung
ke sentral pengawasan.

Menurut putusan pengadilan rekaman kamera itu hanya wajib disetorkan ke
pengadilan sebulan sekali.

Begitulah bunyi putusannya. Yakni saat pengadilan mengabulkan permintaan
Ghosn agar ditahan rumah. Dengan jaminan uang lebih Rp 100 miliar itu.

Bunyi putusan itu memang aneh. Bahkan mengabulkan penjaminan pun sangat
aneh. Di Jepang memang berlaku sistem penjaminan tapi hampir tidak pernah
terjadi.

Begitu Ghosn tahu sistem kameranya seperti itu ia merasa mendapat jalan out
of the box.

Lalu menghubungilah perusahaan security swasta itu. Yang tim pelaksananya
dari berbagai negara.

Boleh dibilang misi tim security Ghosn ini sukses besar. Bayarannya pasti
tinggi. Di kontraknya pasti tertulis: berapa ribu dolar untuk mempersiapkan
pelarian rahasia itu. Berapa ribu dolar lagi untuk melaksanakannya.

Bisa saja tim sudah merencanakan –berdasar hasil survei– tapi Ghosn tidak
setuju.

Tentu ada pertemuan-pertemuan tim dengan Ghosn. Terutama untuk
memberitahukan risiko-risikonya. Berikut usaha mitigasinya.

Harus disepakati apakah Ghosn bisa menerima risiko itu.

Termasuk, misalnya, bila kotak persembunyiannya ternyata  dibuka petugas. Apa yang harus dilakukan:
menyerah? Tembak menembak?

Kalau Ghosn ternyata menyerah bisa sangat menyulitkan tim. Pasti Ghosn
diperiksa soal siapa yang membantunya.

Harus disepakati pula apakah tim itu sudah boleh meninggalkan Jepang begitu
peti masuk terminal. Sambil memonitor apakah skenario awal berhasil.

Tentu ada bayaran yang lain lagi kalau misi itu sukses.

Kalau pun gagal di detik terakhir mereka sudah meninggalkan Jepang.

Mungkin Ghosn tidak dibekali pistol. Kalau sampai peti itu dibuka dan Ghosn
menembak petugas urusan akan lebih panjang.

Bisa jadi justru Ghosn yang harus dikorbankan. Begitu usaha pelarian ini
terbongkar bisa jadi anggota tim itu sendiri yang akan menembak Ghosn.

Urusan pun selesai.

Hanya istrinya yang jadi persoalan. Carole punya terlalu banyak ‘i’ untuk
ditinggal mati. (Dahlan Iskan)

HARIAN Wall Street Journal yang akhirnya unggul.
Koran ekonomi dari New York itulah yang paling rinci dalam menulis bagaimana
Carlos Ghosn lari dari Jepang.

Terjawab sudah apakah Ghosn masuk peti atau tidak. Saat mantan CEO
Nissan-Mitsubishi-Renault itu diangkut dengan pesawat swasta Turki. Dari Osaka
di Jepang ke Beirut di Lebanon – -lewat Istanbul, Turki.

Tim security yang disewa Ghosn ternyata amat teliti. Mereka meneliti 10
bandara di Jepang. Untuk mencari celah bandara mana yang bisa diterobos. Yang
memiliki kelemahan tertinggi di bidang pengamanan.

Tim itu terdiri dari 15 orang. Mereka menyebar ke berbagai bandara.
Akhirnya ditemukan: bandara Osaka-lah yang paling lemah. Khususnya untuk terminal
pesawat-pesawat pribadi.

Terminal itu dilaporkan paling sepi. Hanya ada orang kalau lagi ada pesawat
pribadi yang datang.

Kelemahan lain adalah: scanner pemeriksaan barang di terminal itu kecil.
Barang yang berukuran besar tidak akan dimasukkan scanner.

Peraturannya sebenarnya jelas: barang yang tidak muat masuk scanner harus
dibuka. Tapi di bandara Osaka itu prosedur tersebut tidak dilakukan.

Mengapa?

Karena tidak ada ancaman teroris. Tidak ada teroris yang menyewa pesawat
pribadi. Untuk apa meledakkan pesawat yang isinya hanya mereka sendiri.

Yang bisa menyewa pesawat jenis itu hanyalah orang super kaya yang takut
mati.

Hanya Ghosn orang kaya yang tidak takut mati –bahkan hanya takut masuk
penjara.

Maka ia memilih masuk peti besar berwarna hitam. Yang biasa untuk
mengangkut peralatan musik. Peti itu dilubangi. Agar Ghosn tetap bisa bernafas.

Berarti tim security Ghosn –salah satunya mantan anggota Baret Hijau
tentara Amerika– harus membeli kotak hitam itu dulu. Lalu menyimpan kotak itu
di suatu tempat rahasia tidak jauh dari Osaka.

Di tempat rahasia itulah Ghosn dimasukkan kotak. Untuk kemudian diangkut ke
terminal pesawat pribadi di Bandara Osaka.

Dua orang penyewa pesawat  itu lewat
imigrasi dan pemeriksaan keamanan. Tidak ada masalah. Peti hitam yang mereka
bawa pun lolos tanpa dibuka.

Peti itu langsung dimasukkan pesawat yang baru saja tiba dari Dubai. Yakni
pesawat jet jenis Global 5000 buatan Bombardier –milik perusahaan persewaan
pesawat swasta Turki.

Peti itu cukup longgar untuk sosok Ghosn yang tidak tinggi besar. Mungkin
masih cukup ruang untuk memasukkan Bento secukupnya. Ditambah sake atau bir
Asahi.

Mungkinkah tempat rahasia untuk masuk peti itu di salah satu gudang
bandara?

Atau justru di suatu gudang sewaan dekat Tokyo?

Rasanya tidak mungkin tempat rahasia itu di dekat Tokyo. Perjalanan
Tokyo-Osaka bisa 4 jam. Atau 6 jam –tergantung macet atau tidak.

Baca Juga :  Pimpinan DPRD Kota Ditetapkan, Ini Harapan Wali Kota

Lebih enak kalau dari Tokyo naik sedan. Yang anti peluru. Warna hitam.
Dengan film kaca yang gelap.

Tapi mungkin juga masuk petinya di dekat Tokyo. Agar dari Tokyo ke Osaka
pakai mobil box barang. Yang lebih tidak menimbulkan kecurigaan. Siapa tahu ada
pemeriksaan di jalan.

Tapi siapa yang mau periksa-periksa di suasana liburan tahun baru seperti
itu. Di saat orang Jepang sendiri lagi heboh dengan lomba lari Tokyo-Fujiyama
pulang-pergi. Ditambah heboh duel 4,5 jam penyanyi top laki-laki lawan penyanyi
top perempuan.

Yang jelas skenario masuk peti seperti itu bisa menyelamatkan banyak pihak.
Pilot pesawat pasti selamat –meski sekarang ditahan polisi Turki. Petugas
darat bandara Turki juga selamat –meski mereka juga ditahan.

Mereka bisa berdalih sama sekali tidak tahu kalau ada orang bernama Carlos
Ghosn di pesawat itu.

Ghosn pasti sedapat mungkin tidak mengeluarkan suara. Selama peti itu
diangkat-angkat di bandara. Tenggorokan tidak boleh gatal –yang hanya akan
menimbulkan batuk.

Penyebab bersin pun juga harus sudah dihilangkan dari dalam peti.

Hanya petugas darat terminal Osaka yang repot: mengapa tidak membuka peti
hitam itu.

Tapi, ya itu tadi, pasti tidak ada barang berbahaya di peti itu. Begitu
asumsi mereka. Apa pun asumsinya pasti mereka bersalah.

Ternyata ada bom besar di dalam peti itu.

Yang juga mengguncangkan dunia. Yang juga membuat saya tidak bisa menikmati
liburan tahun baru di Australia –demi DI’s Way.

Pengacara Ghosn tentu marah. Baru kali ini punya klien yang mbeling seperti
Ghosn.

Tapi sang pengacara berusaha memahami apa yang terjadi.

Menurut pengacara itu ada dua hal yang membuat Ghosn memutuskan lari.

Pertama, larangan bertemu istri di saat liburan Natal.

Kedua, adanya keterangan pers kejaksaan yang aneh. Jaksa mengatakan
peradilan Ghosn itu akan memakan waktu bertahan-tahun.

Dua motif itu adalah hasil analisa pengacara. Setelah mendengarkan keluhan
Ghosn selama itu.

Di hari Natal itu Ghosn hanya bisa bicara dengan isterinya lewat telepon.
Video call. Atas izin pengadilan. Dan harus Didengarkan oleh pengacara.

Di akhir pembicaraan, kata sang pengacara, Ghosn mengucapkan ‘I love you’.

Cinta Ghosn pada Carole –yang dikawini setelah empat tahun bercerai dengan
istri pertama– luar biasa.

Belum pernah Ghosn merayakan Natal sendirian –tanpa keluarga. Apalagi di
tahanan rumah.

Soal keterangan pers kejaksaan itu sang pengacara menilai tidak tepat.
Mengapa yang seperti itu bisa dibocorkan.

Baca Juga :  KLHK RI Libatkan Masyarakat Lokal dalam Upaya Pencegahan

Itu membuat wajah peradilan Jepang tercoreng.

Sang Pengacara sudah memberikan keyakinan pada Ghosn bahwa ia pasti bebas.
Perkara ini sangat minim bukti. Kalau toh ada kesalahan mestinya lewat proses
denda.

Tapi begitu mendengar proses peradilan ini akan berlangsung bertahun-tahun,
Ghosn merasa mendapat perlakuan tidak adil.

Sejak itulah rupanya Ghosn merencanakan sesuatu yang out of the box –dengan
cara go in to the box.

Ghosn pun tahu kamera di rumahnya memang terpasang 24 jam. Tapi tidak terhubung
ke sentral pengawasan.

Menurut putusan pengadilan rekaman kamera itu hanya wajib disetorkan ke
pengadilan sebulan sekali.

Begitulah bunyi putusannya. Yakni saat pengadilan mengabulkan permintaan
Ghosn agar ditahan rumah. Dengan jaminan uang lebih Rp 100 miliar itu.

Bunyi putusan itu memang aneh. Bahkan mengabulkan penjaminan pun sangat
aneh. Di Jepang memang berlaku sistem penjaminan tapi hampir tidak pernah
terjadi.

Begitu Ghosn tahu sistem kameranya seperti itu ia merasa mendapat jalan out
of the box.

Lalu menghubungilah perusahaan security swasta itu. Yang tim pelaksananya
dari berbagai negara.

Boleh dibilang misi tim security Ghosn ini sukses besar. Bayarannya pasti
tinggi. Di kontraknya pasti tertulis: berapa ribu dolar untuk mempersiapkan
pelarian rahasia itu. Berapa ribu dolar lagi untuk melaksanakannya.

Bisa saja tim sudah merencanakan –berdasar hasil survei– tapi Ghosn tidak
setuju.

Tentu ada pertemuan-pertemuan tim dengan Ghosn. Terutama untuk
memberitahukan risiko-risikonya. Berikut usaha mitigasinya.

Harus disepakati apakah Ghosn bisa menerima risiko itu.

Termasuk, misalnya, bila kotak persembunyiannya ternyata  dibuka petugas. Apa yang harus dilakukan:
menyerah? Tembak menembak?

Kalau Ghosn ternyata menyerah bisa sangat menyulitkan tim. Pasti Ghosn
diperiksa soal siapa yang membantunya.

Harus disepakati pula apakah tim itu sudah boleh meninggalkan Jepang begitu
peti masuk terminal. Sambil memonitor apakah skenario awal berhasil.

Tentu ada bayaran yang lain lagi kalau misi itu sukses.

Kalau pun gagal di detik terakhir mereka sudah meninggalkan Jepang.

Mungkin Ghosn tidak dibekali pistol. Kalau sampai peti itu dibuka dan Ghosn
menembak petugas urusan akan lebih panjang.

Bisa jadi justru Ghosn yang harus dikorbankan. Begitu usaha pelarian ini
terbongkar bisa jadi anggota tim itu sendiri yang akan menembak Ghosn.

Urusan pun selesai.

Hanya istrinya yang jadi persoalan. Carole punya terlalu banyak ‘i’ untuk
ditinggal mati. (Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru