31.1 C
Jakarta
Saturday, April 19, 2025

Pemekaran Papua: Solusi Cerdas Atasi Permasalahan

PERMINTAAN pemekaran atau Daerah Otonomi Baru (DOB)
di wilayah Papua telah berlangsung sejak lama. Sementara itu untuk pemekaran
DOB ditingkat provinsi muncul mulai tahun tahun 1986 yang saat itu masih
bernama Provinsi Irian Jaya yang kemudian disusul dengan dikeluarkannya UU RI
Nomor 45 tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi
Irian Jaya Barat.

Untuk Provinsi Irian Jaya Bara (Papua Barat) karena mendapatkan dukungan
berbagai pihak sehingga keberlangsungan Provinsi Irian Jaya Barat terus eksis
dan berkembang.

Namun demikian untuk Provinsi Papua Tengah banyak menuai hambatan sehingga
tidak dapat berjalan. Berbagai upaya telah dikeluarkan seperti Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Percepatan Provinsi Irian Jaya Tengah
dan Provinsi Irian Jaya Barat. Puncak perjuangan mempercepat Pembentukan
Provinsi Papua Tengah (PPPT) juga dilakukan di tahun 2010 yang digagas oleh
para elit politik yang dimitori oleh Kabupaten Mimika. Tim PPPT dari wilayah
Mimika tersebut menginginkan ibukota Provinsi Papua Tengah (PPT) nantinya
berada di Kabupaten Mimika, namun belum dapat diwujudkan karena belum adanya
persetujuan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Gubernur Papua.

Permintaan dilakukannya pemekaran DOB diantaranya pemekaran Provinsi Papua
Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Teluk Cendrawasih, Provinsi Tabi,
Kabupaten Griminawa, Kabupaten Numfor, Kabupaten Yapen Timur, Kabupaten Biak
Utara, Kabupaten Yapen Barat Utara dll. Permintaan (tuntutan) pemekaran DOB di
wilayah Provinsi Papua berangsur mereda setelah pemerintah mengumumkan
moratorium terhadap pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB).

Baca Juga :  Masyarakat Diimbau untuk Menerima Kedatangan Petugas PPDP Dari KPU

Mencuatnya pemekaran DOB di Provinsi Papua setelah adanya pernyataan Yacob
Rumpaidus yang juga Ketua Persatuan Veteran Biak-Supiori Mayor PKRI pada 23
Juni 2019 yang mengaku telah menyurati Presiden Joko Widodo untuk meminta
pembentukan Porvinsi Papua Tengah dan Kabupaten Kepulauan Numfor. Adanya
pernyataan tersebut mengundang reaksi dari berbagai pihak dalam bentuk unjuk
rasa di Nabire menolak rencana pemekaran Provinsi Papua Tengah di wilayah
Meepago pada pertengahan Juli 2019. Beberapa elit politik di Papua juga menolak
pemekaran.

Setelah itu, desakan pemekaran Papua disarankan dalam pertemuan 61 tokoh
Papua yang terdiri dari tokoh-tokoh adat, agama, pemuda, akademisi yang di
pimpin oleh Ketua DPRD Kota Jayapura Abesai Rollo bertemu Presiden Joko Widodo
di Istana Negara pada 10 September 2019.

Usulan agar dilakukannya pemekaran di Provinsi Papua tersebut disampbut
positif oleh Presiden Joko Widodo untuk dapat ditindaklanjuti. Dukungan
dilakukannya pemekaran juga berasal dari tujuh bupati di wilayah adat Meepago
dengan menggelar rapat kesepakatan pembahasan pembentukan Provinsi Papua Tengah
tanggal 1 November 2019 di Timika.

Baca Juga :  Kadisdik Kapuas Serahkan Tablet Komputer Media BDR

Kemudian, permintaan pemekaran Papua juga disuarakan kepala daerah di
wilayah Tabi seperti Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura,
Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya), sebagai tindak lanjut deklarasi
yang dilaksanakan pada 16 September 2019 di Kabupaten Jayapura. Namun,
pemekaran Papua ditolak habis oleh salah satunya Socratez S.Yoman yang Presiden
Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua, walaupun suaranya belum tentu mewakili
suara rakyat Papua.

Menurut penulis, bagaimanapun juga sangat diperlukan pemekaran Provinsi
Papua untuk mempercepat proses pembangunan, memperpendek rentang kendali
birokrasi, mengefektifkan penggunaan dana Otsus, termasuk memaksimalkan
pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah di Papua, karena sejatinya pemekaran
Papua adalah solusi cerdas mengatasi permasalahan di Papua. Dengan pemekaran
Papua, maka permasalahan kronis di Papua seperti di bidang kesehatan,
pendidikan, infrastruktur dan perekonomian rakyat akan mudah diselesaikan.
Semoga. (*)

(Penulis adalah pemerhati masalah Papua)

PERMINTAAN pemekaran atau Daerah Otonomi Baru (DOB)
di wilayah Papua telah berlangsung sejak lama. Sementara itu untuk pemekaran
DOB ditingkat provinsi muncul mulai tahun tahun 1986 yang saat itu masih
bernama Provinsi Irian Jaya yang kemudian disusul dengan dikeluarkannya UU RI
Nomor 45 tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi
Irian Jaya Barat.

Untuk Provinsi Irian Jaya Bara (Papua Barat) karena mendapatkan dukungan
berbagai pihak sehingga keberlangsungan Provinsi Irian Jaya Barat terus eksis
dan berkembang.

Namun demikian untuk Provinsi Papua Tengah banyak menuai hambatan sehingga
tidak dapat berjalan. Berbagai upaya telah dikeluarkan seperti Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Percepatan Provinsi Irian Jaya Tengah
dan Provinsi Irian Jaya Barat. Puncak perjuangan mempercepat Pembentukan
Provinsi Papua Tengah (PPPT) juga dilakukan di tahun 2010 yang digagas oleh
para elit politik yang dimitori oleh Kabupaten Mimika. Tim PPPT dari wilayah
Mimika tersebut menginginkan ibukota Provinsi Papua Tengah (PPT) nantinya
berada di Kabupaten Mimika, namun belum dapat diwujudkan karena belum adanya
persetujuan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Gubernur Papua.

Permintaan dilakukannya pemekaran DOB diantaranya pemekaran Provinsi Papua
Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Teluk Cendrawasih, Provinsi Tabi,
Kabupaten Griminawa, Kabupaten Numfor, Kabupaten Yapen Timur, Kabupaten Biak
Utara, Kabupaten Yapen Barat Utara dll. Permintaan (tuntutan) pemekaran DOB di
wilayah Provinsi Papua berangsur mereda setelah pemerintah mengumumkan
moratorium terhadap pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB).

Baca Juga :  Masyarakat Diimbau untuk Menerima Kedatangan Petugas PPDP Dari KPU

Mencuatnya pemekaran DOB di Provinsi Papua setelah adanya pernyataan Yacob
Rumpaidus yang juga Ketua Persatuan Veteran Biak-Supiori Mayor PKRI pada 23
Juni 2019 yang mengaku telah menyurati Presiden Joko Widodo untuk meminta
pembentukan Porvinsi Papua Tengah dan Kabupaten Kepulauan Numfor. Adanya
pernyataan tersebut mengundang reaksi dari berbagai pihak dalam bentuk unjuk
rasa di Nabire menolak rencana pemekaran Provinsi Papua Tengah di wilayah
Meepago pada pertengahan Juli 2019. Beberapa elit politik di Papua juga menolak
pemekaran.

Setelah itu, desakan pemekaran Papua disarankan dalam pertemuan 61 tokoh
Papua yang terdiri dari tokoh-tokoh adat, agama, pemuda, akademisi yang di
pimpin oleh Ketua DPRD Kota Jayapura Abesai Rollo bertemu Presiden Joko Widodo
di Istana Negara pada 10 September 2019.

Usulan agar dilakukannya pemekaran di Provinsi Papua tersebut disampbut
positif oleh Presiden Joko Widodo untuk dapat ditindaklanjuti. Dukungan
dilakukannya pemekaran juga berasal dari tujuh bupati di wilayah adat Meepago
dengan menggelar rapat kesepakatan pembahasan pembentukan Provinsi Papua Tengah
tanggal 1 November 2019 di Timika.

Baca Juga :  Kadisdik Kapuas Serahkan Tablet Komputer Media BDR

Kemudian, permintaan pemekaran Papua juga disuarakan kepala daerah di
wilayah Tabi seperti Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura,
Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya), sebagai tindak lanjut deklarasi
yang dilaksanakan pada 16 September 2019 di Kabupaten Jayapura. Namun,
pemekaran Papua ditolak habis oleh salah satunya Socratez S.Yoman yang Presiden
Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua, walaupun suaranya belum tentu mewakili
suara rakyat Papua.

Menurut penulis, bagaimanapun juga sangat diperlukan pemekaran Provinsi
Papua untuk mempercepat proses pembangunan, memperpendek rentang kendali
birokrasi, mengefektifkan penggunaan dana Otsus, termasuk memaksimalkan
pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah di Papua, karena sejatinya pemekaran
Papua adalah solusi cerdas mengatasi permasalahan di Papua. Dengan pemekaran
Papua, maka permasalahan kronis di Papua seperti di bidang kesehatan,
pendidikan, infrastruktur dan perekonomian rakyat akan mudah diselesaikan.
Semoga. (*)

(Penulis adalah pemerhati masalah Papua)

Terpopuler

Artikel Terbaru