Banyak
gagasan yang disampaikan para pembicara dalam diskusi PSSI Harus Baik Vol 2,
Berubah atau Bubrah yang diadakan Jawa Pos pada 23 Oktober di Pena Room, Graha
Pena, Surabaya. Catatan dari diskusi tersebut kami sajikan berseri mulai hari
ini.
Seretnya prestasi timnas Indonesia jadi pembahasan
menarik jelang Kongres Pemilihan PSSI pada 2 November mendatang. Isu tersebut
salah satu yang dibahas dalam diskusi yang merupakan kelanjutan dari diskusi
tentang mafia sepak bola tahun lalu. Ada dua sesi dalam diskusi kemarin. Sesi
pertama menghadirkan para calon tetap Komite Eksekutif (Exco) PSSI, yakni Ahmad
Riyadh, Ahmad Syauqi Soeratno, dan Viola Kurniawati. Ketiganya diminta bicara
tentang visi misi terkait pembinaan sepak bola nasional.
Nah, ada beberapa pendapat yang mengemuka dari obrolan
sekitar 1 jam 45 menit tersebut. Riyadh, misalnya. Ketua Asprov PSSI Jawa Timur
itu mengatakan, untuk mendapatkan prestasi, timnas Indonesia tidak bisa
dibentuk secara instan. Harus ada kesinambungan, mulai akar hingga memasuki
kompetisi yang profesional.
’’Kalau mau eksis, tentu butuh waktu. Realistis, kalau
mau bicara di tingkat Asia butuh waktu 7 tahun. PSSI sudah start melakukan itu
pada 2015, tinggal tunggu sisanya berapa ini. Tidak bisa memaksa sekarang harus
menang,’’ paparnya.
Riyadh menyebut proses itu harus dikawal. Siapa yang
tanggung jawab? Seluruh insan sepak bola Indonesia. Pengurus baru nanti harus
bisa bersinergi dengan pemerintah agar tercipta kesinambungan di berbagai
elemen.
’’Apalagi tadi ketika perkenalan menteri baru, Menpora
saat diperkenalkan diberi pesan soal sepak bola oleh Pak Jokowi. Ini seharusnya
jadi angin segar. Jadi kekuatan untuk menjalankan impres presiden yang pernah
dikeluarkan, harus dijemput pengurus baru,’’ tegasnya.
Selain itu, komite-komite yang berbicara mengenai hukum
di PSSI harus dikuatkan. Terutama soal penegakan hukum. Salah satu contohnya
adalah komisi disiplin. ’’Ini penting untuk calon ketua umum nanti. Sehingga,
tidak ada lagi saling curiga di antara klub. Hukum harus ditegakkan, pembinaan
dijalankan dan ditegakkan aturan hukum yang jelas, semua harus dilaksanakan
dengan baik melalui kontrol dari publik,’’ bebernya.
Pada sesi yang sama, Syauqi, calon tetap Exco PSSI,
menambahkan, prestasi timnas Indonesia bisa terwujud dengan penguatan youth
development. Terutama penguatan di sektor regional base development. Yakni,
sektor yang berada di bawah naungan asprov, askot, askab PSSI. ’’Karena dari
regional base itu penting. Coba dilihat dua kali Elite Pro Academy yang berjalan
di tingkat nasional, kebanyakan pemainnya berasal dari regional base
development,’’ urainya.
Dia mencontohkan, ketika timnas U-19 juara Piala AFF pada
2013 lalu, Indra Sjafri yang jadi pelatih memakai pemain-pemain jebolan
regional base development. Syauqi mengatakan, saat itu Indra Sjafri rela
blusukan ke kampung-kampung karena jadwal scheduling kompetisi untuk talent
scouting tidak pernah pas. ’’Kalau mau mantau fase grup satu, tidak bisa yang
satunya. Karena itu, selain regional base development jadwal kompetisi juga
penting. Tidak hanya memikirkan komersial, yang penting adalah developing
national team,’’ ungkap Ketua Asprov PSSI Daerah Istimewa Jogjakarta itu.
Viola setuju soal jadwal kompetisi tersebut. Ketika masih
menjabat CEO PSS Sleman, dia mengatakan ada ketidaktegasan PSSI dalam hal
sinkronisasi jadwal timnas dan Liga 1. Hasilnya, pemain kekalahan saat membela
Merah Putih. Bahkan, ada case pemain juga tetap membela klubnya, padahal malam
sebelumnya bermain bersama timnas Indonesia.
’’Salah
siapa kalau seperti itu? Apakah pemain harus dihadapkan situasi kalau tidak mau
bela timnas dianggap tidak punya rasa nasionalisme? Tapi, dia juga harus nurut
asas profesionalitas. Ketika tim membutuhkan harus siap. Ini harus diperbaiki
karena agar ada keselarasan ke depannya,’’ terangnya. (rid/tom)