NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Kasus peredaran uang palsu yang sempat meresahkan warga Kabupaten Lamandau memasuki babak baru. Dediy Saputro, terdakwa dalam kasus ini, akhirnya dituntut 3 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Nanga Bulik, JPU Nadzifah Auliya Ema Surfani menyatakan bahwa terdakwa Dediy Saputro terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mengedarkan dan/atau membelanjakan rupiah palsu. Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 36 Ayat (3) Jo Pasal 26 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
“Benar, dalam persidangan kemarin, kami telah menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dan denda sebesar Rp 100 juta subsidair 3 bulan penjara,” jelas Nadzifah kepada wartawan, Rabu (13/8/2025).
Diketahui bahwa kasus ini bermula pada 7 Februari 2025, ketika Dediy Saputro berupaya mencari cara untuk membelikan istrinya sebuah iPhone. Ia kemudian menemukan penawaran uang mainan di aplikasi Lazada dan berniat menggunakannya untuk bertransaksi di agen BRILINK.
Terdakwa memesan 1.000 lembar uang mainan pecahan Rp 100.000 dengan sistem pembayaran COD seharga Rp 131.000. Setelah menerima pesanannya di JNE SP3 Balai Riam, ia menuju agen BRILINK di wilayah tersebut untuk melakukan transaksi sebesar Rp 3 juta dengan menggunakan 30 lembar uang mainan. Namun, aksinya gagal karena ia melarikan diri saat petugas BRILINK hendak memeriksa keaslian uang tersebut. Ia bahkan sempat membuang 30 lembar uang mainan tersebut.
“Tak menyerah, pada 13 Februari 2025, terdakwa kembali beraksi dengan mencari agen BRILINK lain di Kabupaten Lamandau. Untuk mengelabui korbannya, ia membuat tompel dari isolasi berwarna hitam dan menempelkannya di wajah,” jelasnya.
Terdakwa kemudian mendatangi agen BRILINK di Jalan Trans Kalimantan Km 11 Desa Kujan Kecamatan Bulik. Ia membawa 207 lembar uang mainan pecahan Rp 100.000 dalam kantong plastik kresek.
“Terdakwa meminta korbannya, Nanang untuk mentransfer uang senilai Rp 26 juta. Namun, korban mengaku hanya memiliki saldo Rp 19 juta. Sehingga terdakwa kemudian meminta transfer Rp 19 juta dengan ongkos Rp 150 ribu,” ungkap JPU.
Saat melakukan negosiasi, terdakwa berpura-pura menghitung uang dengan mengambil sebagian dari dalam kantong plastik dan meyakinkan korban bahwa ia berasal dari Peron dan hendak menyetorkan uang tersebut. Tanpa curiga, korban langsung melakukan transfer.
Setelah korban melakukan transfer, terdakwa langsung melarikan diri meninggalkan uang mainan di etalase. Saat kabur, tompel palsu yang dipasang di pipinya terlepas.
“Terdakwa kemudian menarik uang hasil penipuannya di ATM PT SKM dan menggunakannya untuk membayar hutang Rp 800 ribu, ongkos ojek dan travel ke Pangkalan Bun, serta membeli iPhone seharga Rp 3,5 juta. Ia juga menggunakan uang tersebut untuk membeli kebutuhan lain dan membayar wanita penghibur sebesar Rp 2,7 juta,” tutur JPU Nadzifah.
Setelah uang tunainya tersisa Rp 1,8 juta, terdakwa berniat menarik sisa saldo sekitar Rp 8,9 juta, namun tidak berhasil karena saldo tertahan.
“Setelah melakukan aksinya tak lama kemudian, ia berhasil ditangkap oleh anggota Polres Lamandau,” pungkas JPU.
Kasus ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat Lamandau. Pihak kepolisian pun sebelumnya mengimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dan teliti dalam melakukan transaksi keuangan, terutama dengan orang yang tidak dikenal.(bib)