NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Masalah anggaran ternyata masih menjadi kendala dalam penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di kabupaten Lamandau. Akibatnya, tidak semua korban dapat tertangani secara maksimal untuk pengobatan fisik maupun psikis.
Hal ini terungkap saat Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berency (DP3AP2KB ) kabupaten Lamandau menggelar sosialisasi dan advokasi belum lama tadi.
Kepala dinasnya, Alvian berharap agar pihaknya dapat didukung anggaran yang cukup untuk UPTD PPA, agar dapat maksimal melakukan kegiatan pencegahan maupun penanganan kasus.
“Jumlah kasus terus meningkat setiap tahun, namun kita terkendala anggaran. Bahkan untuk anggaran visum saja mungkin sebentar lagi sudah habis. Kita hanya bisa menanggung sebagian visum saja, untuk membantu warga tidak mampu dari desa-desa,” ungkap Kepala DP3AP2KB, Alvian, Sabtu (26/7/2025).
Sedangkan untuk penanganan pengobatan fisik korban, kini pihaknya tidak bisa lagi membantu. Sehingga jika ada korban yang menderita sakit fisik akibat kekerasan fisik maupun seksual, harus menanggung secara pribadi pengobatannya.
Sementara berdasarkan Perpres no 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan, pelayanan kesehatan akibat tindak pidana termasuk penganiayaan dan kekerasan seksual tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.
“Beberapa tahun ini UPTD tidak lagi mendapatkan sokongan anggaran dari DAK, dari APBD pun sangat minim akibat efisiensi. Sehingga kita tidak bisa membantu biaya pengobatan korban, kalau dulu waktu masih ada anggaran, bisa kita tanggung hingga maksimal Rp 20 juta per pasien,” tuturnya.
Kenyataan ini tentu menjadi sebuah tamparan. Mengingat tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di kabupaten Lamandau, namun tidak didukung anggaran yang memadai. Padahal rata-rata korban kekerasan seksual dan kekerasan fisik yang dialami para korban seringkali berakibat pada penyakit yang cukup berbahaya, seperti infeksi kelamin. Belum lagi gangguan psikis yang harus ditangani dengan serius agar tidak berdampak terhadap masa depan anak. (bib)