27.5 C
Jakarta
Monday, March 17, 2025

Mewaspadai ”Jebakan” Zionis

BEREDARNYA foto lima aktivis Nahdlatul Ulama (NU) yang berpose bersama Presiden Israel Isaac Herzog menuai banyak kecaman. Mereka sudah mendapat sanksi dari organisasi yang menaunginya.

Sejatinya, berfoto dengan orang lain merupakan hak individu. Namun, ketika berfoto dengan pihak ”musuh” semua orang (musuh kemanusiaan), pada titik inilah berbagai kecaman itu muncul.

Para aktivis tersebut sebenarnya sudah berdalih bahwa kunjungan mereka ke Yerusalem untuk melakukan dialog antariman dalam rangka memperkuat hubungan antara orang-orang Yahudi, Kristen, Islam, dan berbagai agama yang ada di dunia. Di samping untuk melakukan penelitian lapangan tentang kehidupan muslim di Israel.

Alasan itu sebenarnya masih bisa diterima dalam kapasitas mereka sebagai intelektual. Tapi, ketika mereka merambah ke ranah lain yang sangat kental aroma propaganda politiknya, suasananya menjadi keruh.

Sebagaimana sudah maklum, masyarakat dunia sedang berada di puncak empati terhadap kesengsaraan rakyat Palestina akibat perang Gaza yang pecah sejak 7 Oktober 2023. Sehingga keakraban dengan pihak Israel dalam bentuk apa pun dianggap sebagai dukungan terhadap genosida yang mereka lakukan terhadap rakyat Palestina.

Apalagi, mereka berangkat ke sana dengan bekal basic mental sebagai bagian dari negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan organisasi kemasyarakatan terbesar yang ada di dalamnya.

Dampaknya, kunjungan mereka dimanfaatkan Israel sebagai propaganda yang justru menguntungkan Israel di dunia internasional. Bahwa mereka sejatinya cinta damai, suka dialog, suka kebebasan beragama, demokratis, dan tidak suka kekerasan, kecuali kepada rakyat Palestina yang sedang mereka bantai habis-habisan.

Hal itu tampaknya tidak kunjung disadari oleh lima aktivis tersebut sampai muncul tanggapan dan kontroversi luas di dalam negeri.

Senyatanya kunjungan masyarakat Indonesia ke Israel bukan kali ini saja. Sebelumnya sudah ada beberapa tokoh nasional yang pernah berkunjung ke sana. Sebut saja Gus Dur misalnya.

Beliau pernah diundang Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin pada tahun 1994 untuk menyaksikan penandatanganan perjanjian damai antara Israel dan Yordania. Bahkan, ketika menjadi presiden Indonesia, Gus Dur sempat mewacanakan untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Baca Juga :  Mereka Baru Kandidat dan Rayuan Pemilih Muda

Tujuannya, pertama, tentu untuk mengangkat nilai tawar negara Indonesia di mata dunia, terutama kawasan Timur Tengah yang kala itu hampir tidak memiliki peran strategis dalam percaturan politik global. Kedua, memiliki tujuan ekonomi dengan langkah mengupayakan agar pasar modal tidak dikacaukan oleh sistem ekonomi kapitalis George Soros yang keturunan Yahudi.

Namun, meskipun memiliki dua tujuan semulia itu, masih saja Gus Dur mendapat kecaman dari berbagai pihak. Sehingga beliau sempat dituduh sebagai agen Zionis.

Pada 2018 Yahya Cholil Staquf, mantan juru bicara Presiden Gus Dur yang sekarang sedang menjabat ketua umum PBNU, pun pernah berkunjung ke Israel.

Waktu itu beliau hadir ke sana dalam rangka memenuhi undangan untuk mengisi kuliah umum The Israel Council on Foreign Relation, yang diselenggarakan American Jewish Committee (AJC) Global Forum di Yerusalem.

Dan, sesuai pernyataannya, beliau hadir ke Israel atas nama pribadi dan telah memohon izin ke beberapa kiai NU seperti Kiai Ma’ruf Amin dan Kiai Said Aqil Siroj yang menjabat ketua umum PBNU kala itu.

Berbagai kunjungan ke Israel yang pernah dilakukan para tokoh dan terakhir oleh lima aktivis NU ini menyisakan beberapa hal penting. Pertama, masing-masing kunjungan memiliki alasan dan konteks historis yang berbeda sehingga setiap kunjungan memiliki relevansinya tersendiri. Kunjungan Gus Dur walaupun tidak luput dari kecaman juga memiliki alasan yang logis dengan konteks historis yang mendukung.

Sebab, Israel saat itu sebagai pihak yang mengundang sedang dipimpin oleh Yitzhak Rabin dari Partai Buruh, yang progresif dan benar-benar menginginkan perdamaian dengan Palestina. Sebagaimana Palestina yang kala itu dipimpin Yasser Arafat juga menginginkan hal yang sama.

Baca Juga :  Ormas Perempuan dalam Pusaran Pemilu

Maka, lawatan Gus Dur pada momen itu untuk mendukung terwujudnya perdamaian sebagaimana diinginkan oleh kedua pihak. Namun, yang terjadi selanjutnya tidak sesuai dengan skenario awal mereka karena adanya penolakan dari masing-masing internal kedua pihak. Kondisi itu semakin diperkeruh dengan terbunuhnya Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin oleh ekstremis Israel sendiri.

Sementara kunjungan Gus Yahya, meski dampaknya tak sekrusial lawatan Gus Dur, tidak dalam kondisi bobrok seperti sekarang ini. Artinya, tujuan positif untuk menggalang perdamaian, saling berkasih sayang, saling mengingatkan akan prinsip keadilan dan prinsip moral kemanusiaan, masih bisa diharapkan.

Sedangkan kunjungan lima aktivis NU tersebut dilihat dari perspektif momen tidak mendukung dan tidak menguntungkan sama sekali. Justru malah semakin memperkeruh suasana karena bisa dimanfaatkan untuk melegitimasi propaganda bermuka manis Israel ke mata dunia, sementara tangan dan mulut mereka berlumur darah rakyat Palestina.

Kedua, perlunya kesadaran diri, sadar posisi, dan sadar level atau kapasitas kita dalam mengunjungi Israel. Meskipun memiliki tujuan mulia, seperti untuk mengusahakan perdamaian dan mengingatkan pihak Israel akan pentingnya menjunjung prinsip-prinsip moral kemanusiaan, kita harus pandai mengukur diri, mungkinkah suara kita didengar oleh mereka, sementara suara para pemimpin dunia saja mereka abaikan.

Ketiga, kasus lima aktivis NU itu menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam menerima dan menghadiri undangan negara Zionis ini.

Sebab, bisa jadi agendanya berupa gerakan kemanusiaan seperti dialog atau bakti sosial dan berbagai kedok kemanusiaan lainnya. Tetapi, di balik semua itu, mereka punya agenda utama berupa upaya untuk memoles wajah mereka di mata publik. (*)

*) ABDUL SYUKKUR, Alumnus Al Azhar, Kairo, Mesir; Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo; Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al Mujtama Pamekasan

BEREDARNYA foto lima aktivis Nahdlatul Ulama (NU) yang berpose bersama Presiden Israel Isaac Herzog menuai banyak kecaman. Mereka sudah mendapat sanksi dari organisasi yang menaunginya.

Sejatinya, berfoto dengan orang lain merupakan hak individu. Namun, ketika berfoto dengan pihak ”musuh” semua orang (musuh kemanusiaan), pada titik inilah berbagai kecaman itu muncul.

Para aktivis tersebut sebenarnya sudah berdalih bahwa kunjungan mereka ke Yerusalem untuk melakukan dialog antariman dalam rangka memperkuat hubungan antara orang-orang Yahudi, Kristen, Islam, dan berbagai agama yang ada di dunia. Di samping untuk melakukan penelitian lapangan tentang kehidupan muslim di Israel.

Alasan itu sebenarnya masih bisa diterima dalam kapasitas mereka sebagai intelektual. Tapi, ketika mereka merambah ke ranah lain yang sangat kental aroma propaganda politiknya, suasananya menjadi keruh.

Sebagaimana sudah maklum, masyarakat dunia sedang berada di puncak empati terhadap kesengsaraan rakyat Palestina akibat perang Gaza yang pecah sejak 7 Oktober 2023. Sehingga keakraban dengan pihak Israel dalam bentuk apa pun dianggap sebagai dukungan terhadap genosida yang mereka lakukan terhadap rakyat Palestina.

Apalagi, mereka berangkat ke sana dengan bekal basic mental sebagai bagian dari negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan organisasi kemasyarakatan terbesar yang ada di dalamnya.

Dampaknya, kunjungan mereka dimanfaatkan Israel sebagai propaganda yang justru menguntungkan Israel di dunia internasional. Bahwa mereka sejatinya cinta damai, suka dialog, suka kebebasan beragama, demokratis, dan tidak suka kekerasan, kecuali kepada rakyat Palestina yang sedang mereka bantai habis-habisan.

Hal itu tampaknya tidak kunjung disadari oleh lima aktivis tersebut sampai muncul tanggapan dan kontroversi luas di dalam negeri.

Senyatanya kunjungan masyarakat Indonesia ke Israel bukan kali ini saja. Sebelumnya sudah ada beberapa tokoh nasional yang pernah berkunjung ke sana. Sebut saja Gus Dur misalnya.

Beliau pernah diundang Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin pada tahun 1994 untuk menyaksikan penandatanganan perjanjian damai antara Israel dan Yordania. Bahkan, ketika menjadi presiden Indonesia, Gus Dur sempat mewacanakan untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Baca Juga :  Mereka Baru Kandidat dan Rayuan Pemilih Muda

Tujuannya, pertama, tentu untuk mengangkat nilai tawar negara Indonesia di mata dunia, terutama kawasan Timur Tengah yang kala itu hampir tidak memiliki peran strategis dalam percaturan politik global. Kedua, memiliki tujuan ekonomi dengan langkah mengupayakan agar pasar modal tidak dikacaukan oleh sistem ekonomi kapitalis George Soros yang keturunan Yahudi.

Namun, meskipun memiliki dua tujuan semulia itu, masih saja Gus Dur mendapat kecaman dari berbagai pihak. Sehingga beliau sempat dituduh sebagai agen Zionis.

Pada 2018 Yahya Cholil Staquf, mantan juru bicara Presiden Gus Dur yang sekarang sedang menjabat ketua umum PBNU, pun pernah berkunjung ke Israel.

Waktu itu beliau hadir ke sana dalam rangka memenuhi undangan untuk mengisi kuliah umum The Israel Council on Foreign Relation, yang diselenggarakan American Jewish Committee (AJC) Global Forum di Yerusalem.

Dan, sesuai pernyataannya, beliau hadir ke Israel atas nama pribadi dan telah memohon izin ke beberapa kiai NU seperti Kiai Ma’ruf Amin dan Kiai Said Aqil Siroj yang menjabat ketua umum PBNU kala itu.

Berbagai kunjungan ke Israel yang pernah dilakukan para tokoh dan terakhir oleh lima aktivis NU ini menyisakan beberapa hal penting. Pertama, masing-masing kunjungan memiliki alasan dan konteks historis yang berbeda sehingga setiap kunjungan memiliki relevansinya tersendiri. Kunjungan Gus Dur walaupun tidak luput dari kecaman juga memiliki alasan yang logis dengan konteks historis yang mendukung.

Sebab, Israel saat itu sebagai pihak yang mengundang sedang dipimpin oleh Yitzhak Rabin dari Partai Buruh, yang progresif dan benar-benar menginginkan perdamaian dengan Palestina. Sebagaimana Palestina yang kala itu dipimpin Yasser Arafat juga menginginkan hal yang sama.

Baca Juga :  Ormas Perempuan dalam Pusaran Pemilu

Maka, lawatan Gus Dur pada momen itu untuk mendukung terwujudnya perdamaian sebagaimana diinginkan oleh kedua pihak. Namun, yang terjadi selanjutnya tidak sesuai dengan skenario awal mereka karena adanya penolakan dari masing-masing internal kedua pihak. Kondisi itu semakin diperkeruh dengan terbunuhnya Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin oleh ekstremis Israel sendiri.

Sementara kunjungan Gus Yahya, meski dampaknya tak sekrusial lawatan Gus Dur, tidak dalam kondisi bobrok seperti sekarang ini. Artinya, tujuan positif untuk menggalang perdamaian, saling berkasih sayang, saling mengingatkan akan prinsip keadilan dan prinsip moral kemanusiaan, masih bisa diharapkan.

Sedangkan kunjungan lima aktivis NU tersebut dilihat dari perspektif momen tidak mendukung dan tidak menguntungkan sama sekali. Justru malah semakin memperkeruh suasana karena bisa dimanfaatkan untuk melegitimasi propaganda bermuka manis Israel ke mata dunia, sementara tangan dan mulut mereka berlumur darah rakyat Palestina.

Kedua, perlunya kesadaran diri, sadar posisi, dan sadar level atau kapasitas kita dalam mengunjungi Israel. Meskipun memiliki tujuan mulia, seperti untuk mengusahakan perdamaian dan mengingatkan pihak Israel akan pentingnya menjunjung prinsip-prinsip moral kemanusiaan, kita harus pandai mengukur diri, mungkinkah suara kita didengar oleh mereka, sementara suara para pemimpin dunia saja mereka abaikan.

Ketiga, kasus lima aktivis NU itu menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam menerima dan menghadiri undangan negara Zionis ini.

Sebab, bisa jadi agendanya berupa gerakan kemanusiaan seperti dialog atau bakti sosial dan berbagai kedok kemanusiaan lainnya. Tetapi, di balik semua itu, mereka punya agenda utama berupa upaya untuk memoles wajah mereka di mata publik. (*)

*) ABDUL SYUKKUR, Alumnus Al Azhar, Kairo, Mesir; Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo; Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al Mujtama Pamekasan

Terpopuler

Artikel Terbaru