PALANGKA RAYA– Belajar di perguruan tinggi
agama tak hanya soal agama saja. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka
Raya buktinya. Tim peneliti dari kampus ini berusaha menghasilkan energi
listrik dengan memanfaatkan arus Sungai Kahayan. Semburat jingga
mulai menyapa langit Kota Cantik –julukan Palangka Raya- saat perahu alkon Abah
Amat menantang arus Sungai Kahayan. Sore itu, Senin (27/7), hari terakhir
penelitian yang dilakukan anaknya, Rahmat Rudianto, yang tergabung dalam tim penelitian
Prodi Fisika IAIN Palangka Raya. Meskipun perahu alkon itu kecil, tapi kekuatan
dan kecepatannya tak bisa dianggap sepele. Alat pembangkit listrik tenaga pico
hidro rakitan tim peneliti ini, sanggup ditarik ke seberang sungai.
“Jumlah dan berat drum, berat alat, serta
kemampuan daya tampung orangnya sudah dikalkulasikan, sehingga alat tetap
mengapung dan bisa ditarik kelotok,†ujar Rahmat Rudianto mengawali
pebincangan.
Pada hari itu, Rudi -sapaan akrab Rudianto-
bersama tim dosen dan enam mahasiswa Saiful Azis, Ely Purwanto, Hidayatullah,
Julianto, M Ridwan, dan Ridwan Ariyadi tampak semringah. Bukan hanya senang karena
penelitian mereka yang sudah memasuki tahap akhir itu selesai tanpa aral yang
berarti, tapi juga bahagia bisa menyalurkan minat dan rasa keingintahuan.
Bila diingat-ingat beberapa tahun sebelumnya,
tepatnya 2016 lalu, alat pembangkit listrik ini masih tidak bisa diuji coba di
lapangan. Saat itu, Rudi masih mahasiswa. Alat pembangkit listriknya pun masih
prototipe amat sederhana. Keterbatasan itu juga yang membuat penelitian energi listrik
terbarukan dan ramah lingkungan ini baru bisa dilaksanakan di tahap uji
lapangan setelah hampir empat tahun.
“Karena pada 2016 lalu masih banyak
penyempurnaan dan merupakan tahap awal penelitian dengan segala sesuatu yang
serbaterbatas, makanya baru bisa tahun ini,†ujar laboran Laboratorium Prodi
Fisika IAIN Palangka Raya ini.
Mereka bahagia karena alat yang dirangkai itu dapat
menghasilkan energi listrik. Dari hasil uji coba selama tiga hari, daya listrik
yang dihasilkan diprediksi bisa untuk penerangan. “Rata-rata 600 sampai 1.000
watt (W) atau sekitar 1 kilovolt ampere (kVA),†ungkapnya.
Rendahnya daya yang dihasilkan juga bukan
karena kesalahan, tapi murni tujuan penelitian. Tim sengaja memilih Sungai
Kahayan sebagai lokasi penelitian. Selain karena aspek geologis, juga karena
jarak tempuh yang dekat dari kampus. Aspek debit air dan ekonomis pun turut jadi
pertimbangan. “Sungai Kahayan dipilih karena arusnya yang lemah.
Harapannya, jika di arus sungai yang kuat, hasilnya bisa lebih baik,”
beber Rudi didampingi dua dosen, Suhartono dan Sri Fatmawati.
Rudi menjelaskan bahan-bahan yang mereka
gunakan. Ada generator permanen magnet yang berfungsi untuk mengubah energi
gerak yang dihasilkan kincir menjadi energi listrik. Selain itu, controller
MPPT 60 A untuk mengatur tegangan dan arus di generator serta mengatur tegangan
dan arus yang digunakan untuk disimpan ke baterai atau aki. Juga ada aki untuk
menyimpan tegangan dan arus sebelum digunakan ke objek (lampu/alat elektronik).
Untuk mengukur kecepatan arus sungai, mereka
menggunakan Flowrate PS-3200. Alat berbentuk tongkat ini dicelupkan ke sungai
dengan kedalaman tertentu, sehingga diketahui laju arus sungai pada kedelaman
berapa yang paling tepat.
Arus Sungai Kahayan yang kecepatannya 0,8
sampai 1,4 meter per second (m/s) dapat menggerakkan turbin rangkaian besi
hollow 2X2 dan galvalum. Putaran yang dihasilkan itu mengubah energi air
menjadi listrik dengan bantuan generator. “Cara kerjanya yakni menghubungkan
poros generator dengan poros kincir (turbin, red). Energi yang dihasilkan
kincir disalurkan melalui poros kincir ke poros generator permanen magnet.
Kemudian, energi yang dihasilkan di generator permanen magnet dihubungkan ke
controller MPPT 60 A serta aki,†terangnya.
Alat pembangkit listrik tenaga pico hidro ini
juga dilengkapi dengan lampu LED. Saat turbin berputar dan energi tersalurkan
ke generator, lampu LED otomatis akan menyala.
Sementara untuk Kalteng, energi listrik
tersalurkan dari beberapa pembangkit besar, yakni PLTU Asam-Asam, PLTU Pulang
Pisau, dan PLTMG Bangkanai. Belum terhitung dengan PLTU di Tumbang Kajuei.
PLTMH 250 KVA di Desa Tumbang Langkai, Kecamatan Suling Tambun juga menjadi salah
satu sumber energi yang dapat menerangi desa di kawasan itu.
Disadur dari EBTKE
http://ebtke.esdm.go.id/post/2016/12/22/1496/kalteng.miliki.potensi.plta.356.mw,
provinsi ini dinilai memiliki potensi yang besar pada energi air. Provinsi ini
memiliki potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Riam Jerawi, Kabupaten
Katingan. Juga ada bendungan PLTA Muara Juloi di Kabupaten Murung Raya dengan
kapasitas 284 MW. Potensi lainnya yakni bisa dibangunnya PLTMH di Desa Tumbang
Manyarung, dan PLTA di air terjun Masupa Ria, Kabupaten Kapuas. Untuk Masupa,
penulis pun pernah mengulas terkait potensi air terjun dan kelistrikan serta
dampaknya bagi warga seperti di
https://www.jpnn.com/news/kenikmatan-kecil-di-masupa-ria-desa-lumbung-emas.
Potensi itulah yang coba dikembangkan oleh para
peneliti ini. Meskipun, kata Rudi, tim merasa masih banyak yang perlu
diperbaiki, lantaran penelitian ini masih pada taraf mahasiswa saja.
Menurut mereka, rancangan ini masih jauh dari
ideal seperti pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTMH) yang dapat
menghasilkan daya listrik yang lebih besar. “Cukup untuk menerangi satu desa
itu,†lanjut Rudi, pria kelahiran Pulang Pisau ini.
Salah seorang mahasiswa yang turut meneliti, M
Ridwan mengatakan, penelitian ini dilakukan karena mereka ingin belajar
memanfaatkan sumber daya alam Bumi Tambun Bungai -sebutan Kalteng- yang
melimpah. Kalteng dikenal dengan sungainya yang banyak, seperti Sungai Barito, Sungai
Kahayan, Sungai Kapuas, dan Sungai Mentaya. Belum lagi bila menelisik, masih
adanya desa-desa di Kalteng ini yang memerlukan energi listrik. Pihaknya
berharap bahwa kelak dapat berkontribusi dengan membangun pembangkit listrik
yang lebih baik yang bisa dimanfaatkan semua daerah di Bumi Pancasila ini.