PALANGKA RAYA, KALTENGPOS.CO- Hari Kesehatan Nasional (HKN) diperingati setiap tanggal 12
November. Peringatan HKN ke-56 tahun ini berlangsung
di tengah pandemi
Covid-19. Saat
ini Pemerintah Provinsi
(Pemprov) Kalteng masih sibuk
dengan upaya penanganan Covid-19. Meski demikian, program
kesehatan lainnya tak diabaikan. Salah satunya yakni penurunan angka stunting.
Meskipun penanganan
Covid-19 menjadi fokus pemprov saat ini, akan
tetapi hal-hal
lain yang berkaitan dengan kesehatan tetap menjadi perhatian. Terlebih
pelaksanaan pelayanan kesehatan yang sempat terhenti
akibat pandemi Covid-19.
“Covid-19 belum selesai
sehingga fokus kami masih pada penanganan Covid-19.
Akan tetapi, hal-hal
lain tetap kami perhatikan, seperti upaya
penurunan stunting
dan pelayanan kesehatan bagi
ibu
dan anak, imunisasi, dan kegiatan lain yang dilakukan secara tatap
muka,†ucap Kepala Dinas Kesehatan Kalteng Suyuti Syamsul saat
diwawancarai di ruang kerjanya, Kamis sore (12/11).
Dijelaskannya, pada
momentum HKN kali ini, pihaknya mengapresiasi
seluruh tenaga kesehatan yang telah bekerja keras menjadi
garda terdepan dalam menangani Covid-19, serta
pihak
lain yang juga terlibat.
“Penanganan Covid-19
jangan sampai kendur. Cara
satu-satunya untuk mencegah penularan hanya dengan menerapkan protokol
kesehatan, karena hingga saat ini vaksin belum ada,†jelasnya
kepada Kalteng Pos (Grup kaltengpos.co).
Sementara itu,
berkenaan dengan persoalan stunting, berdasarkan
hasil riset kesehatan dasar (riskedar) tahun 2013,
prevalensi angka stunting di Kalteng mencapai angka 41,04 persen. Berkat upaya
dan kerja keras Pemprov Kalteng dan pemerintah kabupaten/kota se-Kalteng, angka
ini terus mengalami penurunan.
“Sehingga berdasarkan riskedas tahun
2018,
prevalensi stunting sudah berada di angka 34,04 persen,†kata Suyuti melalui
siaran pers oleh Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Setda Kalteng.
Pada 2019
lalu
dilakukan lagi pengukuran ulang melalui studi kasus gizi
balita Indonesia (SKGBI).
Didapatkan
hasil bahwa prevalensi stunting di Kalteng berada pada angka 32
persen. Terjadi penurunan angka prevalensi stunting di Kalteng sebesar 9,04
persen dari periode 2013-2019.
“Prevalensi stunting di
kabupaten/kota se-Kalteng pada setiap pengukuran yang dilakukan
menunjukkan hasil yang bervariasi. Sebagian kabupaten dan kota telah melewati
angka ideal di bawah 20 persen sesuai rekomendasi WHO, tapi
sebagian
lagi masih sangat tinggi dan berada di atas rata-rata Kalteng bahkan nasional,â€
bebernya.
Menurut Suyuti, pada
2018 lalu pemerintah pusat menetapkan tiga
kabupaten sebagai lokus stunting, yakni Kotawaringin
Timur, Barito Timur, dan Kapuas. Pada 2019 bertambah menjadi lima
kabupaten, termasuk Barito Selatan dan Gunung Mas.
“Lokus stunting
ditetapkan berdasarkan tingginya prevalensi stunting pada satu daerah. Pemerintah
mendorong aksi konvergensi untuk mempercepat pencegahan stunting melalu
intervensi yang dilakukan secara terkoordinasi, terpadu, dan
bersama-sama terhadap kelompok prioritas,†ujarnya.
Untuk mendorong
percepatan penurunan angka stunting, setiap tahun Ditjen Otda mengadakan lomba
aksi konvergensi, yang diikuti oleh seluruh kabupaten-kabupaten di
Indonesia
yang menjadi lokus stunting. Setiap tahun Pemprov
Kalteng melakukan penilaian aksi konvergensi stunting pada kabupaten lokus
agar bisa diikutkan pada tingkat nasional.
“Pada tahun 2019
dilakukan penilaian terhadap aksi lima sampai delapan pada tiga kabupaten lokus
stunting, yakni Kotim, Barti,m dan Kapuas,†singkat
dia.
Hasilnya, lanjut dia,
juara satu diraih Kotim dan juara dua diraih Barsel dan
Kapuas. Pada tahun 2020 dilakukan penilaian lagi pada aksi
satu hingga empat, diikuti oleh lima kabupaten lokus stunting yakni Kotim,
Gumas, Bartim, Kapuas, dan Barsel.
“Keluar sebagai juara satu Kotim dan Gumas,
juara dua Bartim, dan juara tiga Kapuas dan Barsel,†pungkasnya.