28.2 C
Jakarta
Friday, April 26, 2024

Di Palangka Raya Elpiji Subsidi Lewati HET, Ini Tanggapan Pengamat Hukum

PALANGKA RAYA,PROKALTENG.CO – Pengamat Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum  (LBH) Palangka Raya, Aryo Nugroho Waluyo menanggapi soal fenomena mahalnya elpiji tiga kilogram (LPG Subsidi) di Kota Palangka Raya yang dinilai telah melewati Harga Eceran Tertinggi  (HET).

Aryo Nugroho Waluyo menilai persoalan tersebut, berasal dari permasalahan distribusi. Sehingga menurutnya perlu ada aturan yang jelas mengenai pendistribusian elpiji tabung berwarna hijau melon itu.

“Persoalannya ini kan tidak semua wilayah yang ada agennya. Yang menjadi agennya ya toko-toko yang punya modal besar. Dia bisa beli tabung banyak dan akhirnya dia suka-suka jualnya. Hulunya kan di situ,”ujarnya, Rabu (12/10).

Dia menuturkan aturan terkait sanksi penyalahgunaan elpiji tiga kilogram terdapat pada pasal  40 angka  9 UU Cipta Kerja yang mengubah pasal UU nomor 2 tahun 2001 tentang minyak gas dan bumi.

Baca Juga :  Unsur Pidana Ditemukan, Bukti Permulaan Sudah Ada

Dalam pasal tersebut, menyebutkan orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan Atau Liquefield Petralium Gas yang disubsisi pemerintah dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda Rp. 60 milliar.

“Pidana tersebut untuk tingkatan PT, artinya yang pangkalan sama agen. Agen kan biasanya dalam bentuknya PT, nah itu yang harus diperjelas oleh pemerintah lewat aturannya,” bebernya.

Salah satu opsi yang ia sarankan yakni penempatan satu kelurahan yang mengatur jumlah agen dan alamat tempat agen yang jelas. Sehingga jika ada alamat agen yang jelas, maka pembeli akan memilih agen yang membeli dengan harga murah dibandingkan jika ada toko yang menjual melebihi HET.

“Di sisi lain, soal distribusi harus dipastikan. Karena kadang kita juga bingung, toko-toko biasa kok sampai puluhan tabung. Kan dia akses ke pangkalan. Kalau ke agen atau pangkalan itu kan dibatasi, ada kk dan segala macam.  Berarti pangkalan kan ada penyelewengan. Dia menjual lebih banyak bukan pada sasarannya atau misalnya toko-toko itu dia hanya boleh jual yang diluar subsidi. Ini yang harus dipertegas,” ungkapnya.

Baca Juga :  Warga Nekat Terobos Banjir di Barito Kuala

Untuk itu, dia pun menyarankan agar diperlukan pengecekan terhadap agen dan pangkalan terkait kuota yang sudah dijatah jumlah tabungnya. Jika jumlah tabung tersebut tidak mencukupi untuk masyarakat sekitar, seyogjanya dicabut izinnya.

Selain itu, bagi masyarakat yang membuat agen agar tidak dipersulit dalam perizinannya. Juga diperlukan pengelolaan dengan melakukan kerja sama dengan kelurahan atau desa.

“Itu gambaran ke depan supaya tidak terjadi kelangkaan. Karena langka inilah, akhirnya orang mempermainkan harga,” pungkasnya.






Reporter: M Hafidz

PALANGKA RAYA,PROKALTENG.CO – Pengamat Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum  (LBH) Palangka Raya, Aryo Nugroho Waluyo menanggapi soal fenomena mahalnya elpiji tiga kilogram (LPG Subsidi) di Kota Palangka Raya yang dinilai telah melewati Harga Eceran Tertinggi  (HET).

Aryo Nugroho Waluyo menilai persoalan tersebut, berasal dari permasalahan distribusi. Sehingga menurutnya perlu ada aturan yang jelas mengenai pendistribusian elpiji tabung berwarna hijau melon itu.

“Persoalannya ini kan tidak semua wilayah yang ada agennya. Yang menjadi agennya ya toko-toko yang punya modal besar. Dia bisa beli tabung banyak dan akhirnya dia suka-suka jualnya. Hulunya kan di situ,”ujarnya, Rabu (12/10).

Dia menuturkan aturan terkait sanksi penyalahgunaan elpiji tiga kilogram terdapat pada pasal  40 angka  9 UU Cipta Kerja yang mengubah pasal UU nomor 2 tahun 2001 tentang minyak gas dan bumi.

Baca Juga :  Unsur Pidana Ditemukan, Bukti Permulaan Sudah Ada

Dalam pasal tersebut, menyebutkan orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan Atau Liquefield Petralium Gas yang disubsisi pemerintah dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda Rp. 60 milliar.

“Pidana tersebut untuk tingkatan PT, artinya yang pangkalan sama agen. Agen kan biasanya dalam bentuknya PT, nah itu yang harus diperjelas oleh pemerintah lewat aturannya,” bebernya.

Salah satu opsi yang ia sarankan yakni penempatan satu kelurahan yang mengatur jumlah agen dan alamat tempat agen yang jelas. Sehingga jika ada alamat agen yang jelas, maka pembeli akan memilih agen yang membeli dengan harga murah dibandingkan jika ada toko yang menjual melebihi HET.

“Di sisi lain, soal distribusi harus dipastikan. Karena kadang kita juga bingung, toko-toko biasa kok sampai puluhan tabung. Kan dia akses ke pangkalan. Kalau ke agen atau pangkalan itu kan dibatasi, ada kk dan segala macam.  Berarti pangkalan kan ada penyelewengan. Dia menjual lebih banyak bukan pada sasarannya atau misalnya toko-toko itu dia hanya boleh jual yang diluar subsidi. Ini yang harus dipertegas,” ungkapnya.

Baca Juga :  Warga Nekat Terobos Banjir di Barito Kuala

Untuk itu, dia pun menyarankan agar diperlukan pengecekan terhadap agen dan pangkalan terkait kuota yang sudah dijatah jumlah tabungnya. Jika jumlah tabung tersebut tidak mencukupi untuk masyarakat sekitar, seyogjanya dicabut izinnya.

Selain itu, bagi masyarakat yang membuat agen agar tidak dipersulit dalam perizinannya. Juga diperlukan pengelolaan dengan melakukan kerja sama dengan kelurahan atau desa.

“Itu gambaran ke depan supaya tidak terjadi kelangkaan. Karena langka inilah, akhirnya orang mempermainkan harga,” pungkasnya.






Reporter: M Hafidz

Terpopuler

Artikel Terbaru