27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Sempat Gagal tapi Tak Putus Asa, Anak Buruh Cuci Piring yang Lulus jad

PALANGKA RAYA- Dua kali mengikuti tes. Dua kali belum beruntung alias gagal. Dia
tak putus asa. Yang ketiga kalinya, pemuda 20 tahun itu berhasil lulus. Membuat
kedua orangtuanya bangga.

Raut wajahnya
berseri-seri.

Sesekali bercanda dengan ibunya. Lalu ibunya membalas
dengan memeluknya. Erat. Bahagia sekali. Pemandangan itulah yang terlihat
sebelum Rahmat berangkan ke Sekolah Polisi Negara (SPN) Tjilik Riwut, kemarin.

Lahir dari keluarga yang serba sederhana, sering
di
kucilkan, anak bungsu dari
dua bersaudara itu berhasil membuat bangga kedua orang tuanya, Madhur (55) dan
Sumini (53).

Sejak
kecil, polisi menjadi cita-cita yang harus diraih. Duduk di bangku sekolah,
semakin bersemangat untuk meraihnya. 

“Cita-cita jadi polisi
itu sudah dari saya kecil, waktu itu saya ingat
, ketika ada kerusuhan,
saya digendong oleh polisi untuk diungsikan ke
dalam kapal,”ujarnya.

Gendongan
itu terus terekam dalam kehidupannya sehari-hari. Gendongan seorang berseragam
coklat. Polisi.

Pemuda
kelahiran Sampit itu menghabiskan sekolah TK di Ponorogo. Lalu kembali ke
Sampit ketika duduk di bangku sekolah dasar.

Seiring
berjalannya waktu, setelah lulus dari SMAN 1 Sampit, dia mendaftar dan
mengikuti serangkaian tes. Semua dilakukan untuk menggapai
cita-cita mengenakan seragam korps bhayangkara.

Baca Juga :  Di Palangka Raya, Vaksin Sinovac Dilindungi Suhu 3,4 Dejarat Celcius,

Kemauan untuk mengikuti
tes polisi ini
awalnya mengundang ragu dari kedua orangtuanya.

“ Nak bapak hanya tukang
ojek dan
mama hanya tukang cuci piring, kita uang dari mana kalau mau
masuk polisi,”kisah
Rahmat mengulangi kata-kata sang ayah dua tahun silam.

Rahmat
diam-diam mendaftar. Untuk mengurus segala syarat administrasi, ia

menggunakan uang jajan yang
disisihkannya selama
masa sekolah.

“ Saya ikut tes.
Mengurus
sendiri
mas, pokoknya
bapak mama hanya sama minta untuk doa
dan dukungan saja,”
paparnya.

Rahmat
gagal
ketika memasuki tahap tes kesehatan. Gagal

tak membuatnya ciut. Taka da rasa putus asa. 
Rahmat memilih bekerja di toko baju. Tapi, tetap menjaga kondisi
kesehatan dengan tidak bersentuhan dengan tokok dan minuman-minuman yang
dilarang oleh agamanya.

Tahun
2018,

mencoba tes lagi. 
Pemuda
pendiam ini gagal lagi.

 â€œSaya tetap tidak
patah semangat,”
tegasnya.

Gagal tes kali kedua, Rahmat memutuskan untuk
kembali bekerja pada sebuah perusahan yang bergerak di

bidang
distribusi alat tulis dengan posisi sebagai sales.

Baca Juga :  Sembilan Orang Dinyatakan Reaktif

“Saya akhirnya pilih kerja sebagai sales alat
tulis,”
katanya.

Untuk
ketiga kalinya, pemuda kelahiran tahun
1999 kembali mencoba.

Dalam
hatinya, tes ini
yang
terkakhir
. Dalam hatinya juga yakin bisa lulus. Yakin bisa.

Rahmat akhirnya kembali mengikuti seleksi beberapa
bulan lalu. Tinggal di Palangka Raya dengan berbekal uang jajan seadanya
.

Saya dikasih uang jajan sama ibu
Rp200 ribu untuk sebulan,”ujarnya.

Proses seleksi terus dilalui dan akhirnya
dinyatakan lulus. Rahmat
membuat bangga
orangtuanya .

Kalau Tuhan mau saya jadi polisi,
ya saya pasti jadi,”ujarnya tersenyum.

Di akhir perbincangan,
Rahmat hanya meminta doa dari
orangtuanya, dan saudara kandung
agar ke
depan bisa menjadi polisi yang baik. Karena,
baginya kesulitan menjadi seorang polisi tidaklah seberapa dibandingkan dengan
perjuangan menjadi polisi yang baik dan menjadi panutan bagi masyarakat di

tengah
zaman ini.

“Teruslah menjadi Rahmat yang seperti
sekarang ini
. Yang sederhana dan taat,”sahut
Sumini, sambil berderai air mata.(old/ram)

PALANGKA RAYA- Dua kali mengikuti tes. Dua kali belum beruntung alias gagal. Dia
tak putus asa. Yang ketiga kalinya, pemuda 20 tahun itu berhasil lulus. Membuat
kedua orangtuanya bangga.

Raut wajahnya
berseri-seri.

Sesekali bercanda dengan ibunya. Lalu ibunya membalas
dengan memeluknya. Erat. Bahagia sekali. Pemandangan itulah yang terlihat
sebelum Rahmat berangkan ke Sekolah Polisi Negara (SPN) Tjilik Riwut, kemarin.

Lahir dari keluarga yang serba sederhana, sering
di
kucilkan, anak bungsu dari
dua bersaudara itu berhasil membuat bangga kedua orang tuanya, Madhur (55) dan
Sumini (53).

Sejak
kecil, polisi menjadi cita-cita yang harus diraih. Duduk di bangku sekolah,
semakin bersemangat untuk meraihnya. 

“Cita-cita jadi polisi
itu sudah dari saya kecil, waktu itu saya ingat
, ketika ada kerusuhan,
saya digendong oleh polisi untuk diungsikan ke
dalam kapal,”ujarnya.

Gendongan
itu terus terekam dalam kehidupannya sehari-hari. Gendongan seorang berseragam
coklat. Polisi.

Pemuda
kelahiran Sampit itu menghabiskan sekolah TK di Ponorogo. Lalu kembali ke
Sampit ketika duduk di bangku sekolah dasar.

Seiring
berjalannya waktu, setelah lulus dari SMAN 1 Sampit, dia mendaftar dan
mengikuti serangkaian tes. Semua dilakukan untuk menggapai
cita-cita mengenakan seragam korps bhayangkara.

Baca Juga :  Di Palangka Raya, Vaksin Sinovac Dilindungi Suhu 3,4 Dejarat Celcius,

Kemauan untuk mengikuti
tes polisi ini
awalnya mengundang ragu dari kedua orangtuanya.

“ Nak bapak hanya tukang
ojek dan
mama hanya tukang cuci piring, kita uang dari mana kalau mau
masuk polisi,”kisah
Rahmat mengulangi kata-kata sang ayah dua tahun silam.

Rahmat
diam-diam mendaftar. Untuk mengurus segala syarat administrasi, ia

menggunakan uang jajan yang
disisihkannya selama
masa sekolah.

“ Saya ikut tes.
Mengurus
sendiri
mas, pokoknya
bapak mama hanya sama minta untuk doa
dan dukungan saja,”
paparnya.

Rahmat
gagal
ketika memasuki tahap tes kesehatan. Gagal

tak membuatnya ciut. Taka da rasa putus asa. 
Rahmat memilih bekerja di toko baju. Tapi, tetap menjaga kondisi
kesehatan dengan tidak bersentuhan dengan tokok dan minuman-minuman yang
dilarang oleh agamanya.

Tahun
2018,

mencoba tes lagi. 
Pemuda
pendiam ini gagal lagi.

 â€œSaya tetap tidak
patah semangat,”
tegasnya.

Gagal tes kali kedua, Rahmat memutuskan untuk
kembali bekerja pada sebuah perusahan yang bergerak di

bidang
distribusi alat tulis dengan posisi sebagai sales.

Baca Juga :  Sembilan Orang Dinyatakan Reaktif

“Saya akhirnya pilih kerja sebagai sales alat
tulis,”
katanya.

Untuk
ketiga kalinya, pemuda kelahiran tahun
1999 kembali mencoba.

Dalam
hatinya, tes ini
yang
terkakhir
. Dalam hatinya juga yakin bisa lulus. Yakin bisa.

Rahmat akhirnya kembali mengikuti seleksi beberapa
bulan lalu. Tinggal di Palangka Raya dengan berbekal uang jajan seadanya
.

Saya dikasih uang jajan sama ibu
Rp200 ribu untuk sebulan,”ujarnya.

Proses seleksi terus dilalui dan akhirnya
dinyatakan lulus. Rahmat
membuat bangga
orangtuanya .

Kalau Tuhan mau saya jadi polisi,
ya saya pasti jadi,”ujarnya tersenyum.

Di akhir perbincangan,
Rahmat hanya meminta doa dari
orangtuanya, dan saudara kandung
agar ke
depan bisa menjadi polisi yang baik. Karena,
baginya kesulitan menjadi seorang polisi tidaklah seberapa dibandingkan dengan
perjuangan menjadi polisi yang baik dan menjadi panutan bagi masyarakat di

tengah
zaman ini.

“Teruslah menjadi Rahmat yang seperti
sekarang ini
. Yang sederhana dan taat,”sahut
Sumini, sambil berderai air mata.(old/ram)

Terpopuler

Artikel Terbaru