SAYA lagi di pedalaman Tiongkok. Naik kereta api sejauh 14 jam. Dari Beijing. Bukan kereta Whoosh. Kereta lama. Jalur lama. Gerbong lama. Bisa tidur sepanjang malam. Juga bisa mimpi terkena luka.
WAKTU akan menyembuhkan luka. Saya percaya. Saya sendiri terluka. Minggu lalu. Kaki terkena tajamnya bambu. Pedih sekali. Luka itu pun saya bawa pergi. Jauh. Benar, di Tiongkok luka itu sembuh.
SAYA jarang lewat jalur ini: Surabaya-Hong Kong-Tianjin. Harus bermalam di Hong Kong. Kali ini apa boleh buat. Toh sudah 3 tahun tidak lihat Hong Kong.
Hari-hari kemarin penuh gempita dengan gegapnya: soal calon presiden dan wakilnya. Begitu tersiksa mereka yang tidak suka berita politik itu-itu saja.Saya harus ke Tianjin gara-gara ini: kehabisan Baraclude.
DI DUNIA hukum, ''beda alasan'' tidak sama dengan ''beda pendapat''. Di putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Senin lalu empat hakim menerima permohonan, empat hakim berbeda pendapat, dua hakim berbeda alasan.
TIDAK perlu sumpah: saya sudah menyiapkan tulisan tentang perang di jalur Gaza.
Lalu saya baca komentar Bung Mirza Mirwan: saya mundur. Tulisannya tentang Hamas bagus sekali. Lebih bagus dari seandainya saya jadi menulis soal Gaza.
Hakim tunggal Arthur Engoron pun tidak tahan diam.
Ia memang tidak pernah membaca berita media terkait kasus yang lagi ia sidangkan. Termasuk tidak membacanya di medsos.