Disfungsi
ereksi merupakan masalah yang dihadapi pria. Sayangnya, kaum adam masih merasa
tabu atau minder membicarakan hal ini. Padahal kasus ini mulai banyak dialami
pria usia muda, bahkan usia 20 tahunan.
Dalam
layanan Men’s Health and Couple’s Well-being Clinic Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Kencana, masyarakat diedukasi untuk segera berkonsultasi ke
dokter jika mengalami gangguan kesehatan pria dan pasangan, khususnya di bidang
reproduksi dan seksual.
Dokter
Spesialis Urologi Dr. dr. Nur Rasyid, SpU (K) dari Departemen Medik Urologi
FKUI-RSCM menjelaskan, disfungsi ereksi (DE) merupakan bagian dari disfungsi
seksual pada pria, selain penurunan dorongan seksual (libido atau gairah) dan
kelainan ejakulasi.
Mengingat
fungsi seksual melibatkan proses yang kompleks, yaitu sistem syaraf, hormon,
dan pembuluh darah, maka kelainan pada sistem ini, baik oleh penyakit,
obat-obatan, gaya hidup, atau sebab lain, dapat mempengaruhi proses ereksi,
ejakulasi, dan orgasme. Menurutnya DE masih sering dianggap remeh dan dianggap
tabu untuk dibicarakan.
Nyatanya
52 persen pria berusia 40-70 tahun sudah mengalami gejala DE. Di Indonesia,
prevalensi DE bahkan pada populasi berusia 20-80 tahun cukup tinggi, yaitu 35,6
persen.
“Angka
kejadian yang meningkat seiring bertambahnya usia,†katanya dalam webinar,
Selasa (27/10).
Menurut
Nur Rasyid, dalam manajemen DE, pemeriksaan komprehensif untuk menentukan
faktor penyebab dan selanjutnya memilih terapi yang tepat dan optimal. Sebelum
melakukan prosedur terapi, perlu adanya pemahaman akan ekspektasi pasien
sehingga terapi yang dipilih nantinya sudah dipahami dengan baik.
Berapapun
derajat DE yang dialami oleh pasien, manajemen DE selalu dimulai dari 3 hal
yaitu terapi penyebab DE yang bisa disembuhkan, eliminasi faktor risiko dengan
modifikasi gaya hidup, serta edukasi dan konseling pasien dan pasangan. Setelah
itu, dapat dilakukan terapi yang bersifat spesifik untuk tiap-tiap pasien,
berkaitan dengan toleransi, invasiness (operatif vs non-operatif), efektivitas,
biaya, keamanan, dan ekspektasi pasien.
Disfungsi
seksual merupakan gangguan fisik atau psikologis yang membuat seseorang atau
pasangannya
kesulitan
mencapai kepuasan seksual. Hal ini bisa terjadi baik pada pria maupun wanita.
Disfungsi seksual pada pria sendiri dapat terjadi pada seluruh kelompok umur,
namun memiliki hubungan berbanding lurus dengan penambahan usia.
Disfungsi
seksual pria menjadi salah satu masalah yang kompleks karena berbagai faktor
dapat menyebabkan kondisi ini. Salah satu hal yang membuat masalah disfungsi
seksual tidak pernah selesai adalah kurangnya pengetahuan atau kesadaran pria
terhadap hal ini.
Hal
senada dikatakan Kepala Instalasi Pelayanan Terpadu RSCM Kencana dr. Riyadh
Firdaus, SpAn-KNA. Dia mengatakan penelitian mencatat sekitar 15-20 persen
pasangan di dunia memiliki gangguan infertilitas dengan proporsi gangguan
pasangan pria dan wanita yang kurang lebih sama.
“Sayangnya
masih banyak masyarakat yang belum sadar dan memeriksakan pasangannya di awal
gangguan, demikian juga dengan masalah seksual,†jelas Riyadh.
Penelitian
mencatat, angka gangguan seksual pada pria mencapai 31 persen dan 43 persen
pada perempuan. Namun pengobatan secara baik dan profesional terhadap kasus-kasus
tersebut masih kurang.
“Maka
kini dengan layanan terpadu dan komprehensif diharapkan masyarakat dengan
gangguan kesehatan pria dan pasangan, khususnya dibidang reproduksi dan seksual
tidak lagi bingung dan mencari pengobatan di luar keilmuan kedokteran yang
tidak terbukti,†jelasnya.