27.6 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Peringatan Ahli, Virus Nipah 75 Kali Lebih Mematikan daripada Covid-19

PROKALTENG.CO
– Dunia harus bersiap menghadapi kemungkinan pandemi dari virus lain setelah
Covid-19. Salah satu yang belakangan sering disebut-sebut adalah virus Nipah.

Para
ilmuwan telah memperingatkan tentang penyakit pembengkakan otak yang disebabkan
oleh virus Nipah, yang diperkirakan 75 kali lebih mematikan daripada virus
Korona penyebab Covid-19. Ahlu menyebut virus Nipah bisa menjadi pandemi
berikutnya.

Virus
Nipah, yang dibawa oleh kelelawar buah, telah dicatat oleh para ilmuwan sebagai
masalah yang berpotensi serius. Direktur penelitian dan pengembangan vaksin di
Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), dr Melanie Saville,
mengatakan dunia harus mempersiapkan pandemi ‘yang besar’ berikutnya, seperti
laporan The Sun.

Ini
mengikuti laporan mereka sebelumnya tentang peningkatan risiko umat manusia
menghadapi wabah yang kemungkinan besar disebabkan oleh zoonosis yakni penyakit
yang berpindah dari hewan ke manusia. Ia mencatat benturan antara manusia dan
alam, karena urbanisasi mendorong kembali habitat hewan alami. Skenario yang
sama ditemukan pada kasus pertama virus Nipah yang menginfeksi peternak babi di
Malaysia.

Baca Juga :  Hidup Berkualitas dengan Membiasakan Gaya Hidup Sehat

Gejala
Nipah

Dilansir
dari Science Times, Minggu (21/2), menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
virus Nipah (NiV) adalah virus zoonosis yang dapat ditularkan melalui makanan
yang terkontaminasi atau langsung antar manusia. Gejalanya, bagi orang yang
terinfeksi virus, penyakit yang ditimbulkan berkisar dari infeksi asimtomatik
(subklinis) hingga penyakit pernapasan akut dan bahkan kasus ensefalitis yang
fatal atau peradangan otak.

Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) juga mengutip banyak gejala,
termasuk demam, muntah, sakit kepala, disorientasi, kejang, dan bahkan koma.
Juga dicatat bahwa gejala umumnya muncul dari 4-14 hari masa inkubasi setelah
terpapar virus.

Virus
Nipah pertama kali tercatat pada 1999 di Malaysia, tidak ada wabah lain yang
tercatat di negara Asia Tenggara sejak itu. Dilaporkan juga di Bangladesh mulai
tahun 2001. WHO melaporkan bahwa hampir setiap tahun negara tersebut mengalami
wabah virus.
 

Baca Juga :  Perhatikan ya, Makanan Ini Bisa Picu Migrain

Organisasi
kesehatan internasional juga menyebut Kamboja, Ghana, Filipina, Indonesia,
Madagaskar, dan Thailand berpotensi berisiko terinfeksi karena menemukan
reservoir alami virus, terutama spesies kelelawar Pteropus. Wabah sebelumnya
yang tercatat di beberapa bagian Asia menimbulkan kekhawatiran karena tingkat
kematiannya bervariasi dari 40 hingga 75 persen.

Ada
260 Virus Jadi Ancaman

Meskipun
virus Nipah berpotensi lebih mengancam daripada Covid-19, itu bukan
satu-satunya. Ada 260 virus di antaranya, semuanya dengan potensi epidemi.
Ketua departemen Biokimia Molekuler dan Seluler di University of Kentucky, dr.
Rebecca Dutch, menambahkan bahwa meskipun belum ada wabah global saat ini,
penyakit ini terjadi secara berkala.

“Nipah
adalah salah satu virus yang pasti bisa menjadi penyebab pandemi baru,”
tegasnya.

PROKALTENG.CO
– Dunia harus bersiap menghadapi kemungkinan pandemi dari virus lain setelah
Covid-19. Salah satu yang belakangan sering disebut-sebut adalah virus Nipah.

Para
ilmuwan telah memperingatkan tentang penyakit pembengkakan otak yang disebabkan
oleh virus Nipah, yang diperkirakan 75 kali lebih mematikan daripada virus
Korona penyebab Covid-19. Ahlu menyebut virus Nipah bisa menjadi pandemi
berikutnya.

Virus
Nipah, yang dibawa oleh kelelawar buah, telah dicatat oleh para ilmuwan sebagai
masalah yang berpotensi serius. Direktur penelitian dan pengembangan vaksin di
Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), dr Melanie Saville,
mengatakan dunia harus mempersiapkan pandemi ‘yang besar’ berikutnya, seperti
laporan The Sun.

Ini
mengikuti laporan mereka sebelumnya tentang peningkatan risiko umat manusia
menghadapi wabah yang kemungkinan besar disebabkan oleh zoonosis yakni penyakit
yang berpindah dari hewan ke manusia. Ia mencatat benturan antara manusia dan
alam, karena urbanisasi mendorong kembali habitat hewan alami. Skenario yang
sama ditemukan pada kasus pertama virus Nipah yang menginfeksi peternak babi di
Malaysia.

Baca Juga :  Hidup Berkualitas dengan Membiasakan Gaya Hidup Sehat

Gejala
Nipah

Dilansir
dari Science Times, Minggu (21/2), menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
virus Nipah (NiV) adalah virus zoonosis yang dapat ditularkan melalui makanan
yang terkontaminasi atau langsung antar manusia. Gejalanya, bagi orang yang
terinfeksi virus, penyakit yang ditimbulkan berkisar dari infeksi asimtomatik
(subklinis) hingga penyakit pernapasan akut dan bahkan kasus ensefalitis yang
fatal atau peradangan otak.

Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) juga mengutip banyak gejala,
termasuk demam, muntah, sakit kepala, disorientasi, kejang, dan bahkan koma.
Juga dicatat bahwa gejala umumnya muncul dari 4-14 hari masa inkubasi setelah
terpapar virus.

Virus
Nipah pertama kali tercatat pada 1999 di Malaysia, tidak ada wabah lain yang
tercatat di negara Asia Tenggara sejak itu. Dilaporkan juga di Bangladesh mulai
tahun 2001. WHO melaporkan bahwa hampir setiap tahun negara tersebut mengalami
wabah virus.
 

Baca Juga :  Perhatikan ya, Makanan Ini Bisa Picu Migrain

Organisasi
kesehatan internasional juga menyebut Kamboja, Ghana, Filipina, Indonesia,
Madagaskar, dan Thailand berpotensi berisiko terinfeksi karena menemukan
reservoir alami virus, terutama spesies kelelawar Pteropus. Wabah sebelumnya
yang tercatat di beberapa bagian Asia menimbulkan kekhawatiran karena tingkat
kematiannya bervariasi dari 40 hingga 75 persen.

Ada
260 Virus Jadi Ancaman

Meskipun
virus Nipah berpotensi lebih mengancam daripada Covid-19, itu bukan
satu-satunya. Ada 260 virus di antaranya, semuanya dengan potensi epidemi.
Ketua departemen Biokimia Molekuler dan Seluler di University of Kentucky, dr.
Rebecca Dutch, menambahkan bahwa meskipun belum ada wabah global saat ini,
penyakit ini terjadi secara berkala.

“Nipah
adalah salah satu virus yang pasti bisa menjadi penyebab pandemi baru,”
tegasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru