30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Covid-19 Membuat Kadar Oksigen Turun tanpa Gejala

Kasus
Covid-19 masih tinggi di Surabaya. Sepanjang kurun waktu setengah tahun, banyak
perkembangan terjadi yang menandai gejala-gejala terhadap Covid-19. Salah
satunya adalah happy hypoxia.

Direktur
Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Prof dr Nasronudin SpPD KPTI FINASIM
menyatakan, happy hypoxia yang kerap disebut silent hypoxia merupakan keadaan
penurunan kadar oksigen dalam darah. Kondisi itu dapat terjadi pada individu
yang terpapar SARS-CoV-2. Gejalanya, penurunan kadar oksigen dalam darah.
Namun, individu yang mengalami keadaan tersebut tidak mengalami gejala apa pun.

”Jadi,
individu ini tetap merasa sehat tanpa menunjukkan gejala pusing, batuk, pilek,
nyeri tenggorokan, dan sesak napas,” katanya.

Nasronudin
menuturkan, pada awal-awal kasus Covid-19, gejala umum yang terjadi masih
tergolong klasik. Di antaranya, mual, nyeri tenggorokan, batuk, pusing,
kehilangan rasa atau penciuman, nafsu makan menurun, lemas, dan sesak napas.
Namun, dalam kondisi yang mengalami happy hypoxia, tidak ada gejala apa pun.
”Ada proses terselubung pada darah yang mengakibatkan kadar oksigen menurun,”
jelasnya.

Baca Juga :  Yuk Dicoba, 5 Buah ini Ampuh Turunkan Kolesterol

Pada
umumnya, kadar oksigen normal 95–100 persen. Pada individu yang mengalami happy
hypoxia, bisa mencapai 75, 60, hingga 50 persen. Meskipun demikian, mereka
tetap terlihat baik-baik saja. Namun, keadaannya bisa berkembang memburuk.
”Memburuknya bisa sampai penurunan kesadaran, sesak napas, dan tiba-tiba
terjatuh. Dan, dibutuhkan alat bantu napas,” tuturnya.

Nasronudin
menjelaskan, situasi tersebut sangat mengagetkan, bukan hanya pasien, melainkan
juga dokter maupun rumah sakit. Sebab, individu secara tiba-tiba menimbulkan
pemburukan keadaan dalam waktu yang tidak diduga. Ada banyak teori yang
menjelaskan tentang penyebab happy hypoxia. Namun, pada hakikatnya, hal itu
disebabkan gangguan pada paru-paru karena Covid-19. ”Hal tersebut mengakibatkan
proses oksigenisasi terganggu. Dampaknya, kadar oksigennya menurun,” ujarnya.

Baca Juga :  Kolesterol Jahat Mulai Menumpuk di Usia 15–20, Awas Serangan Jantung

Penyebab
lainnya, gangguan pada saraf pusat yang tidak menimbulkan respons terhadap
penurunan kadar oksigen dalam darah. Padahal, semestinya ada respons dari pusat
ketika kadar oksigen turun. ”Karena, sentral sistem saraf pusat terganggu
akibat intervensi SARS-CoV-2. Virus tersebut juga dapat menimbulkan efek
neurotoksik dan psikotoksik,” katanya.

Efek
neurotoksik akibat Covid-19, lanjut dia, membuat sistem otak berkurang atau
terganggu fungsinya. Ketika kadar oksigen turun, seharusnya sistem otak otomatis
memerintahkan gejala pernapasan cepat, sesak napas, dan lain-lain. Namun, hal
itu tidak terjadi ketika terkena efek neurotokik. Sementara itu, Covid-19 juga
dapat mengakibatkan efek psikotoksik.

Beberapa
pasien Covid-19 yang mengalami efek psikotoksik memiliki keinginan melarikan
diri dari rumah sakit hingga ingin bunuh diri.

Kasus
Covid-19 masih tinggi di Surabaya. Sepanjang kurun waktu setengah tahun, banyak
perkembangan terjadi yang menandai gejala-gejala terhadap Covid-19. Salah
satunya adalah happy hypoxia.

Direktur
Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Prof dr Nasronudin SpPD KPTI FINASIM
menyatakan, happy hypoxia yang kerap disebut silent hypoxia merupakan keadaan
penurunan kadar oksigen dalam darah. Kondisi itu dapat terjadi pada individu
yang terpapar SARS-CoV-2. Gejalanya, penurunan kadar oksigen dalam darah.
Namun, individu yang mengalami keadaan tersebut tidak mengalami gejala apa pun.

”Jadi,
individu ini tetap merasa sehat tanpa menunjukkan gejala pusing, batuk, pilek,
nyeri tenggorokan, dan sesak napas,” katanya.

Nasronudin
menuturkan, pada awal-awal kasus Covid-19, gejala umum yang terjadi masih
tergolong klasik. Di antaranya, mual, nyeri tenggorokan, batuk, pusing,
kehilangan rasa atau penciuman, nafsu makan menurun, lemas, dan sesak napas.
Namun, dalam kondisi yang mengalami happy hypoxia, tidak ada gejala apa pun.
”Ada proses terselubung pada darah yang mengakibatkan kadar oksigen menurun,”
jelasnya.

Baca Juga :  Yuk Dicoba, 5 Buah ini Ampuh Turunkan Kolesterol

Pada
umumnya, kadar oksigen normal 95–100 persen. Pada individu yang mengalami happy
hypoxia, bisa mencapai 75, 60, hingga 50 persen. Meskipun demikian, mereka
tetap terlihat baik-baik saja. Namun, keadaannya bisa berkembang memburuk.
”Memburuknya bisa sampai penurunan kesadaran, sesak napas, dan tiba-tiba
terjatuh. Dan, dibutuhkan alat bantu napas,” tuturnya.

Nasronudin
menjelaskan, situasi tersebut sangat mengagetkan, bukan hanya pasien, melainkan
juga dokter maupun rumah sakit. Sebab, individu secara tiba-tiba menimbulkan
pemburukan keadaan dalam waktu yang tidak diduga. Ada banyak teori yang
menjelaskan tentang penyebab happy hypoxia. Namun, pada hakikatnya, hal itu
disebabkan gangguan pada paru-paru karena Covid-19. ”Hal tersebut mengakibatkan
proses oksigenisasi terganggu. Dampaknya, kadar oksigennya menurun,” ujarnya.

Baca Juga :  Kolesterol Jahat Mulai Menumpuk di Usia 15–20, Awas Serangan Jantung

Penyebab
lainnya, gangguan pada saraf pusat yang tidak menimbulkan respons terhadap
penurunan kadar oksigen dalam darah. Padahal, semestinya ada respons dari pusat
ketika kadar oksigen turun. ”Karena, sentral sistem saraf pusat terganggu
akibat intervensi SARS-CoV-2. Virus tersebut juga dapat menimbulkan efek
neurotoksik dan psikotoksik,” katanya.

Efek
neurotoksik akibat Covid-19, lanjut dia, membuat sistem otak berkurang atau
terganggu fungsinya. Ketika kadar oksigen turun, seharusnya sistem otak otomatis
memerintahkan gejala pernapasan cepat, sesak napas, dan lain-lain. Namun, hal
itu tidak terjadi ketika terkena efek neurotokik. Sementara itu, Covid-19 juga
dapat mengakibatkan efek psikotoksik.

Beberapa
pasien Covid-19 yang mengalami efek psikotoksik memiliki keinginan melarikan
diri dari rumah sakit hingga ingin bunuh diri.

Terpopuler

Artikel Terbaru