25.2 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Ahli: Risiko Penggumpalan Darah Bisa Terjadi Meski Tak Vaksin Covid-19

PROKALTENG.CO
– Isu laporan penggumpalan darah usai divaksinasi Covid-19 dari AstraZeneca
diharapkan tak membuat orang takut. Khususnya pada lansia dan seseorang yang
memiliki riwayat komorbid.

Begitu
pula mengenai adanya penangguhan sementara penggunaan vaksin Covid-19 buatan
AstraZeneca yang ditunda sementara karena laporan penggumpalan darah. Ahli
Vaksin dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Sri Rezeki
Hadinegoro menilai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan aman.

Kecuali,
penggumpalan darah itu merupakan gejala yang kerap terjadi pada lansia dan
penderita penyakit komorbid, seperti penyakit jantung, diabetes dan
hiperkolesterol. Tidak divaksinasi saja, penderita berisiko mengalami
penggumpalan darah.

 â€œVaksin apa saja (bukan hanya vaksin Covid-19)
juga punya risiko tromboemboli,” tuturnya kepada wartawan baru-baru ini.

Ia
meminta jangan sampai vaksinasi jadi tertunda-tunda akibat isu penggumpalan
darah. Angka kasus penggumpalan akibat vaksin Covid-19 juga terbilang sedikit,
sekitar 1 persen.

“Lain
halnya jika kasus penggumpalan darah meningkat 2 kali setelah divaksinasi. Kita
perlu khawatir,” katanya.

Sementara
itu dokter umum dari Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar, Bali, dr. Made Cock
Wirawan mengatakan bahwa vaksinasi yang sudah dilakukan pemerintah sejauh ini
sudah berjalan baik. Tenaga vaksinator juga jauh dari mencukupi, karena ada
ribuan tenaga kesehatan yang diperbantukan dari TNI dan Polri.

Namun,
Made menilai vaksinasi ini masih jauh dari harapan, karena jumlah vaksin yang
sudah digunakan masih terbatas. Begitu pula proses vaksinasi yang relatif
lambat bila dibandingkan dengan besaran sasaran yang ingin dicapai dan
kecepatan yang diharapkan. Ia melihat pada waktu vaksinasi tahap pertama,
sempat terhambat, tetapi sekarang sudah lancar.

Baca Juga :  Raih 7 Manfaat Kesehatan dari Minuman Biji Selasih

“Karena
lama kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin ini belum diketahui, maka
dibutuhkan kecepatan proses pencapaian herd immunity,” katanya.

Ia
meminta temuan varian baru virus Covid-19, seperti varian B1.1.7 bisa dilawan
oleh vaksinasi. “Sebab dari beberapa penelitian dan pendapat ahli, vaksin yang
saat ini dipakai masih bisa digunakan untuk (mencegah) varian baru Covid-19.
(Jadi) Belum dperlukan penghentian vaksinasi,” sambung Made.

Sedangkan
mengenai vaksin AstraZeneca, Made memandang perlu dilakukan review ulang
terhadap studi klinis yang dilakukan AstraZeneca. Namun, ia mengaku bahwa WHO
dan AstraZeneca sudah memberikan penjelasan tentang kasus-kasus yang terjadi.

“Langkah
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang melakukan review pemakaian vaksin
AstraZeneca sudah benar,” katanya.

Sejauh
ini data Kemenkes per 17 Maret 2021 menunjukkan bahwa 1.431.713 dari 1.468.764
tenaga medis sebagai penerima vaksinasi tahap pertama, sudah mendapatkan
vaksinasi tahap pertama atau sekitar 97,48 persen. Sedangkan yang sudah
disuntik dosis kedua sebanyak 1.208.113 tenaga medis (82,25 persen). Kemudian
lansia yang menjadi penerima vaksin kedua berjumlah 21.553.118 orang. Namun yang
sudah divaksin dosis pertama 836.628 (3,88 persen) dan yang menerima dosis
kedua sebanyak 6.600 orang (0,03 persen).

Baca Juga :  Catat Manfaat Alpukat untuk Pasien Diabetes Tipe 2

Sementara
itu, penerima vaksin tahap kedua yang berasal dari kelompok pekerja publik
ditargetkan sebanyak 17.327.169 orang. Dari jumlah tersebut 2.436.907 orang
sudah divaksin dosis pertama (14,06 persen) dan sebanyak 661.427 orang yang
baru divaksin dosis kedua (3,82 persen).

Bila
ditotal, dari tiga kelompok tadi yang berjumlah 40.349.051 target, baru
4.705.248 orang yang sudah disuntik vaksin dosis pertama (11,66 persen) dan
1.876.140 orang (4,65 persen) yang sudah diinjeksi vaksin dosis kedua.

Upaya
pemerintah untuk meningkatkan jumlah orang divaksinasi terus dilakukan, seperti
dengan memperbanyak lokasi vaksinasi dan menggandeng dunia usaha untuk
melakukan vaksinasi drive thru. Selain itu juga pemerintah dan dunia usaha
mendatangkan sejumlah vaksin Covid-19 dari luar negeri, baik melalui bilateral
maupun multilateral seperti lewat lembaga internasional. Antara lain, dari
Sinovac dan Sinopharm (Cina), Moderna dan Pfizer (Amerika Serikat), dan
AstraZeneca (Inggris).

Belum
lagi ada berbagai tawaran dari beberapa produsen vaksin lain, seperti vaksin
Sputnik V dari Rusia. Di luar itu, pemerintah terus menegakkan pentingnya
mematuhi 3M (mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker), dan gencar
melakukan 3T (test, tracing dan treatment).

PROKALTENG.CO
– Isu laporan penggumpalan darah usai divaksinasi Covid-19 dari AstraZeneca
diharapkan tak membuat orang takut. Khususnya pada lansia dan seseorang yang
memiliki riwayat komorbid.

Begitu
pula mengenai adanya penangguhan sementara penggunaan vaksin Covid-19 buatan
AstraZeneca yang ditunda sementara karena laporan penggumpalan darah. Ahli
Vaksin dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Sri Rezeki
Hadinegoro menilai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan aman.

Kecuali,
penggumpalan darah itu merupakan gejala yang kerap terjadi pada lansia dan
penderita penyakit komorbid, seperti penyakit jantung, diabetes dan
hiperkolesterol. Tidak divaksinasi saja, penderita berisiko mengalami
penggumpalan darah.

 â€œVaksin apa saja (bukan hanya vaksin Covid-19)
juga punya risiko tromboemboli,” tuturnya kepada wartawan baru-baru ini.

Ia
meminta jangan sampai vaksinasi jadi tertunda-tunda akibat isu penggumpalan
darah. Angka kasus penggumpalan akibat vaksin Covid-19 juga terbilang sedikit,
sekitar 1 persen.

“Lain
halnya jika kasus penggumpalan darah meningkat 2 kali setelah divaksinasi. Kita
perlu khawatir,” katanya.

Sementara
itu dokter umum dari Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar, Bali, dr. Made Cock
Wirawan mengatakan bahwa vaksinasi yang sudah dilakukan pemerintah sejauh ini
sudah berjalan baik. Tenaga vaksinator juga jauh dari mencukupi, karena ada
ribuan tenaga kesehatan yang diperbantukan dari TNI dan Polri.

Namun,
Made menilai vaksinasi ini masih jauh dari harapan, karena jumlah vaksin yang
sudah digunakan masih terbatas. Begitu pula proses vaksinasi yang relatif
lambat bila dibandingkan dengan besaran sasaran yang ingin dicapai dan
kecepatan yang diharapkan. Ia melihat pada waktu vaksinasi tahap pertama,
sempat terhambat, tetapi sekarang sudah lancar.

Baca Juga :  Raih 7 Manfaat Kesehatan dari Minuman Biji Selasih

“Karena
lama kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin ini belum diketahui, maka
dibutuhkan kecepatan proses pencapaian herd immunity,” katanya.

Ia
meminta temuan varian baru virus Covid-19, seperti varian B1.1.7 bisa dilawan
oleh vaksinasi. “Sebab dari beberapa penelitian dan pendapat ahli, vaksin yang
saat ini dipakai masih bisa digunakan untuk (mencegah) varian baru Covid-19.
(Jadi) Belum dperlukan penghentian vaksinasi,” sambung Made.

Sedangkan
mengenai vaksin AstraZeneca, Made memandang perlu dilakukan review ulang
terhadap studi klinis yang dilakukan AstraZeneca. Namun, ia mengaku bahwa WHO
dan AstraZeneca sudah memberikan penjelasan tentang kasus-kasus yang terjadi.

“Langkah
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang melakukan review pemakaian vaksin
AstraZeneca sudah benar,” katanya.

Sejauh
ini data Kemenkes per 17 Maret 2021 menunjukkan bahwa 1.431.713 dari 1.468.764
tenaga medis sebagai penerima vaksinasi tahap pertama, sudah mendapatkan
vaksinasi tahap pertama atau sekitar 97,48 persen. Sedangkan yang sudah
disuntik dosis kedua sebanyak 1.208.113 tenaga medis (82,25 persen). Kemudian
lansia yang menjadi penerima vaksin kedua berjumlah 21.553.118 orang. Namun yang
sudah divaksin dosis pertama 836.628 (3,88 persen) dan yang menerima dosis
kedua sebanyak 6.600 orang (0,03 persen).

Baca Juga :  Catat Manfaat Alpukat untuk Pasien Diabetes Tipe 2

Sementara
itu, penerima vaksin tahap kedua yang berasal dari kelompok pekerja publik
ditargetkan sebanyak 17.327.169 orang. Dari jumlah tersebut 2.436.907 orang
sudah divaksin dosis pertama (14,06 persen) dan sebanyak 661.427 orang yang
baru divaksin dosis kedua (3,82 persen).

Bila
ditotal, dari tiga kelompok tadi yang berjumlah 40.349.051 target, baru
4.705.248 orang yang sudah disuntik vaksin dosis pertama (11,66 persen) dan
1.876.140 orang (4,65 persen) yang sudah diinjeksi vaksin dosis kedua.

Upaya
pemerintah untuk meningkatkan jumlah orang divaksinasi terus dilakukan, seperti
dengan memperbanyak lokasi vaksinasi dan menggandeng dunia usaha untuk
melakukan vaksinasi drive thru. Selain itu juga pemerintah dan dunia usaha
mendatangkan sejumlah vaksin Covid-19 dari luar negeri, baik melalui bilateral
maupun multilateral seperti lewat lembaga internasional. Antara lain, dari
Sinovac dan Sinopharm (Cina), Moderna dan Pfizer (Amerika Serikat), dan
AstraZeneca (Inggris).

Belum
lagi ada berbagai tawaran dari beberapa produsen vaksin lain, seperti vaksin
Sputnik V dari Rusia. Di luar itu, pemerintah terus menegakkan pentingnya
mematuhi 3M (mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker), dan gencar
melakukan 3T (test, tracing dan treatment).

Terpopuler

Artikel Terbaru