29.4 C
Jakarta
Sunday, October 6, 2024

Covid-19 Tak Menular lewat Sperma, Program Bayi Tabung Tetap Aman

Klinik
Fertilitas Graha Amerta RSUD dr Soetomo saat ini sudah membuka lagi pelayanan
program bayi tabung. Sebelumnya, fasilitas tersebut sempat di-lockdown selama
lebih dari lima bulan sejak pandemi Covid-19 masuk Indonesia pada Maret lalu.

Prof
dr Budi Santoso SpOG (K) menjelaskan, pada awal pandemi, pelayanan dihentikan.
Sebab, ada kekhawatiran kondisi pasangan suami istri yang berisiko. Begitu juga
risiko penularan yang dikhawatirkan bisa memengaruhi proses bayi tabung. ”Saat
itu dikhawatirkan suami terinfeksi Covid-19, lalu spermanya ikut terinfeksi
virus. Ternyata tidak seperti itu,” kata salah seorang ahli fertilitas di Graha
Amerta itu.

Pria
yang akrab disapa Prof Bus itu menuturkan, dalam proses kehamilan dengan
Covid-19, ternyata penularan secara vertikal tidak terbukti terjadi. Misalnya,
infeksi dari suami ke istri melalui sperma. Namun, penularan murni terjadi
melalui droplet. ”Karena itulah, salah satu pencegahan yang dianjurkan World
Health Organization (WHO) maupun pemerintah adalah wajib memakai masker,”
tuturnya.

Baca Juga :  Kenali Gejalanya, Waspada 6 Jenis Gangguan Jiwa Termasuk Depresi

Melihat
kondisi tersebut, Klinik Fertilitas Graha Amerta RSUD dr Soetomo mulai membuka
pelayanan program bayi tabung pada akhir Juli lalu. Tentu peraturan protokol
kesehatan dipenuhi. ”Ada sedikit perbedaan dalam pelayanan program bayi tabung
di tengah pandemi Covid-19,” ujar dokter obgyn yang juga bertugas di Rumah
Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Kendangsari tersebut.

Budi
menyatakan, pelaksanaan program bayi tabung mewajibkan pasangan suami dan istri
menjalani tes PCR (polymerase chain reaction). Jadi, mereka yang ingin
mengikuti program bayi tabung tidak sedang terinfeksi Covid-19. Sebab, kalau
mereka terinfeksi, tim yang menangani serta proses kehamilannya ikut berisiko.

Dia
mengungkapkan, saat ini sudah ada pasangan suami istri yang mengikuti program
tersebut di tengah pandemi. Bahkan sudah tahap pengambilan sel telur dan
penanaman embrio. ”Kita juga tidak tahu kapan pandemi ini berakhir. Padahal,
pelaksanaan bayi tabung rata-rata bersifat urgen,” jelasnya.

Baca Juga :  Mencegah Diabetes Haruskah Menghindari Konsumsi Gula?

Pada
usia di atas 35 tahun, lanjut Budi, cadangan sel telur perempuan sudah menipis.
Jadi, jika menunggu masa pandemi berhenti, tidak tahu kondisi pasangan yang
ingin memiliki momongan. ”Untuk usia di atas 35 tahun, banyak risiko yang
terjadi. Keguguran pun meningkat,” ungkapnya.

Budi
menyebutkan, angka infertilitas di masyarakat sekitar 10 persen. Mereka yang
bermasalah dalam kehamilan memerlukan bayi tabung. Bahkan, setiap tahun selalu
ada suami istri yang ingin menjalani program bayi tabung.

Klinik
Fertilitas Graha Amerta RSUD dr Soetomo saat ini sudah membuka lagi pelayanan
program bayi tabung. Sebelumnya, fasilitas tersebut sempat di-lockdown selama
lebih dari lima bulan sejak pandemi Covid-19 masuk Indonesia pada Maret lalu.

Prof
dr Budi Santoso SpOG (K) menjelaskan, pada awal pandemi, pelayanan dihentikan.
Sebab, ada kekhawatiran kondisi pasangan suami istri yang berisiko. Begitu juga
risiko penularan yang dikhawatirkan bisa memengaruhi proses bayi tabung. ”Saat
itu dikhawatirkan suami terinfeksi Covid-19, lalu spermanya ikut terinfeksi
virus. Ternyata tidak seperti itu,” kata salah seorang ahli fertilitas di Graha
Amerta itu.

Pria
yang akrab disapa Prof Bus itu menuturkan, dalam proses kehamilan dengan
Covid-19, ternyata penularan secara vertikal tidak terbukti terjadi. Misalnya,
infeksi dari suami ke istri melalui sperma. Namun, penularan murni terjadi
melalui droplet. ”Karena itulah, salah satu pencegahan yang dianjurkan World
Health Organization (WHO) maupun pemerintah adalah wajib memakai masker,”
tuturnya.

Baca Juga :  Kenali Gejalanya, Waspada 6 Jenis Gangguan Jiwa Termasuk Depresi

Melihat
kondisi tersebut, Klinik Fertilitas Graha Amerta RSUD dr Soetomo mulai membuka
pelayanan program bayi tabung pada akhir Juli lalu. Tentu peraturan protokol
kesehatan dipenuhi. ”Ada sedikit perbedaan dalam pelayanan program bayi tabung
di tengah pandemi Covid-19,” ujar dokter obgyn yang juga bertugas di Rumah
Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Kendangsari tersebut.

Budi
menyatakan, pelaksanaan program bayi tabung mewajibkan pasangan suami dan istri
menjalani tes PCR (polymerase chain reaction). Jadi, mereka yang ingin
mengikuti program bayi tabung tidak sedang terinfeksi Covid-19. Sebab, kalau
mereka terinfeksi, tim yang menangani serta proses kehamilannya ikut berisiko.

Dia
mengungkapkan, saat ini sudah ada pasangan suami istri yang mengikuti program
tersebut di tengah pandemi. Bahkan sudah tahap pengambilan sel telur dan
penanaman embrio. ”Kita juga tidak tahu kapan pandemi ini berakhir. Padahal,
pelaksanaan bayi tabung rata-rata bersifat urgen,” jelasnya.

Baca Juga :  Mencegah Diabetes Haruskah Menghindari Konsumsi Gula?

Pada
usia di atas 35 tahun, lanjut Budi, cadangan sel telur perempuan sudah menipis.
Jadi, jika menunggu masa pandemi berhenti, tidak tahu kondisi pasangan yang
ingin memiliki momongan. ”Untuk usia di atas 35 tahun, banyak risiko yang
terjadi. Keguguran pun meningkat,” ungkapnya.

Budi
menyebutkan, angka infertilitas di masyarakat sekitar 10 persen. Mereka yang
bermasalah dalam kehamilan memerlukan bayi tabung. Bahkan, setiap tahun selalu
ada suami istri yang ingin menjalani program bayi tabung.

Terpopuler

Artikel Terbaru