28 C
Jakarta
Tuesday, September 10, 2024

Lindungi Anak dari Stunting , Kunci Bangsa Berdaya Saing

Anak-anak
merupakan modal bagi sebuah bangsa untuk bersaing di kancah global pada masa
mendatang. Namun, stunting masih menjadi tantangan berat yang dihadapi Indonesia,
terlebih di masa pandemi.

Indonesia
memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi negara yang berdaya saing,
mengingat saat ini kita memiliki sekitar 80 juta anak Indonesia. Dalam momentum
Hari Kemerdekaan dan Hari Anak Nasional, HIPPG Universitas Indonesia
menyelenggarakan seminar online bertajuk ‘Lindungi Anak Stunting agar Terwujud
Generasi Emas dan Indonesia Maju’ pada Rabu (12/8).

Dra.
Lenny Nurhayanti Rosalin, M.Sc., Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak KMPPA,
memaparkan, “Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dan hal tersebut diatur
pada peraturan tingkat global hingga negara. Intervensi berupa pengasuhan
adalah kewajiban dan tanggung jawab seluruh pihak terutama keluarga. Hal ini
termasuk merubah konsumsi rumah tangga yang kurang sehat seperti rokok menjadi
makanan bergizi untuk anak, hingga memperbaiki sanitasi di lingkungan tempat
tinggal.”

Pemenuhan
nutrisi menjadi komponen yang penting, karena nutrisi sangat berperan dalam
mempersiapkan kesehatan generasi unggul Indonesia. Maka dari itu, selain
melakukan pencegahan stunting terhadap baduta yang sehat, intervensi gizi
spesifik juga harus dilakukan kepada baduta yang terindikasi malnutrisi.

Baca Juga :  AstraZeneca: Dari 17 Juta Orang, Hanya 15 yang Alami Pembekuan Darah

Prof.
Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K). Guru Besar FKUI-RSCM, menerangkan bahwa
apabila, ibarat prosesor komputer, otak manusia adalah hardware, maka stimulasi
adalah software-nya. Keduanya sama-sama dibutuhkan untuk mencapai pembelajaran
yang maksimal, dan sama-sama membutuhkan asupan nutrisi yang baik.

“Intervensi
nutrisi yang paling dibutuhkan oleh anak berusia di bawah 2 tahun adalah
protein hewani, bukan tumbuh-tumbuhan seperti daun kelor ataupun zat gizi mikro
seperti vitamin dan mineral.”

Pada
anak, kondisi stunting akan menyebabkan perkembangan yang terlambat, fungsi
kognitif yang menurun, serta kegagalan sistem imun. Sedangkan pada saat anak
sudah dewasa, anak rentan mengalami obesitas, penyakit jantung, hipertensi,
osteoporosis, dan penyakit degeneratif lainnya.

“Orangtua
harus memantau tumbuh kembang anak, mencari petugas kesehatan, dan mematuhi
semua tata laksana kesehatan yang berlaku. Apabila tidak sesuai dengan kurva
pertumbuhan, segera ditangani dengan intervensi gizi, salah satunya seperti
PKMK sesuai dengan rekomendasi dokter, dan jangan menunggu sampai stunting,”
lanjut Prof. Damayanti.

Pencegahan
stunting membutuhkan komitmen masyarakat hingga tingkat desa. Dalam hal ini,
Dinas Kesehatan di kabupaten/ kota yang menaungi Puskesmas berperan besar dalam
melakukan pencegahan maupun intervensi gizi spesifik agar pencegahan stunting
pada baduta tidak terlambat.

Baca Juga :  Minum Jus Tomat Bisa Turunkan Tekanan Darah?

“Stunting
membutuhkan pendekatan multisektor pada masyarakat. Peran Dinas Kesehatan
sendiri dimulai dari pencegahan di tingkat Keluarga, Posyandu, Puskesmas,
hingga jika diperlukan Rumah Sakit,” ujar dr. Mohamad Subuh MPPM, Ketua Asosiasi
Dinas Kesehatan Indonesia.

Kerjasama
antara pemerintah pusat hingga daerah, bahkan dengan sektor lain seperti
lembaga kemasyarakatan maupun swasta, akan menjadi kunci penurunan prevalensi
stunting yang ditargetkan menjadi 14% pada 2024. Hal ini dapat terwujud apabila
kita mampu memperkuat upaya bersama untuk melindungi anak dari stunting, agar kita
menjadi negara yang berdaya saing kuat di dunia internasional.

“Setiap
anak memiliki hak untuk mendapatkan pola asuh serta gizi yang benar dan cukup,
agar dapat menjadi anak-anak cerdas dan unggul. Kami menginisiasi diskusi ini
untuk bersatu bersama dalam upaya penurunan angka stunting dan mewujudkan
Indonesia Emas 2045,” tutup Dr. drg. Widya Leksmanawati Habibie, Sp.Ort., MM.,
Direktur Eksekutif Habibie Institute of Public Policy and Governance
Universitas Indonesia.

Anak-anak
merupakan modal bagi sebuah bangsa untuk bersaing di kancah global pada masa
mendatang. Namun, stunting masih menjadi tantangan berat yang dihadapi Indonesia,
terlebih di masa pandemi.

Indonesia
memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi negara yang berdaya saing,
mengingat saat ini kita memiliki sekitar 80 juta anak Indonesia. Dalam momentum
Hari Kemerdekaan dan Hari Anak Nasional, HIPPG Universitas Indonesia
menyelenggarakan seminar online bertajuk ‘Lindungi Anak Stunting agar Terwujud
Generasi Emas dan Indonesia Maju’ pada Rabu (12/8).

Dra.
Lenny Nurhayanti Rosalin, M.Sc., Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak KMPPA,
memaparkan, “Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dan hal tersebut diatur
pada peraturan tingkat global hingga negara. Intervensi berupa pengasuhan
adalah kewajiban dan tanggung jawab seluruh pihak terutama keluarga. Hal ini
termasuk merubah konsumsi rumah tangga yang kurang sehat seperti rokok menjadi
makanan bergizi untuk anak, hingga memperbaiki sanitasi di lingkungan tempat
tinggal.”

Pemenuhan
nutrisi menjadi komponen yang penting, karena nutrisi sangat berperan dalam
mempersiapkan kesehatan generasi unggul Indonesia. Maka dari itu, selain
melakukan pencegahan stunting terhadap baduta yang sehat, intervensi gizi
spesifik juga harus dilakukan kepada baduta yang terindikasi malnutrisi.

Baca Juga :  AstraZeneca: Dari 17 Juta Orang, Hanya 15 yang Alami Pembekuan Darah

Prof.
Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K). Guru Besar FKUI-RSCM, menerangkan bahwa
apabila, ibarat prosesor komputer, otak manusia adalah hardware, maka stimulasi
adalah software-nya. Keduanya sama-sama dibutuhkan untuk mencapai pembelajaran
yang maksimal, dan sama-sama membutuhkan asupan nutrisi yang baik.

“Intervensi
nutrisi yang paling dibutuhkan oleh anak berusia di bawah 2 tahun adalah
protein hewani, bukan tumbuh-tumbuhan seperti daun kelor ataupun zat gizi mikro
seperti vitamin dan mineral.”

Pada
anak, kondisi stunting akan menyebabkan perkembangan yang terlambat, fungsi
kognitif yang menurun, serta kegagalan sistem imun. Sedangkan pada saat anak
sudah dewasa, anak rentan mengalami obesitas, penyakit jantung, hipertensi,
osteoporosis, dan penyakit degeneratif lainnya.

“Orangtua
harus memantau tumbuh kembang anak, mencari petugas kesehatan, dan mematuhi
semua tata laksana kesehatan yang berlaku. Apabila tidak sesuai dengan kurva
pertumbuhan, segera ditangani dengan intervensi gizi, salah satunya seperti
PKMK sesuai dengan rekomendasi dokter, dan jangan menunggu sampai stunting,”
lanjut Prof. Damayanti.

Pencegahan
stunting membutuhkan komitmen masyarakat hingga tingkat desa. Dalam hal ini,
Dinas Kesehatan di kabupaten/ kota yang menaungi Puskesmas berperan besar dalam
melakukan pencegahan maupun intervensi gizi spesifik agar pencegahan stunting
pada baduta tidak terlambat.

Baca Juga :  Minum Jus Tomat Bisa Turunkan Tekanan Darah?

“Stunting
membutuhkan pendekatan multisektor pada masyarakat. Peran Dinas Kesehatan
sendiri dimulai dari pencegahan di tingkat Keluarga, Posyandu, Puskesmas,
hingga jika diperlukan Rumah Sakit,” ujar dr. Mohamad Subuh MPPM, Ketua Asosiasi
Dinas Kesehatan Indonesia.

Kerjasama
antara pemerintah pusat hingga daerah, bahkan dengan sektor lain seperti
lembaga kemasyarakatan maupun swasta, akan menjadi kunci penurunan prevalensi
stunting yang ditargetkan menjadi 14% pada 2024. Hal ini dapat terwujud apabila
kita mampu memperkuat upaya bersama untuk melindungi anak dari stunting, agar kita
menjadi negara yang berdaya saing kuat di dunia internasional.

“Setiap
anak memiliki hak untuk mendapatkan pola asuh serta gizi yang benar dan cukup,
agar dapat menjadi anak-anak cerdas dan unggul. Kami menginisiasi diskusi ini
untuk bersatu bersama dalam upaya penurunan angka stunting dan mewujudkan
Indonesia Emas 2045,” tutup Dr. drg. Widya Leksmanawati Habibie, Sp.Ort., MM.,
Direktur Eksekutif Habibie Institute of Public Policy and Governance
Universitas Indonesia.

Terpopuler

Artikel Terbaru