31.1 C
Jakarta
Saturday, April 19, 2025

Dokter RSUI: Tuberkulosis Pada Anak Lebih Sulit Dideteksi

PROKALTENG.CO
– Dokter spesialis anak dari RSUI Cynthia Centauri mengatakan, mendeteksi
tuberkulosis pada anak lebih sulit dari orang dewasa karena kalangan tersebut
jarang menunjukkan gejala TBC. Misalnya batuk, atau masalah lain pada saluran
pernapasan.

“Pada
anak yang menderita TB jarang sekali yang mengalami batuk. Gejala yang sering
terjadi yaitu pada berat badan anak yang tak kunjung naik dan demam terus
menerus,” kata dia, dikutip dari Antara, Jumat.

Lebih
lanjut, saat dokter sudah mendiagnosis anak terkena TB, maka pengobatan yang
akan diberikan setidaknya berpegang pada empat prinsip yakni minum obat TB
secara teratur sampai dengan tuntas atau sembuh serta rutin untuk berobat dan
kontrol ke dokter.

Menurut
Cynthia, penetapan penghentian pengobatan ini harus diputuskan oleh dokter
bukannya perkiraan keluarga pasien. Selanjutnya, mencegah penularan lebih
lanjut, memenuhi gizi yang adekuat sesuai kebutuhan pasien dan menjalani pola
hidup bersih dan sehat; serta mencari dan tatalaksana penyakit penyerta.

Baca Juga :  Mengenal Lebih Jauh Kolagen dan Manfaatnya untuk Tubuh

Dokter
spesialis paru dari RSUI, RR. Diah Handayani menyoroti kenyataan pandemi
Covid-19 yang sedikit menggeser program TB, karena fokus dari tenaga kesehatan
dan masyarakat saat ini lebih kepada Covid-19.

“Upaya
pencegahan TB seharusnya bisa lebih digalakan seperti pada kasus Covid-19.
Upaya ini memerlukan kerjasama dan kolaborasi dari banyak pihak seperti kader,
fasilitas layanan kesehatan, praktik sejawat, pemerintah, serta masyarakat,”
kata dia.

Dia
mengingatkan, beberapa terapi pencegahan TB yang perlu kembali digalakkan
meliputi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), skrining, active case
finding, TPT (Terapi Pencegahan Tuberkulosis), pencegahan serta terapi HIV dan
komorbid lain, akses ke layanan kesehatan dan dukungan sosial serta pengentasan
kemiskinan.

Upaya
eliminasi TB ini dilakukan mulai dari pencegahan TB laten dan infeksi TB
sebelum sakit.

Menurut
Diah, upaya penanganan TB bisa dipelajari dari upaya penanganan Covid-19
seperti pelacakan kontak, identifikasi terapi, serta pencegahan dilakukan dengan
agresif oleh banyak pihak.

Baca Juga :  Ini Durasi Tidur yang Dianjurkan Berdasarkan Usia

“Sehingga,
upaya pencegahan TB juga harus radikal,” kata dia.

Ketua
Perhimpunan Perkumpulan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) cabang Kota Depok, dr.
Rulliana Agustin mengingatkan, para kader TB berperan memberikan pendampingan
dan edukasi terbaik kepada masyarakat terhadap kewaspadaan TB dan
pengobatannya.

Dia
tak menampik, beberapa tantangan yang dihadapi para kader, seperti risiko
tertular, cara memotivasi pasien, dan sebagainya. “Tentunya kerja sama dengan
berbagai pihak perlu terus dijalin karena TB adalah masalah kita bersama yang
cukup besar; salah satu yang diharapkan misalnya penyediaan APD yang terjamin
(minimal masker) bagi para kader,” kata Rilliana.

Dia
berharap, semua pihak dapat bersemangat dan berkolaborasi menemukan dan
mengatasi secara tuntas penyakit tuberkulosis sesuai dengan protokol kesehatan
di era pandemi Covid-19. Selain itu diharapkan pula layanan pengobatan dan
laboratorium TB dapat dipertahankan berdampingan dengan layanan Covid-19.

PROKALTENG.CO
– Dokter spesialis anak dari RSUI Cynthia Centauri mengatakan, mendeteksi
tuberkulosis pada anak lebih sulit dari orang dewasa karena kalangan tersebut
jarang menunjukkan gejala TBC. Misalnya batuk, atau masalah lain pada saluran
pernapasan.

“Pada
anak yang menderita TB jarang sekali yang mengalami batuk. Gejala yang sering
terjadi yaitu pada berat badan anak yang tak kunjung naik dan demam terus
menerus,” kata dia, dikutip dari Antara, Jumat.

Lebih
lanjut, saat dokter sudah mendiagnosis anak terkena TB, maka pengobatan yang
akan diberikan setidaknya berpegang pada empat prinsip yakni minum obat TB
secara teratur sampai dengan tuntas atau sembuh serta rutin untuk berobat dan
kontrol ke dokter.

Menurut
Cynthia, penetapan penghentian pengobatan ini harus diputuskan oleh dokter
bukannya perkiraan keluarga pasien. Selanjutnya, mencegah penularan lebih
lanjut, memenuhi gizi yang adekuat sesuai kebutuhan pasien dan menjalani pola
hidup bersih dan sehat; serta mencari dan tatalaksana penyakit penyerta.

Baca Juga :  Mengenal Lebih Jauh Kolagen dan Manfaatnya untuk Tubuh

Dokter
spesialis paru dari RSUI, RR. Diah Handayani menyoroti kenyataan pandemi
Covid-19 yang sedikit menggeser program TB, karena fokus dari tenaga kesehatan
dan masyarakat saat ini lebih kepada Covid-19.

“Upaya
pencegahan TB seharusnya bisa lebih digalakan seperti pada kasus Covid-19.
Upaya ini memerlukan kerjasama dan kolaborasi dari banyak pihak seperti kader,
fasilitas layanan kesehatan, praktik sejawat, pemerintah, serta masyarakat,”
kata dia.

Dia
mengingatkan, beberapa terapi pencegahan TB yang perlu kembali digalakkan
meliputi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), skrining, active case
finding, TPT (Terapi Pencegahan Tuberkulosis), pencegahan serta terapi HIV dan
komorbid lain, akses ke layanan kesehatan dan dukungan sosial serta pengentasan
kemiskinan.

Upaya
eliminasi TB ini dilakukan mulai dari pencegahan TB laten dan infeksi TB
sebelum sakit.

Menurut
Diah, upaya penanganan TB bisa dipelajari dari upaya penanganan Covid-19
seperti pelacakan kontak, identifikasi terapi, serta pencegahan dilakukan dengan
agresif oleh banyak pihak.

Baca Juga :  Ini Durasi Tidur yang Dianjurkan Berdasarkan Usia

“Sehingga,
upaya pencegahan TB juga harus radikal,” kata dia.

Ketua
Perhimpunan Perkumpulan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) cabang Kota Depok, dr.
Rulliana Agustin mengingatkan, para kader TB berperan memberikan pendampingan
dan edukasi terbaik kepada masyarakat terhadap kewaspadaan TB dan
pengobatannya.

Dia
tak menampik, beberapa tantangan yang dihadapi para kader, seperti risiko
tertular, cara memotivasi pasien, dan sebagainya. “Tentunya kerja sama dengan
berbagai pihak perlu terus dijalin karena TB adalah masalah kita bersama yang
cukup besar; salah satu yang diharapkan misalnya penyediaan APD yang terjamin
(minimal masker) bagi para kader,” kata Rilliana.

Dia
berharap, semua pihak dapat bersemangat dan berkolaborasi menemukan dan
mengatasi secara tuntas penyakit tuberkulosis sesuai dengan protokol kesehatan
di era pandemi Covid-19. Selain itu diharapkan pula layanan pengobatan dan
laboratorium TB dapat dipertahankan berdampingan dengan layanan Covid-19.

Terpopuler

Artikel Terbaru