GAWAI tak hanya bisa merusak mata. Parahnya
lagi, mengganggu kesehatan otak anak. Spesialis Anak, Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo, dr Jusli Aras MKes SpA menuturkan, game berdampak negatif pada
anak.
Dari hasil penelitian disebutkan bahwa kerusakan terjadi di hipocampus yang
merupakan pusat memori dan daya ingat. Pada anak yang bermain game, akan lebih
banyak muncul daerah abu-abu dibanding anak yang tidak bermain game.
Bermain game juga akan memunculkan corpus striatum. Pengambilan alih fungsi
secara otomatis, di mana ketika anak bermain game tanpa sadar akan membuat
tubuhnya bergerak otomatis. Hal ini akan membuat peran hipocampus sebagai pusat
memori berkurang.
Pada kasus bermain game terbanyak anak mengalami gangguan kejiwaan yang
membuatnya mudah merasa gelisah dan sulit tidur. Nantinya akan mengganggu
fungsi penglihatan dan perdengaran. Fungsi otaknya hanya terfokus pada hal
tersebut sehingga ketika tak menyentuh gawai, akan merasakan kemarahan.
Pada kasus perdarahan di otak mungkin saja dapat terjadi. Tetapi secara
tidak langsung dan dalam jangka yang sangat panjang. Selain itu, tak semua
berakibat hingga ke perdarahan.
Perdarahan sendiri ada tiga penyebab. Gangguan pembekuan darah yang salah
satunya disebabkan defisiensi vitamin K, fungsi, dan jumlah trombosit yang
mengalami kelainan yang akhirnya menyebabkan perdarahan. Faktor penyebab bisa
karena tekanan darah tinggi yang dialami anak, serta komplikasi dari penyakit
tertentu. “Bisa juga karena trauma benturan keras di kepala meskipun memang
kalau pada anak-anak jika ada tekanan masih bisa meregang,†ungkapnya.
Sementara itu, Psikolog Anak, Universitas Negeri Makassar, Eva Meizara
Puspita SPsi MSi mengatakan, bermain gawai akan memengaruhi berkembangnya
segala aspek. Mulai dari bahasa hingga aspek interaksi sosial anak. Akan
diperparah jika tak ada pengawasan dari orang tua.
Gawai juga akan memperlambat kemampuan bicara anak karena stimulus dan
interaksi yang kurang. Anak hanya akan terfokus pada gawai sehingga ia akan
lebih agresif dan mudah marah ketika tidak diberikan gawai. Apalagi bila konten
dalam permainannya pun tak sesuai dengan usia anak. Anak memiliki karakter
peniru sehingga akan meniru apa saja yang dilihat melalu gawai. (fin/kpc)