27.1 C
Jakarta
Thursday, April 10, 2025

Menghadapi Lonjakan Kasus Covid-19, Siapkan Skenario RS Lapangan

Ketersediaan
ruang perawatan Covid-19 menipis seiring tren kasus positif yang meninggi.
Tanpa antisipasi, rumah sakit bisa kewalahan. Pasien terancam tidak mendapatkan
perawatan yang optimal.

TIGA
hari lalu (3/12), Indonesia pecah rekor kasus Covid-19. Hari itu terdapat 8.369
kasus positif. Secara kumulatif, hingga kemarin angka terkonfirmasi positif
mencapai lebih dari 560 ribu kasus.

Alih-alih
gelombang kedua (second wave), kasus Covid-19 di Indonesia saat ini ditengarai
belum mencapai puncak. Apalagi, ada catatan bahwa Indonesia masih jauh
undertesting dan banyak dari kasus Covid-19 yang terjadi tak dilaporkan.

Dalam
situasi seperti itu saja, banyak rumah sakit rujukan yang mulai kewalahan,
bahkan telah penuh. Padahal, ruang isolasi dan ICU menjadi hal yang penting
dalam penanganan pandemi Covid-19. Mereka yang terkonfirmasi positif Covid-19
harus ditempatkan dalam ruangan khusus. Tidak bisa dicampur dengan pasien
berpenyakit lain untuk mengurangi risiko penularan.

Ihwal
kekurangan ruangan ini membuat waswas mereka yang terkonfirmasi positif
Covid-19. Penelusuran LaporCovid-19 akhir November lalu, misalnya, banyak kamar
rujukan rumah sakit yang terisi. Pada Jumat (27/11) hingga Minggu (29/11),
rumah sakit penuh. LaporCovid-19 yang membantu beberapa pasien menelepon 69
sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT). Dari jumlah itu, 97 persen
kamar rujukan RS terisi. Sementara 3 persen tidak menjawab telepon.

Senin
(30/11) tim LaporCovid-19 masih mencari satu kamar untuk satu pasien dengan
menghubungi 37 rumah sakit. Hasilnya nihil. Rumah sakit penuh. Pada tanggal
yang sama, delapan pasien dengan gejala ringan atau sedang mendapatkan tempat
di Wisma Atlet Kemayoran. Sehari berselang (1/12), pasien dengan kondisi ringan
dan sedang bisa dirujuk ke Wisma Atlet, tetapi harus antre.

LEKAS
SEMBUH, YA: Warga melambai ke arah Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta (17/9). Di
tempat itu pasien Covid-19 dirawat. (FEDRIK TARIGAN/JAWA POS)

Gambaran
itu menyiratkan bahwa tempat tidur atau ruang perawatan untuk pasien Covid-19
sangat dinamis. ”Data nasional bergerak naik dan turun,” kata Stafsus Kemenkes
Alexander K. Ginting kepada Jawa Pos Kamis lalu (3/12).

Dia
menunjukkan data 2 Desember yang menyatakan bahwa rasio pemanfaatan tempat
tidur isolasi dan ICU secara nasional adalah 58,2 persen. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) mensyaratkan, dalam suatu wilayah, tingkat keterisian tempat tidur untuk
merawat pasien Covid-19 tak boleh lebih dari 60 persen.

Saat
itu ada delapan provinsi yang tingkat keterisian tempat tidur di ruang isolasi
dan ICU lebih dari 60 persen. Paling tinggi Jawa Barat sebesar 76 persen.

Jabar
memiliki 8.537 tempat tidur khusus pasien Covid-19. Pada 2 Desember pukul
13.00, jumlah pasien yang dirawat sebanyak 6.523 orang.

Yang
patut menjadi perhatian adalah daerah-daerah yang hanya memiliki ratusan tempat
tidur. Biasanya berada jauh dari ibu kota. Sebut saja Kalimantan Utara yang
hanya memiliki 244 tempat tidur. Jika daerah-daerah tersebut mengalami lonjakan
kasus, masyarakat dan tenaga kesehatan akan kelimpungan.

Baca Juga :  Yuk Kenali Suplemen Vitamin yang Cocok untuk Tubuh Anda

Lonjakan
kasus Covid-19 yang terjadi tidak lepas dari libur panjang beberapa waktu lalu.
Banyak muncul klaster keluarga dan kantor. ’’Itu akibat interaksi indoor tanpa
protokol kesehatan yang baik,’’ kata Juru Bicara Gugus Tugas Provinsi Jawa
Timur dr Makhyan Jibril.

Aktivitas
di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Jakarta(1/12). Keterisian RS meingkat
seiring melonjaknya kasus Covid-19. (HANUNG HAMBARA/JAWA POS)

Dia
mengungkapkan, pada September hingga Oktober, secara keseluruhan tingkat hunian
RS rujukan Covid-19 di Jatim kurang dari 40 persen. Di waktu bersamaan, angka
kasus positif aktif atau pasien yang dirawat terus turun. Pada awal November,
pasien positif aktif tinggal 4,3 persen atau sekitar 2.300 pasien. Namun, dua
pekan terakhir, jumlah tersebut meningkat. Hingga Kamis (3/12), pasien positif
aktif mencapai 3.240 pasien atau setara dengan 5,12 persen.

Peta
zona risiko juga berubah. Sebelumnya, Jatim sempat bebas dari zona merah. Kini
ada empat zona merah. Yakni, Jombang, Kota Batu, Jember, dan Situbondo. Banyak
juga daerah yang sebelumnya zona kuning berubah menjadi oranye.

Fenomena
tersebut berdampak terhadap tingkat hunian rumah sakit rujukan di Jatim. Data
awal pada pekan pertama November, tingkat hunian ruang ICU di Jatim hanya 41
persen. Sementara itu, ruang isolasi mencapai 38 persen. Nah, pada pekan
terakhir November, tingkat hunian naik drastis. Ruang isolasi mencapai 65
persen dan ruang ICU 59 persen.

Tidak
Terima Pasien

Radar
Malang melaporkan, meski berstatus zona oranye, pertambahan angka kasus positif
Covid-19 di Kabupaten Malang yang tinggi membuat RS rujukan kewalahan. Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang drg Arbani Mukti Wibowo mengatakan, dalam
seminggu terakhir, ruang isolasi di empat rumah sakit rujukan, yakni RSUD
Kanjuruhan, RSI Gondanglegi, Wava Husada, dan RSU Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM), selalu penuh. ’’Sejak seminggu terakhir tidak menerima pasien
lagi,’’ tuturnya.

Berdasar
data yang dihimpun, jumlah pasien terkonfirmasi Covid-19 di Kabupaten Malang
per Minggu (29/11) mencapai 1.183 orang. Sebanyak 1.045 orang dinyatakan sembuh
dan 73 orang meninggal.

Kapasitas
empat RS rujukan bisa menampung 126 pasien. Ruang isolasi tersebut
diprioritaskan untuk pasien Covid-19 dengan komorbid atau penyakit bawaan
seperti penyakit jantung dan stroke. ’’Kalau memang masih ada yang dirawat,
terpaksa kami arahkan ke RS lain yang bukan rujukan. Sudah penuh juga RS
lainnya itu,’’ kata Arbani.

 

Baca
juga: Rumah Sakit Rujukan di Surabaya Penuh, Jumlah Pasien Terus Bertambah

Baca Juga :  Jangan Sepelekan Bronkitis, Ini Bahayanya

Pelaksana
Tugas (Plt) Direktur RSUD Kanjuruhan dr Dian Suprodjo SpTHT menyebutkan, per
Senin (30/11) ruang isolasi hanya tersisa untuk satu orang. ’’Saat ini jumlah
pasien yang dirawat 17 dan hanya bisa nambah 1 pasien,’’ ucapnya.

Situasi
yang tidak jauh berbeda terjadi di Situbondo. Berdasar data satgas, lonjakan
dalam tiga pekan terakhir meningkat tiga kali lipat dari sebelumnya. Hingga 3
Desember, tercatat 1.115 kasus positif di Situbondo. Dari jumlah itu, pasien
yang dirawat 117 orang.

Plt
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Situbondo Ahmad Yulianto mengatakan, RSUD dr
Abdoer Rahem menyediakan tiga ruang, yaitu Asoka, Wijaya Kusuma, dan Dahlia.
Sebelumnya, hanya ruang Asoka dan Wijaya kusuma yang disiapkan. Dengan
penambahan itu, saat ini lebih dari 20 kamar yang dijadikan tempat perawatan
pasien Covid-19 di rumah sakit milik Pemkab Situbondo tersebut. ’’Itu sebagai
langkah antisipasi,” kata Yulianto dilansir dari Radar Banyuwangi.

Penambahan
ruang khusus juga disiapkan di RS Elizabeth. Bahkan, di RS itu seluruh kamar
sudah dijadikan tempat perawatan pasien terjangkit virus SARS-CoV-2. ’’Tidak
ada lagi yang non-Covid-19,” jelasnya.

Dua
rumah sakit rujukan Covid-19 itu akan menjadi tempat perawatan pasien dengan
gejala berat. Sedangkan pasien gejala ringan disarankan isolasi di tiga
puskesmas yang sudah disiapkan pemerintah daerah.

Mengacu
pada data rumah sakit online di Kementerian Kesehatan, secara nasional, rasio
pemanfaatan tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR), baik untuk isolasi
maupun ICU Covid-19, per 1 Desember 2020 masih berada di angka 57,97 persen.
”Provinsi dengan angka keterisian bed tertinggi adalah Jawa Barat, yakni 77
persen. Kemudian terendah Provinsi Maluku Utara 10 persen,” kata Jubir
Pemerintah untuk Covid-19 Wiku Adisasmito.

Kemenkes,
kata dia, telah merancang skenario jika terjadi lonjakan kasus. Tujuannya
menjamin setiap pasien Covid-19 mendapatkan pelayanan yang optimal. Skenario
rekayasa pelayanan kesehatan dibagi menjadi tiga. Disesuaikan dengan tingkat
kenaikan kasus yang terjadi di daerah/wilayah tersebut.

Wiku
menjelaskan, jika terjadi kenaikan kasus sebesar 20 hingga 50 persen, pelayanan
masih beroperasi tanpa perubahan apa pun. RS masih dapat menampung. Namun, jika
terjadi kenaikan kasus 50−100 persen, fasilitas kesehatan diharuskan menambah
kapasitas ruang. Termasuk mengonversi ruang perawatan umum menjadi ruang
perawatan Covid-19. ”Bisa di dalam gedung atau lantai atau blok yang ada
sehingga bisa menambah ruang rawat inap untuk Covid-19,” jelas Wiku.

Jika
terjadi kenaikan kasus lebih dari 100 persen, faskes diminta mendirikan
pelayanan tenda darurat di area perawatan pasien Covid-19. Atau, mendirikan RS
lapangan/darurat untuk perawatan pasien Covid-19. Pembukaan RS lapangan/darurat
bekerja sama dengan BNPB dan TNI.

Ketersediaan
ruang perawatan Covid-19 menipis seiring tren kasus positif yang meninggi.
Tanpa antisipasi, rumah sakit bisa kewalahan. Pasien terancam tidak mendapatkan
perawatan yang optimal.

TIGA
hari lalu (3/12), Indonesia pecah rekor kasus Covid-19. Hari itu terdapat 8.369
kasus positif. Secara kumulatif, hingga kemarin angka terkonfirmasi positif
mencapai lebih dari 560 ribu kasus.

Alih-alih
gelombang kedua (second wave), kasus Covid-19 di Indonesia saat ini ditengarai
belum mencapai puncak. Apalagi, ada catatan bahwa Indonesia masih jauh
undertesting dan banyak dari kasus Covid-19 yang terjadi tak dilaporkan.

Dalam
situasi seperti itu saja, banyak rumah sakit rujukan yang mulai kewalahan,
bahkan telah penuh. Padahal, ruang isolasi dan ICU menjadi hal yang penting
dalam penanganan pandemi Covid-19. Mereka yang terkonfirmasi positif Covid-19
harus ditempatkan dalam ruangan khusus. Tidak bisa dicampur dengan pasien
berpenyakit lain untuk mengurangi risiko penularan.

Ihwal
kekurangan ruangan ini membuat waswas mereka yang terkonfirmasi positif
Covid-19. Penelusuran LaporCovid-19 akhir November lalu, misalnya, banyak kamar
rujukan rumah sakit yang terisi. Pada Jumat (27/11) hingga Minggu (29/11),
rumah sakit penuh. LaporCovid-19 yang membantu beberapa pasien menelepon 69
sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT). Dari jumlah itu, 97 persen
kamar rujukan RS terisi. Sementara 3 persen tidak menjawab telepon.

Senin
(30/11) tim LaporCovid-19 masih mencari satu kamar untuk satu pasien dengan
menghubungi 37 rumah sakit. Hasilnya nihil. Rumah sakit penuh. Pada tanggal
yang sama, delapan pasien dengan gejala ringan atau sedang mendapatkan tempat
di Wisma Atlet Kemayoran. Sehari berselang (1/12), pasien dengan kondisi ringan
dan sedang bisa dirujuk ke Wisma Atlet, tetapi harus antre.

LEKAS
SEMBUH, YA: Warga melambai ke arah Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta (17/9). Di
tempat itu pasien Covid-19 dirawat. (FEDRIK TARIGAN/JAWA POS)

Gambaran
itu menyiratkan bahwa tempat tidur atau ruang perawatan untuk pasien Covid-19
sangat dinamis. ”Data nasional bergerak naik dan turun,” kata Stafsus Kemenkes
Alexander K. Ginting kepada Jawa Pos Kamis lalu (3/12).

Dia
menunjukkan data 2 Desember yang menyatakan bahwa rasio pemanfaatan tempat
tidur isolasi dan ICU secara nasional adalah 58,2 persen. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) mensyaratkan, dalam suatu wilayah, tingkat keterisian tempat tidur untuk
merawat pasien Covid-19 tak boleh lebih dari 60 persen.

Saat
itu ada delapan provinsi yang tingkat keterisian tempat tidur di ruang isolasi
dan ICU lebih dari 60 persen. Paling tinggi Jawa Barat sebesar 76 persen.

Jabar
memiliki 8.537 tempat tidur khusus pasien Covid-19. Pada 2 Desember pukul
13.00, jumlah pasien yang dirawat sebanyak 6.523 orang.

Yang
patut menjadi perhatian adalah daerah-daerah yang hanya memiliki ratusan tempat
tidur. Biasanya berada jauh dari ibu kota. Sebut saja Kalimantan Utara yang
hanya memiliki 244 tempat tidur. Jika daerah-daerah tersebut mengalami lonjakan
kasus, masyarakat dan tenaga kesehatan akan kelimpungan.

Baca Juga :  Yuk Kenali Suplemen Vitamin yang Cocok untuk Tubuh Anda

Lonjakan
kasus Covid-19 yang terjadi tidak lepas dari libur panjang beberapa waktu lalu.
Banyak muncul klaster keluarga dan kantor. ’’Itu akibat interaksi indoor tanpa
protokol kesehatan yang baik,’’ kata Juru Bicara Gugus Tugas Provinsi Jawa
Timur dr Makhyan Jibril.

Aktivitas
di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Jakarta(1/12). Keterisian RS meingkat
seiring melonjaknya kasus Covid-19. (HANUNG HAMBARA/JAWA POS)

Dia
mengungkapkan, pada September hingga Oktober, secara keseluruhan tingkat hunian
RS rujukan Covid-19 di Jatim kurang dari 40 persen. Di waktu bersamaan, angka
kasus positif aktif atau pasien yang dirawat terus turun. Pada awal November,
pasien positif aktif tinggal 4,3 persen atau sekitar 2.300 pasien. Namun, dua
pekan terakhir, jumlah tersebut meningkat. Hingga Kamis (3/12), pasien positif
aktif mencapai 3.240 pasien atau setara dengan 5,12 persen.

Peta
zona risiko juga berubah. Sebelumnya, Jatim sempat bebas dari zona merah. Kini
ada empat zona merah. Yakni, Jombang, Kota Batu, Jember, dan Situbondo. Banyak
juga daerah yang sebelumnya zona kuning berubah menjadi oranye.

Fenomena
tersebut berdampak terhadap tingkat hunian rumah sakit rujukan di Jatim. Data
awal pada pekan pertama November, tingkat hunian ruang ICU di Jatim hanya 41
persen. Sementara itu, ruang isolasi mencapai 38 persen. Nah, pada pekan
terakhir November, tingkat hunian naik drastis. Ruang isolasi mencapai 65
persen dan ruang ICU 59 persen.

Tidak
Terima Pasien

Radar
Malang melaporkan, meski berstatus zona oranye, pertambahan angka kasus positif
Covid-19 di Kabupaten Malang yang tinggi membuat RS rujukan kewalahan. Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang drg Arbani Mukti Wibowo mengatakan, dalam
seminggu terakhir, ruang isolasi di empat rumah sakit rujukan, yakni RSUD
Kanjuruhan, RSI Gondanglegi, Wava Husada, dan RSU Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM), selalu penuh. ’’Sejak seminggu terakhir tidak menerima pasien
lagi,’’ tuturnya.

Berdasar
data yang dihimpun, jumlah pasien terkonfirmasi Covid-19 di Kabupaten Malang
per Minggu (29/11) mencapai 1.183 orang. Sebanyak 1.045 orang dinyatakan sembuh
dan 73 orang meninggal.

Kapasitas
empat RS rujukan bisa menampung 126 pasien. Ruang isolasi tersebut
diprioritaskan untuk pasien Covid-19 dengan komorbid atau penyakit bawaan
seperti penyakit jantung dan stroke. ’’Kalau memang masih ada yang dirawat,
terpaksa kami arahkan ke RS lain yang bukan rujukan. Sudah penuh juga RS
lainnya itu,’’ kata Arbani.

 

Baca
juga: Rumah Sakit Rujukan di Surabaya Penuh, Jumlah Pasien Terus Bertambah

Baca Juga :  Jangan Sepelekan Bronkitis, Ini Bahayanya

Pelaksana
Tugas (Plt) Direktur RSUD Kanjuruhan dr Dian Suprodjo SpTHT menyebutkan, per
Senin (30/11) ruang isolasi hanya tersisa untuk satu orang. ’’Saat ini jumlah
pasien yang dirawat 17 dan hanya bisa nambah 1 pasien,’’ ucapnya.

Situasi
yang tidak jauh berbeda terjadi di Situbondo. Berdasar data satgas, lonjakan
dalam tiga pekan terakhir meningkat tiga kali lipat dari sebelumnya. Hingga 3
Desember, tercatat 1.115 kasus positif di Situbondo. Dari jumlah itu, pasien
yang dirawat 117 orang.

Plt
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Situbondo Ahmad Yulianto mengatakan, RSUD dr
Abdoer Rahem menyediakan tiga ruang, yaitu Asoka, Wijaya Kusuma, dan Dahlia.
Sebelumnya, hanya ruang Asoka dan Wijaya kusuma yang disiapkan. Dengan
penambahan itu, saat ini lebih dari 20 kamar yang dijadikan tempat perawatan
pasien Covid-19 di rumah sakit milik Pemkab Situbondo tersebut. ’’Itu sebagai
langkah antisipasi,” kata Yulianto dilansir dari Radar Banyuwangi.

Penambahan
ruang khusus juga disiapkan di RS Elizabeth. Bahkan, di RS itu seluruh kamar
sudah dijadikan tempat perawatan pasien terjangkit virus SARS-CoV-2. ’’Tidak
ada lagi yang non-Covid-19,” jelasnya.

Dua
rumah sakit rujukan Covid-19 itu akan menjadi tempat perawatan pasien dengan
gejala berat. Sedangkan pasien gejala ringan disarankan isolasi di tiga
puskesmas yang sudah disiapkan pemerintah daerah.

Mengacu
pada data rumah sakit online di Kementerian Kesehatan, secara nasional, rasio
pemanfaatan tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR), baik untuk isolasi
maupun ICU Covid-19, per 1 Desember 2020 masih berada di angka 57,97 persen.
”Provinsi dengan angka keterisian bed tertinggi adalah Jawa Barat, yakni 77
persen. Kemudian terendah Provinsi Maluku Utara 10 persen,” kata Jubir
Pemerintah untuk Covid-19 Wiku Adisasmito.

Kemenkes,
kata dia, telah merancang skenario jika terjadi lonjakan kasus. Tujuannya
menjamin setiap pasien Covid-19 mendapatkan pelayanan yang optimal. Skenario
rekayasa pelayanan kesehatan dibagi menjadi tiga. Disesuaikan dengan tingkat
kenaikan kasus yang terjadi di daerah/wilayah tersebut.

Wiku
menjelaskan, jika terjadi kenaikan kasus sebesar 20 hingga 50 persen, pelayanan
masih beroperasi tanpa perubahan apa pun. RS masih dapat menampung. Namun, jika
terjadi kenaikan kasus 50−100 persen, fasilitas kesehatan diharuskan menambah
kapasitas ruang. Termasuk mengonversi ruang perawatan umum menjadi ruang
perawatan Covid-19. ”Bisa di dalam gedung atau lantai atau blok yang ada
sehingga bisa menambah ruang rawat inap untuk Covid-19,” jelas Wiku.

Jika
terjadi kenaikan kasus lebih dari 100 persen, faskes diminta mendirikan
pelayanan tenda darurat di area perawatan pasien Covid-19. Atau, mendirikan RS
lapangan/darurat untuk perawatan pasien Covid-19. Pembukaan RS lapangan/darurat
bekerja sama dengan BNPB dan TNI.

Terpopuler

Artikel Terbaru