Site icon Prokalteng

Empat Alasan Utama Mengapa Mungkin Merasa Takut Memulai Hubungan Baru

Ilustrasi patah hati membuat tak ingin kembali berhubungan. (Pexels)

Dalam memulai sebuah hubungan, wajar jika kita merasa cemas dan gugup. Ketakutan akan terluka, baik itu menyakiti atau disakiti, sering kali menjadi penghalang yang besar bagi kita untuk membuka hati.

Hubungan baru penuh dengan ketidakpastian, yang bisa membuat kita ragu dan cemas. Meskipun banyak orang ingin berkencan, terkadang rasa takut yang tak terjelaskan menghentikan langkah mereka.Dilansir dari kanal YouTube Psych2Go, berikut adalah empat alasan utama mengapa kita mungkin merasa takut untuk memulai hubungan baru.

  1. Terbayang Masa Lalu dan Takut Mengulang Kesalahan yang Sama

Salah satu hambatan terbesar dalam memulai hubungan baru adalah bayangan dari pengalaman masa lalu yang mungkin menyakitkan. Ketika pernah disakiti, kita sering kali berpikir bahwa kejadian serupa akan terulang.

Ini disebut hindsight bias atau efek “tahu dari awal”, yang membuat kita melihat peristiwa masa lalu sebagai hal yang lebih dapat diprediksi daripada kenyataannya. Misalnya, kita merasa semuanya berjalan baik saat dalam hubungan, tetapi setelah berakhir, kita merasa seolah tanda-tanda buruk sudah terlihat sejak awal.

Bias ini membuat kita cenderung mengingat hubungan sebelumnya dengan cara yang terdistorsi, baik lebih buruk atau lebih baik dari kenyataannya. Jika hanya ingatan buruk yang kita ingat, wajar jika kita enggan memulai hubungan baru.

  1. Tidak Nyaman dengan Kelemahan Sehingga Takut Terbuka dan Lemah di Depan Orang Lain

Cinta dan hubungan menuntut kita untuk terbuka dan rentan, yang seringkali menimbulkan rasa takut akan penolakan. Banyak orang merasa cemas jika harus menunjukkan sisi paling rentan mereka di depan orang lain.

Menurut beberapa penelitian yang dilakukan oleh para psikolog seperti DeVincentis, Kotov, dan Wang antara 2007 hingga 2014, mereka yang menghindari kerentanan biasanya memiliki kecenderungan cemas atau masalah dengan kecemasan. Jika kita merasa tidak nyaman menjadi rentan, berbicara dengan terapis profesional bisa menjadi solusi untuk menghadapi ketakutan ini dan membangun kepercayaan diri dalam hubungan.

  1. Pengaruh Role Model yang Negatif Akibat Trauma dari Konflik Hubungan di Masa Kecil

Hubungan yang kita saksikan saat tumbuh besar, terutama hubungan orang tua, mempengaruhi cara kita memandang hubungan. Jika masa kecil kita penuh dengan konflik antara orang tua, itu bisa meninggalkan luka yang memengaruhi pandangan kita tentang hubungan.

Dalam bukunya “Marital Conflict and Children: An Emotional Security Perspective,” psikolog E. Mark Cummings dan koleganya menyebutkan bahwa perseteruan antara orang tua bisa membuat anak merasa tidak aman.

Selain itu, sebuah studi pada tahun 1999 oleh Mark Flynn dan Barry England menunjukkan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang penuh konflik mengalami peningkatan kadar kortisol, yang bisa memengaruhi kesehatan mental mereka di masa dewasa. Jika kita pernah menyaksikan konflik seperti itu, penting untuk belajar mengelola konflik secara sehat bersama pasangan, agar tidak mengulangi pola yang sama.

  1. Ekspektasi yang Terlalu Tinggi Sehingga Terjebak dalam Harapan yang Tidak Realistis

Masuk ke dalam hubungan seringkali diiringi ekspektasi tertentu tentang seperti apa hubungan itu seharusnya. Meskipun memiliki ekspektasi dalam hubungan adalah hal yang positif, namun jika ekspektasi itu terlalu tinggi atau tidak realistis, ini bisa merusak hubungan.

Penelitian dari tahun 1994 dan 2012 menunjukkan bahwa harapan optimis dalam hubungan dapat meningkatkan koneksi antara pasangan. Namun, studi oleh psikolog James K. McNulty dan Benjamin R. Karney menemukan bahwa ekspektasi yang tidak terpenuhi menyebabkan penurunan kepuasan dalam hubungan.

Ekspektasi yang realistis, seperti cinta, perhatian, dan penghormatan, adalah hal yang wajar. Namun, berharap pasangan berubah drastis menjadi sosok idola tertentu adalah harapan yang bisa membawa kekecewaan.

Memulai hubungan adalah seperti melompat dari ketinggian—membutuhkan keyakinan dan keberanian. Kepercayaan pada diri sendiri dan pasangan adalah kunci untuk mengatasi rasa takut dan menjalin hubungan yang sehat.(jpc)

Exit mobile version