25.1 C
Jakarta
Thursday, October 30, 2025

Persebaya Surabaya Didenda Rp25 Juta, Keputusan Sanksi Picu Reaksi Keras dari Kalangan Bonek

Persebaya Surabaya kembali jadi sorotan usai menerima sanksi denda sebesar Rp 25 juta dari operator Super League 2025/2026. Denda ini dijatuhkan karena panitia pelaksana pertandingan dinilai gagal mengantisipasi kehadiran suporter tamu saat laga kontra Persija Jakarta di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) pada 18 Oktober 2025.

Pertandingan yang sejatinya berlangsung aman dan tertib itu justru berujung sanksi administratif bagi kubu Green Force.

Dalam keputusan resmi, panpel Persebaya Surabaya dianggap melanggar regulasi kompetisi lantaran tidak mampu mencegah datangnya pendukung Persija Jakarta yang sebenarnya dilarang hadir.

Regulasi Super League Tahun 2025/2026 memang mengatur secara tegas soal larangan kehadiran suporter tim tamu demi menjaga kondusivitas laga berisiko tinggi.

Komite Disiplin menilai ada kelalaian dari pihak penyelenggara karena beberapa suporter tamu tetap bisa masuk ke area stadion.

Sanksi tersebut dijatuhkan dengan merujuk pada Pasal 5 ayat 7, 8, 9, dan 11 Regulasi Super League. Hukuman berupa denda Rp 25 juta ini bersifat final dan tidak dapat diajukan banding sesuai dengan Pasal 117 Kode Disiplin PSSI.

Keputusan itu otomatis memicu reaksi keras dari kalangan Bonek. Mereka menilai denda tersebut tidak masuk akal karena sepanjang pertandingan kondisi stadion tetap kondusif tanpa insiden berarti.

Melalui berbagai unggahan di media sosial, Bonek mempertanyakan dasar pemberian sanksi tersebut.

Mereka menilai PSSI dan operator liga terlalu berfokus pada sisi administratif tanpa melihat fakta di lapangan yang menunjukkan situasi aman dan damai.

Baca Juga :  FIFA Beri Bantuan ke PSSI, Wasit Minta Nasibnya Diperhatikan

“Cair cair cairr,” tulis salah satu akun Bonek di kolom komentar.

Ada pula yang menyindir, “@pssi kenapa? pdhl laga berjalan dengan aman dan nyaman, duit aja pikirannya, jgn nyari untung lewat sepak bola, pada punya akal kan? malu woi maluuu.”

Komentar senada juga muncul dari pendukung lain yang menilai keputusan ini berlebihan. “@pssi apakah ada kerusuhan? semuanya berjalan dengan lancar, aman dan damai,” tulis seorang Bonek di media sosial.

Banyak di antara mereka yang menilai denda semacam ini justru merugikan klub tanpa memberikan solusi konkret untuk pembenahan sistem pengawasan. “Dendaa terossssss,” ujar akun lainnya dengan nada sindiran.

Unggahan-unggahan bernada protes itu dengan cepat menyebar di berbagai platform digital. Sebagian Bonek bahkan menyebut PSSI terlalu reaktif dalam menjatuhkan sanksi tanpa melihat konteks di lapangan.

Padahal, selama pertandingan melawan Persija, suasana di Stadion GBT disebut berlangsung damai. Tidak ada laporan bentrokan antara Bonek dan Jakmania, dan seluruh proses pertandingan berjalan sesuai prosedur keamanan yang berlaku.

Kondisi itu membuat banyak pihak heran mengapa panpel Persebaya Surabaya tetap dianggap bersalah. Bagi suporter, keputusan denda ini terasa tidak adil dan mencoreng semangat sportivitas yang selama ini dijaga di Surabaya.

Namun, bagi pihak penyelenggara liga, penerapan sanksi tetap dianggap langkah penting untuk menegakkan aturan.

Kehadiran suporter tamu, meski dalam jumlah kecil, tetap dianggap bentuk pelanggaran regulasi yang tidak bisa diabaikan.

Baca Juga :  Ini Gerbong Kepelatihan yang akan Mengawal Persija Jakarta di Liga 1 2025/2026

Denda Rp 25 juta ini juga menjadi pengingat bagi klub-klub lain agar lebih ketat dalam mengontrol akses penonton di pertandingan berisiko tinggi.

Pengulangan pelanggaran serupa bisa berujung pada hukuman yang lebih berat, termasuk larangan menggelar pertandingan dengan penonton.

Meski begitu, suara dari publik Surabaya tetap lantang menolak keputusan tersebut. Bonek menganggap hukuman itu terlalu administratif dan tidak mempertimbangkan situasi faktual di lapangan yang berjalan aman tanpa gangguan.

Reaksi keras ini menambah daftar panjang ketegangan antara suporter dan otoritas sepak bola Tanah Air.

Banyak yang menilai pendekatan disiplin semestinya lebih proporsional, bukan hanya fokus pada pelanggaran formal tetapi juga mempertimbangkan upaya klub menjaga ketertiban.

Kini, Persebaya Surabaya hanya bisa menerima keputusan tersebut karena tidak ada mekanisme banding yang dibuka oleh PSSI.

Berdasarkan regulasi, keputusan bersifat final dan mengikat, sehingga denda Rp 25 juta harus tetap dibayarkan.Denda Rp 25 juta mungkin bukan jumlah besar bagi klub sekelas Persebaya, namun dampak moral dan emosionalnya terasa bagi Bonek.

Mereka menilai denda ini bukan hanya soal uang, melainkan soal keadilan dan penghargaan terhadap semangat sportivitas di lapangan.Meski keputusan sudah final, sorotan publik terhadap langkah PSSI dan operator liga masih terus menguat.

Bagi Bonek, Persebaya Surabaya bukan hanya klub, tapi simbol kebanggaan yang harus mereka jaga, bahkan ketika federasi menjatuhkan sanksi yang terasa tidak adil.(jpc)

Persebaya Surabaya kembali jadi sorotan usai menerima sanksi denda sebesar Rp 25 juta dari operator Super League 2025/2026. Denda ini dijatuhkan karena panitia pelaksana pertandingan dinilai gagal mengantisipasi kehadiran suporter tamu saat laga kontra Persija Jakarta di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) pada 18 Oktober 2025.

Pertandingan yang sejatinya berlangsung aman dan tertib itu justru berujung sanksi administratif bagi kubu Green Force.

Dalam keputusan resmi, panpel Persebaya Surabaya dianggap melanggar regulasi kompetisi lantaran tidak mampu mencegah datangnya pendukung Persija Jakarta yang sebenarnya dilarang hadir.

Regulasi Super League Tahun 2025/2026 memang mengatur secara tegas soal larangan kehadiran suporter tim tamu demi menjaga kondusivitas laga berisiko tinggi.

Komite Disiplin menilai ada kelalaian dari pihak penyelenggara karena beberapa suporter tamu tetap bisa masuk ke area stadion.

Sanksi tersebut dijatuhkan dengan merujuk pada Pasal 5 ayat 7, 8, 9, dan 11 Regulasi Super League. Hukuman berupa denda Rp 25 juta ini bersifat final dan tidak dapat diajukan banding sesuai dengan Pasal 117 Kode Disiplin PSSI.

Keputusan itu otomatis memicu reaksi keras dari kalangan Bonek. Mereka menilai denda tersebut tidak masuk akal karena sepanjang pertandingan kondisi stadion tetap kondusif tanpa insiden berarti.

Melalui berbagai unggahan di media sosial, Bonek mempertanyakan dasar pemberian sanksi tersebut.

Mereka menilai PSSI dan operator liga terlalu berfokus pada sisi administratif tanpa melihat fakta di lapangan yang menunjukkan situasi aman dan damai.

Baca Juga :  FIFA Beri Bantuan ke PSSI, Wasit Minta Nasibnya Diperhatikan

“Cair cair cairr,” tulis salah satu akun Bonek di kolom komentar.

Ada pula yang menyindir, “@pssi kenapa? pdhl laga berjalan dengan aman dan nyaman, duit aja pikirannya, jgn nyari untung lewat sepak bola, pada punya akal kan? malu woi maluuu.”

Komentar senada juga muncul dari pendukung lain yang menilai keputusan ini berlebihan. “@pssi apakah ada kerusuhan? semuanya berjalan dengan lancar, aman dan damai,” tulis seorang Bonek di media sosial.

Banyak di antara mereka yang menilai denda semacam ini justru merugikan klub tanpa memberikan solusi konkret untuk pembenahan sistem pengawasan. “Dendaa terossssss,” ujar akun lainnya dengan nada sindiran.

Unggahan-unggahan bernada protes itu dengan cepat menyebar di berbagai platform digital. Sebagian Bonek bahkan menyebut PSSI terlalu reaktif dalam menjatuhkan sanksi tanpa melihat konteks di lapangan.

Padahal, selama pertandingan melawan Persija, suasana di Stadion GBT disebut berlangsung damai. Tidak ada laporan bentrokan antara Bonek dan Jakmania, dan seluruh proses pertandingan berjalan sesuai prosedur keamanan yang berlaku.

Kondisi itu membuat banyak pihak heran mengapa panpel Persebaya Surabaya tetap dianggap bersalah. Bagi suporter, keputusan denda ini terasa tidak adil dan mencoreng semangat sportivitas yang selama ini dijaga di Surabaya.

Namun, bagi pihak penyelenggara liga, penerapan sanksi tetap dianggap langkah penting untuk menegakkan aturan.

Kehadiran suporter tamu, meski dalam jumlah kecil, tetap dianggap bentuk pelanggaran regulasi yang tidak bisa diabaikan.

Baca Juga :  Ini Gerbong Kepelatihan yang akan Mengawal Persija Jakarta di Liga 1 2025/2026

Denda Rp 25 juta ini juga menjadi pengingat bagi klub-klub lain agar lebih ketat dalam mengontrol akses penonton di pertandingan berisiko tinggi.

Pengulangan pelanggaran serupa bisa berujung pada hukuman yang lebih berat, termasuk larangan menggelar pertandingan dengan penonton.

Meski begitu, suara dari publik Surabaya tetap lantang menolak keputusan tersebut. Bonek menganggap hukuman itu terlalu administratif dan tidak mempertimbangkan situasi faktual di lapangan yang berjalan aman tanpa gangguan.

Reaksi keras ini menambah daftar panjang ketegangan antara suporter dan otoritas sepak bola Tanah Air.

Banyak yang menilai pendekatan disiplin semestinya lebih proporsional, bukan hanya fokus pada pelanggaran formal tetapi juga mempertimbangkan upaya klub menjaga ketertiban.

Kini, Persebaya Surabaya hanya bisa menerima keputusan tersebut karena tidak ada mekanisme banding yang dibuka oleh PSSI.

Berdasarkan regulasi, keputusan bersifat final dan mengikat, sehingga denda Rp 25 juta harus tetap dibayarkan.Denda Rp 25 juta mungkin bukan jumlah besar bagi klub sekelas Persebaya, namun dampak moral dan emosionalnya terasa bagi Bonek.

Mereka menilai denda ini bukan hanya soal uang, melainkan soal keadilan dan penghargaan terhadap semangat sportivitas di lapangan.Meski keputusan sudah final, sorotan publik terhadap langkah PSSI dan operator liga masih terus menguat.

Bagi Bonek, Persebaya Surabaya bukan hanya klub, tapi simbol kebanggaan yang harus mereka jaga, bahkan ketika federasi menjatuhkan sanksi yang terasa tidak adil.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/